Ajari Aku Islam merupakan proyek debut pertama dari Deni Pusung sebagai sutradara dan para penulisnya, Yunita R. Saragi, Haris Suhud, dan Jaymes Riyanto. Bahkan film ini pun merupakan kerja sama pertama antara rumah produksi baru, Retro Pictures dan RA Pictures, yang notabene memiliki catatan pencapaian memproduksi film-film yang tidak sukses pula di pasar. Para pemain film bergenre drama ini, meliputi Roger Danuarta, Cut Meyriska, Shinta Naomi, Miqdad Addausy, dan dua aktor dengan persona yang telah cukup dikenal, Asrul Dahlan dan August Melasz.
Relasi asmara menarik kehidupan seorang pria Medan keturunan Cina, Kenny Huang / Aliang (Roger Danuarta), mendekati wanita Melayu Muslim, Fidya S. Lubis (Cut Meyriska), yang dipertemukan tanpa sengaja di sebuah pusat keramaian. Ketertarikan tumbuh, satu sama lain dengan alasan dan sebab masing-masing. Kenny ingin belajar lebih dalam tentang Islam, sementara Fidya menyukai latar belakang motivasi Kenny. Namun, persoalan di balik kehidupan keduanya menimbulkan kebimbangan tersendiri dalam benak masing-masing, ketika sosok-sosok lain hadir. Fahri (Miqdad Addausy) dan Chelsea (Shinta Naomi) muncul, di tengah tumbuhnya ketertarikan Fidya terhadap Kenny dan pembelajaran Kenny terhadap Islam. Sementara desakan dari keluarga terus memburu mereka.
Dari judul dan trailer-nya saja, sudah sangat jelas framing Ajari Aku Islam akan mengarah ke mana. Hal menarik dari film ini adalah pemanfaatan lokalitas Medan, etnis, serta ciri khas masyarakatnya. Selain memang hanya itu, menonton film ini rasa-rasanya tidak kalah beda sensasi dan pengalaman ketika menonton web series pada umumnya. Bahkan kualitas akting dari para kastingnya pun tidak memperlihatkan persona. Roger, Cut, dan Miqdad tampil datar, seperti tanpa emosi. Tidak ada perbedaan antara bahagia, sedih, takut, cemas, maupun marah. Hanyalah Asrul Dahlan yang mampu membawakan karakternya dengan luwes, dan persona khas pemarah, dengan raut wajah dan tatapan mata interogatif dan intimidatif meski tanpa dialog, dengan gaya bicara bernada tinggi khas Medan. Sementara August Melasz, wajah dan pembawaannya yang tidak asing dalam dunia seni peran di layar bioskop maupun kaca. Walau telah bekerja sama hadir dalam satu cerita yang sama dengan Asrul Dahlan, tidak mampu memberi tekanan yang cukup signifikan bagi film ini.
Hal di atas, diperburuk lagi dengan eksekusi teknis yang tidak cukup menonjol untuk mendapat perhatian lebih dari penonton kecuali pesan sarat religiusitasnya. Memang itu baik. Tapi kembali lagi pada medium yang digunakan oleh cerita ini (film). Sekadar menyampaikan pesan tanpa ditunjang oleh kekuatan unsur-unsur lain, tentu saja membuat Ajari Aku Islam tidak memiliki nyawa – dari segi filmis. Meski tidak dapat dipungkiri, beberapa gambar dalam Ajari Aku Islam diambil dari sudut-sudut yang nyaman di mata dan patut diapresiasi.
Ajari Aku Islam masih belum dapat dikatakan cukup, karena kelemahan akting dari tokoh utamanya menyebabkan persona masing-masing tidak terasa dekat dan melekat di benak penonton. Seolah-olah orang-orang yang bermain dalam film ini hanyalah sosok-sosok lain yang berlalu begitu saja, tanpa kekuatan dan dedikasi dalam peran masing-masing.
https://www.youtube.com/watch?v=VoPoJlY6CIA