Tomb Raider (2018)

119 min|Action, Adventure, Fantasy|16 Mar 2018
6.3Rating: 6.3 / 10 from 221,806 usersMetascore: 48
Lara Croft, the fiercely independent daughter of a missing adventurer, must push herself beyond her limits when she discovers the island where her father, Lord Richard Croft disappeared.

     Ketika Angelina Jolie berperan sebagai jagoan perempuan yang seksi, yakni Lara Croft di Lara Croft: Tomb Raider (2001), kala itu banyak yang memuji dan mencibir. Adaptasi game populer ini tentu menimbulkan banyak penafsiran bagi para fans game dan penonton/pengamat film tentunya. Game-nya adalah permainan aksi petualangan seru ala Indiana Jones dan film ini, sederhananya, hanya menawarkan hal tersebut. Tak perlu komentar soal cerita. Ada beberapa segmen aksi yang bagus disajikan, seperti segmen aksi di Croft Manor, dan beberapa segmen aksi yang mengandalkan CGI. Jolie sendiri berperan pas sebagai sosok Lara yang dingin dan penuh percaya diri. Sekuelnya yang rilis dua tahun setelahnya, saya pikir tak perlu dibahas dengan kualitas yang kurang lebih sama. Ketika Tomb Raider kali ini di-reboot, rasanya timing-nya pas karena muncul di saat jagoan-jagoan perempuan kini banyak beraksi di layar lebar dan sukses komersial pula. Uniknya lagi, film ini diarahkan sineas asal Norwegia, Roar Uthaug, yang menggarap film aksi bencana berkualitas, The Wave dan Tomb Raider adalah film debut produksi Hollywood-nya.

     Alicia Vikander yang berperan sebagai Lara Croft muda, kali ini menampilkan sosok Lara yang sama sekali berbeda. Segmen pembuka telah menggambarkan sosok Lara belia berumur 21 tahun. Ia adalah sosok yang cerdas, berpendirian kuat, lincah dan cepat, amat mencintai ayahnya, namun masih tampak rapuh dalam beberapa sisi. Ibarat, film reboot-nya ini adalah Batman Begins seri The Dark Night. Kisahnya kurang lebih menggambarkan background sosok ikonik game ini. Bagaimana kelak Lara bisa menjadi sosok perempuan petualang yang amat tangguh. Singkatnya, sebuah tes fisik dan mental bagi Lara, dan sebagai “prekuel” filmnya mampu menggambarkan ini dengan baik.

Baca Juga  Murder on the Orient Express

     Mirip Batman Begins, adegan aksi-aksinya disajikan lebih realistik, tanpa banyak mengumbar CGI. Adegan aksi di hutan ala Rambo, walau tak istimewa, namun mampu disajikan dengan baik dan penuh ketegangan. Kita benar-benar bisa masuk ke dalam sosok Lara muda ini. Bagaimana ia untuk pertama kalinya harus berjuang untuk bertahan hidup dengan usahanya sendiri, dan nyawanya sebagai taruhannya. Sementara segmen di dalam areal kuil, mampu memberikan sensasi nostalgia “Indiana Jones” yang sudah lama tak bisa kita rasakan di layar lebar. Terakhir, film petualangan sejenis yang terbilang lumayan adalah National Treasure (2004) dan satu sekuel mediokernya. Walau Raiders of the Lost Ark (1981) jelas terlalu superior, namun Tomb Raider sama sekali tak bisa dibilang jelek.

     Tomb Raider adalah sebuah reboot-prekuel yang mampu membawa nostalgia bagi seri dan genrenya. Pertanyaan yang ditunggu tentunya, apakah Alicia Vikander bermain baik sebagai sosok Lara? Saya sendiri awalnya berpikiran sebaliknya, namun setelah menyimak alur kisahnya, sang aktris rasanya adalah sosok yang pas bermain sebagai Lara Croft belia. Entah jika kelak untuk peran Lara yang lebih matang. Filmnya jelas terbuka untuk sekuel, terlebih jika film ini sukses komersial. Saya sangat berharap demikian, dan menanti aksi Lara “Vikander” Croft berikutnya, ataukah mungkin hanya karena saya suka dengan genrenya dan masih menanti penganti sosok Indy? Setidaknya sosok Lara punya potensi untuk itu.

WATCH TRAILER

PENILAIAN KAMI
Overall
70 %
Artikel Sebelumnya90th Academy Award Winner
Artikel BerikutnyaNini Thowok
Hobinya menonton film sejak kecil dan mendalami teori dan sejarah film secara otodidak setelah lulus dari studi arsitektur. Ia mulai menulis artikel dan mengulas film sejak tahun 2006. Karena pengalamannya, penulis ditarik menjadi staf pengajar di Akademi Televisi dan Film swasta di Yogyakarta untuk mengajar Sejarah Film, Pengantar Seni Film, dan Teori Film sejak tahun 2003 hingga tahun 2019. Buku film debutnya adalah Memahami Film (2008) yang memilah seni film sebagai naratif dan sinematik. Buku edisi kedua Memahami Film terbit pada tahun 2018. Buku ini menjadi referensi favorit bagi para akademisi film dan komunikasi di seluruh Indonesia. Ia juga terlibat dalam penulisan Buku Kompilasi Buletin Film Montase Vol. 1-3 serta 30 Film Indonesia Terlaris 2012-2018. Ia juga menulis Buku Film Horor: Dari Caligari ke Hereditary (2023) serta Film Horor Indonesia: Bangkit Dari Kubur (2023). Hingga kini, ia masih menulis ulasan film-film terbaru di montasefilm.com dan terlibat dalam semua produksi film di Komunitas Film Montase. Film- film pendek arahannya banyak mendapat apresiasi tinggi di banyak festival, baik lokal maupun internasional. Baru lalu, tulisannya masuk dalam shortlist (15 besar) Kritik Film Terbaik dalam Festival Film Indonesia 2022. Sejak tahun 2022 hingga kini, ia juga menjadi pengajar praktisi untuk Mata Kuliah Kritik Film dan Teori Film di Institut Seni Indonesia Yogyakarta dalam Program Praktisi Mandiri.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.