Transformers One (2024)
104 min|Animation, Action, Adventure|20 Sep 2024
7.6Rating: 7.6 / 10 from 59,052 usersMetascore: 65
The untold origin story of Optimus Prime and Megatron, better known as sworn enemies, but who once were friends bonded like brothers who changed the fate of Cybertron forever.

Transformers One adalah film animasi yang digarap oleh Josh Cooley yang pernah menggarap Toy Story 4. Film ini juga tercatat sebagai film animasi feature pertama dalam serinya yang kisahnya boleh pula dikatakan prekuel dari seri sebelumnya. Transformers One diisi suara beberapa bintang besar, sebut saja Chris Hemsworth, Brian Tyree Henry, Scarlett Johansson, Keegan-Michael Key, Steve Buscemi, Laurence Fishburne, hingga Jon Hamm. Apakah kisah prekuel ini menawarkan sesuatu yang berbeda ketimbang seri Transformers live-action sebelumnya?

Melalui pembuka film, dikisahkan asal usul para robot di Planet Cybertron yang kini dipimpin Sentinel Prime (Hamm). Para robot yang tidak bisa bertransformasi bekerja di tambang, untuk mengambil Energon yang menjadi sumber energi mereka. Orion Pax (Hemsworth) dan D-16 (Henry) adalah dua robot pekerja tambang biasa yang suatu ketika membuat masalah hingga mereka dibuang ke lantai paling bawah yang hanya dihuni robot B-127 (Key). Tanpa sengaja mereka menemukan sebuah suar pertolongan dari seorang petinggi prime, Alpha Trion (Fishburne), pada sebuah lokasi di atas permukaan planet. Mereka pun, mencari cara untuk menuju lokasi tersebut dan petualangan pun dimulai.

Kisahnya berbeda dari seri sebelumnya yang mengambil latar cerita jauh sebelum Planet Cybertron hancur. Dua sosok protagonisnya yang merupakan sahabat kental menjadi sentral cerita, yang kita tahu kelak mereka bakal menjadi musuh abadi. Optimus Prime dan Megatron. Bagaimana dan mengapa sejak awal mereka berseteru, tentu memicu rasa penasaran bagi para fansnya. Di luar dugaan, kisahnya disajikan dengan sabar dan intens pada tiap momennya hingga akhirnya mengarah pada satu klimaks yang menyentuh. Mungkin tak sulit untuk diantisipasi para fansnya, namun tetap saja transisi kisahnya memiliki sebuah kedalaman yang tidak pernah disajikan pada seri-seri sebelumnya.

Baca Juga  A Minecraft Movie | REVIEW

Dari sisi animasi, gaya visualnya juga terlihat segar dan penuh warna. Kita diajak berjalan-jalan di seluruh penjuru Cybertron dengan segala alam fantasi dan imajinasi yang tak pernah kita bayangkan. Alur kisahnya juga tidak melupakan target penonton anak-anak melalui aksi-aksi pertarungan seru serta selipan komedinya. Ketimbang seri live-action-nya tentu saja gaya aksinya berbeda. Simak saja, aksi balap robot yang amat seru di awal kisahnya. Transformers One memang satu hiburan yang komplit bagi segala usia.

Transformers One memberi penyegaran besar pada serinya melalui gaya animasi visual memesona dan kisah prekuel yang memiliki kedalaman ketimbang sebelumnya. Hah, plot Transformers memiliki kedalaman cerita? Ya, rasanya ini aneh mengingat sebelumnya, serinya selalu identik dengan aksi visual menakjubkan tanpa jiwa. Tema kisahnya nyaris komplit, menyinggung sisi persahabatan, kerja sama tim, pengorbanan, status sosial, hingga urusan “politik”. Kekuatan dan kekuasaan tanpa batas memang selalu menggoda. Opsinya hanya dua, untuk kebaikan bersama atau diri sendiri, atau ini hanyalah sebuah gimmick bagaimana semesta menjaga keseimbangan. Sungguh mengejutkan, mendapat jawaban bijak ini semua dari sebuah saga macam ini.

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
80 %
Artikel SebelumnyaRivière – 100% Manusia
Artikel BerikutnyaUglies
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). A lifelong cinephile, he developed a profound passion for film from an early age. After completing his studies in architecture, he embarked on an independent journey exploring film theory and history. His enthusiasm for cinema took tangible form in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience eventually led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched students’ understanding through courses such as Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended well beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, Understanding Film, an in-depth examination of the essential elements of cinema, both narrative and visual. The book’s enduring significance is reflected in its second edition, released in 2018, which has since become a cornerstone reference for film and communication scholars across Indonesia. His contributions to the field also encompass collaborative and editorial efforts. He participated in the compilation of Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1–3 and 30 Best-Selling Indonesian Films 2012–2018. Further establishing his authority, he authored Horror Film Book: From Caligari to Hereditary (2023) and Indonesian Horror Film: Rising from the Grave (2023). His passion for cinema remains as vibrant as ever. He continues to offer insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com while actively engaging in film production with the Montase Film Community. His short films have received critical acclaim at numerous festivals, both nationally and internationally. In recognition of his outstanding contribution to film criticism, his writing was shortlisted for years in a row for Best Film Criticism at the 2021-2024 Indonesian Film Festival. His dedication to the discipline endures, as he currently serves as a practitioner-lecturer in Film Criticism and Film Theory at the Indonesian Institute of the Arts Yogyakarta, under the Independent Practitioner Program from 2022-2024.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses