Kita sekarang hidup di era para perempuan tangguh yang mendominasi medium film. Setelah film bernafaskan lokal kuat, Prey, yang rilis beberapa waktu lalu, The Woman King semakin menegaskan tren ini. Film ini diarahkan Gina Prince-Bythewood yang juga mengarahkan film aksi The Old Guard. The Woman King dibintangi Viola Davis, John Boyega, Thuso Mbedu, Lhasana Lynch, dan Sheila Atim. Apakah film berbujet USD 50 juta berdurasi 135 menit ini mampu memberikan sesuatu yang baru bagi genrenya?
“I offer you a choice, fight or we die”
Pada tahun 1823, terdapat kerajaan Dahomey pimpinan raja Ghezo (Boyega) di wilayah Afrika Barat. Kerajaan ini memiliki satu pasukan elit berisi para ksatria perempuan yang dinamakan Agojie, yang dipimpin oleh Jenderal Nanisca (Davis). Di kala perbudakaan manusia menjadi komoditi terbesar bangsa asing yang didukung kekaisaran Oyo, Dahomey adalah pihak terdepan yang menentang. Di saat yang sama, seorang rekrutan muda, Nawi (Mbedu) dibina menjadi seorang Agojie yang tangguh. Tak dinyana, rupanya Nawi berhubungan dengan masa lalu Nanisca yang kelam. Sang jenderal pun harus mengesampingkan masa lalunya, karena kerajaan-kerajaan lain bersekutu untuk menginvasi Dahomey.
Baik setting maupun kisahnya terhitung segar untuk genrenya (epik sejarah) yang lama tak unjuk gigi, sejak Gladiator, Troy, dan Kingdom of Heaven. Walau tidak sekolosal pesaing beratnya, namun The Woman King memiliki sisi hiburan yang tak kalah menarik melalui aksi perang dan pertarungan yang dikoreografi dengan baik. Setting alam dan aksinya memiliki banyak kemiripan dengan Prey, walau jelas beda genre. Selain aksi dan setting-nya, nuansa tradisi lokal juga mencuri perhatian, melalui unsur musik, lagu, dan tari. Lalu subplot antara Nawi dan Nanisca pun, di luar ekspektasi mampu memberikan kehangatan bagi kisahnya. Kasting perempuan memang adalah kekuatan terbesar film ini, khususnya Viola Davis melalui peran langka dalam sejarah karirnya.
Walau aksinya tidak sekolosal film-film di genrenya, The Woman King, mampu memberi warna segar serta menghibur melalui nuansa lokalnya. Film ini juga mampu membuktikan bahwa genre ini masih memiliki potensi entertaintment yang tak kalah dengan genre superhero dengan gemerlap efek visualnya. Pun dari sisi keberagaman yang kini tengah menjadi isu besar, film seperti Prey dan The Woman King tidak perlu bersusah payah menggembargemborkan bagaimana isu keberagaman harus diperlakukan karena kisahnya sudah menjawabnya sendiri. Selamat menonton!