Toy Story 3 (2010)
103 min|Animation, Adventure, Comedy|29 Jun 2010
8.3Rating: 8.3 / 10 from 908,222 usersMetascore: 92
The toys are mistakenly delivered to a day-care center instead of the attic right before Andy leaves for college, and it's up to Woody to convince the other toys that they weren't abandoned and to return home.

18 Juni 2010,

Toy Story 3 merupakan sekuel dari dua film animasi 3D yang diproduksi jauh pada dekade lalu yakni, Toy Story (1995) dan Toy Story 2 (1999). Sekuel keduanya kali ini masih melibatkan beberapa bintang besar yang bermain sebelumnya yakni Tom Hanks, Tim Allen, Joan Cussack, serta nama-nama baru seperti Michael Keaton dan Ned Beatty. Mengikuti tren kini, seri ketiganya ini diproduksi untuk format bioskop 3D.

Belasan tahun berlalu setelah peristiwa Toy Story 2, Andy semakin tumbuh dewasa dan kini ia akan masuk perguruan tinggi. Sudah sejak entah kapan Andy terakhir bermain-main dengan boneka-boneka kesayangannya, Woody (Hanks), Buzz, Jessie (Cussack), serta lainnya. Walau berat hati, Woody dan rekan-rekannya mampu menerima kenyataan bahwa hal ini akan terjadi. Andy harus memilih apakah mainan miliknya akan disumbangkan ke tempat penitipan anak atau ia simpan di loteng? Tanpa sengaja Woody dan rekan-rekannya terbawa ke tempat penitipan anak dan diluar dugaan mereka disambut dengan ramah oleh para boneka dan mainan disana. Woody memilih untuk kembali ke rumah Andy sementara rekan-rekannya memilih untuk tinggal. Sepeninggal Woody, Buzz dan lainnya baru menyadari jika mereka ternyata dipermainkan oleh Lotso, boneka beruang jahat yang mengatur seluruh mainan disana. Woody yang mengetahui rekan-rekannya dalam bahaya berniat mengeluarkan mereka dari sana.

Setelah dua film yang sangat istimewa sebelumnya (Toy Story 1 & 2) kini apa lagi yang bisa ditawarkan seri ketiganya. Apakah melibatkan boneka atau karakter lebih banyak? Atau unsur komedi serta aksi yang lebih banyak? Ataukah kisah yang lebih dramatik? Jawabnya untuk semua adalah ya. Film ketiganya kali ini jauh lebih bervariasi dengan karakter-karakter baru yang unik, lokasi yang lebih banyak, dan tentu kombinasi ini memungkinkan lebih banyak aksi serta komedi yang lebih gila dari sebelumnya. Plot “great escape” kali ini memang bukan hal yang baru tapi bukan masalah. Tema cerita pun kurang lebih masih sama, tentang persahabatan namun yang membedakan dari dua film sebelumnya adalah cerita kali ini cenderung lebih “gelap”. Unsur cerita inilah yang membuat film ini begitu istimewa. Setelah begitu banyak pengalaman baik suka dan duka bersama, apalagi yang tidak bisa mereka hadapi? Hanya satu hal yang belum pernah mereka hadapi bersama… The greatest fear of all…kematian.

Baca Juga  Zootopia

Berbeda dengan dua film sebelumnya, beberapa karakter lama kini sedikit lebih dominan, seperti Mrs. Potato Head, Barbie, dan tiga alien kecil dari Pizza Planet. Woody dan Buzz masih menjadi bintang utama sementara karakter lainnya relatif berimbang. Sementara tokoh-tokoh eksentrik baru seperti Lotzo dan Ken semakin menambah semarak filmnya. Karakter manusia seperti Andy, ibunya, dan Bonnie juga lebih ditonjolkan dari dua film sebelumnya. Bukan hal mudah bisa mengkombinasikan semua karakter ini dengan begitu pas tanpa ada satu pun karakter yang tenggelam. Kelemahannya, mungkin agak sulit bagi penonton yang belum pernah menonton dua film sebelumnya untuk bisa memahami karakter tiap tokohnya secara mendalam.

Bicara tentang format 3D efeknya hanya lebih terasa pada sekuen aksinya terutama pada sekuen pembuka dan klimaks. Sejak awal pembuka film, sekuen aksinya tercatat jauh lebih seru, heboh, dan bervariasi dari dua film sebelumnya terutama karena lebih banyak tokoh cerita yang terlibat. Tercatat sekuen aksi klimaksnya yang menjadi pamungkas jauh lebih mencekam dan “gelap” dari dua film sebelumnya. Bit scary for a kid, I guess… Namun sehebat-hebatnya semua sekuen aksinya tidak ada yang mampu melawan sekuen penutup filmnya yang begitu manis. Fans sejati dua film sebelumnya pasti akan trenyuh dan menitikkan air mata melihat adegan ini. So so swee

Toy Story 3 bisa jadi merupakan sekuel kedua (seri ketiga) terbaik yang pernah ada. Seri ketiga ini menutup dengan sangat manis seri petualangan panjang Woody dan kawan-kawannya. Mereka bukanlah sekedar boneka atau mainan namun mereka juga adalah refleksi kehidupan kita. Ketiga film ini telah memberi kita sebuah pelajaran panjang tentang persahabatan, setia kawan, loyalitas, toleran, saling membantu dan mengasihi, serta tentu cinta. Masalah apapun pasti bisa kita atasi bersama jika kita memiliki teman-teman sejati. Pada penutup filmnya, setelah menghadapi “kematian”, Woody, Buzz, dan lainnya seolah terlahir kembali menyongsong hidup baru serta petualangan tiada akhir di depan mereka.

PENILAIAN KAMI
Overall
100 %
Artikel SebelumnyaThe Karate Kid
Artikel BerikutnyaKnight & Day, Menjual Aksi dan Pesona Cruise
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.