Crawl (2019)
87 min|Action, Adventure, Horror|12 Jul 2019
6.1Rating: 6.1 / 10 from 96,549 usersMetascore: 60
Gigantic alligators swarm around a young woman and her father as floodwaters engulf their home.

Crawl adalah film thriller bencana, serta bisa terhitung horor karena digarap sineas spesialis horor, Alexander Aja. Aja kita kenal melalui film-film horornya, seperti The Hills Have Eyes, Piranha 3D, Horns, serta The Pyramid. Diproduseri sineas kawakan Sam Raimi, film berbujet US$13,5 juta ini dibintangi oleh Kaya Scodelario dan Barry Pepper. Dengan kombinasi genre yang unik plus sentuhan sang sineas, mampukah Crawl bersaing dengan film-film raksasa lainnya yang rilis bersamaan? Tampaknya sulit walau bukan hal yang mustahil.

Kisahnya bertempat di sebuah kota kecil di Florida, AS, yang sebentar lagi akan disapu oleh badai dahsyat kategori 5. Seluruh warga kota, mengungsi ke lokasi yang aman. Selepas rutinitasnya, Haley mendapat informasi dari sang kakak jika ayah mereka tak merespon telponnya. Haley yang khawatir nekad masuk menerobos masuk wilayah berbahaya menuju lokasi rumah lama keluarganya. Tak disangka-sangka, rupanya sang ayah terjebak di rubanah dengan seekor buaya raksasa yang siap memangsa mereka berdua. Mereka harus ke luar dari sana, sebelum badai semakin membesar dan membanjiri rumah mereka.

Walau ide dan premisnya tak bisa terbilang baru, namun konsep kisahnya terhitung menarik karena durasi cerita yang berlangsung tanpa henti dengan berlokasi di seputar rumah. Bahkan nyaris separuh cerita, hanya berlokasi di ruang rubanah yang gelap dan basah. Sejak awal, suasana genting di kota sudah dibangun dengan meyakinkan melalui cuaca buruk sebagai penanda badai besar yang akan datang. Layaknya film horor, ketegangan demi ketegangan dibangun secara sabar dengan sesekali menggunakan efek kejutan (jump scare). Tak mudah untuk membangun ini karena hanya berlokasi di ruang terbatas dan para tokohnya hanya bisa berjalan merayap pelan. Berbekal dukungan dua pemainnya yang bermain mengesankan, penonton dijamin tak bisa lepas dari kisahnya hingga akhir. Nyaris tak ada rehat yang bisa membuat kita bernapas lega. Sang buaya layaknya roh jahat dalam film horor yang selalu mengintai dan bisa mendadak muncul mengancam nyawa mereka.

Baca Juga  Army of Thieves

Satu hal yang menjadi titik lemah adalah logika kisahnya yang banyak mengganjal. Saya serahkan sendiri pada penonton (pembaca) untuk menjawabnya. Banyak hal jelas bisa ditolerir, namun tidak untuk beberapa hal yang amat krusial. Seberapa besar sih kemampuan manusia untuk bisa bertahan dengan tubuh terluka parah seperti itu? Sepanjang kisahnya, ada dua perahu yang terlihat (motifnya jelas), namun perahu yang mereka gunakan, dari mana asalnya? Tanggul jebol, kata mereka, namun apakah air bisa mencapai setinggi atap rumah berlantai dua (5-6 meter)? Jika memang setinggi itu (ketika tanggul jebol) mestinya rumah mereka sudah hanyut sejak awal. Coba yang satu ini, walau ini bisa saya tolerir. “Jika kita diam tak banyak bergerak dan bersuara, maka sang buaya tak akan menyerang kita”, kata sang ayah pada pertengahan cerita. Wow, ini jelas bertolak belakang dengan adegan-adegan sebelumnya.

Dengan premis menarik, kasting kuat, dan setting minimnya, Crawl mampu memberikan ketegangan maksimal sekalipun banyak mengabaikan logika kisahnya. Film ini jelas bukan macam seri Sharknado yang absurd, baik kisah dan logikanya. Jika ingin pembanding, ada satu film yang kisah dan premisnya mirip, judulnya Burning Bright (2010). Sama-sama terdapat bencana badai dan hewan buas dalam rumah, namun bukan buaya tapi seekor harimau. Film ini memang tidak semapan Crawl dengan segala pencapaian teknis dan rekayasa visualnya, serta tentu bujetnya. Namun, film ini mampu menyajikan ketegangan maksimal dalam ruang terbatas dengan menggunakan motif penceritaan yang sangat baik. Jika kecewa dengan Crawl, coba tonton film ini. Dijamin tidak akan mengecewakan.

 

PENILAIAN KAMI
Overall
60 %
Artikel SebelumnyaUEFA’s Short – Tottenham v Liverpool: Perayaan Puncak dalam Kemasan Filmis Istimewa
Artikel BerikutnyaDua Garis Biru
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.