Black Beauty merupakan adaptasi medium film keenam yang diambil dari novel legendaris berjudul sama karya Anna Sewell. Film yang digarap Ashley Avis ini dibintangi pula Mackenzie Foy, Kate Winslet, Clair Forlani, serta Iain Glenn. Tidak berbeda nasibnya dengan film-film yang rilis di era pandemi, Black Beauty akhirnya didistribusikan melalui platform Disney +.
Singkatnya, filmnya mengisahkan suka duka perjalanan hidup seekor kuda bernama Beauty (Winslet) dan kedekatannya dengan seorang gadis muda bernama Jo (Foy). Petualangan hidup Beauty disajikan melalui sudut pandang dan narasi dari sang kuda. Film berdurasi 110 menit ini terasa amat panjang, namun tak membosankan karena visualnya yang menakjubkan dalam tiap momennya.
Jujur saya tak ingat lagi, versi adaptasi ke berapa yang pernah saya tonton. Kisahnya pun bahkan sudah tak membekas di memori sehingga sulit untuk melakukan komparasi dengan adaptasi sebelumnya. Entah apakah remake sebelumnya bertutur sama, namun penuturan kisah film ini memang tergolong unik karena secara konsisten disajikan melalui perspektif sosok sang kuda. Nyaris 80% durasi filmnya berupa outdoor dan sisanya hanya berlokasi di kandang kuda. Kita bahkan tak pernah melihat Jo dan pamannya ketika di dalam rumah. Walau begitu, kisahnya mampu dituturkan runtut dan sederhana tanpa banyak konflik berarti. Hal ini yang mengakibatkan kisahnya terasa datar. Nyaris semua pengadeganannya juga tampak sedikit teatrikal. Bisa jadi dialog yang digunakan memang loyal dengan dialog dalam novelnya. Entahlah.
Walau begitu, visual yang memesona sepanjang film, khususnya dari sisi sinematografi membuat tiap momen dalam filmnya tersaji dengan cantik dengan tone warna yang lembut pula. Nuansa gambar yang hangat ini amat mendukung kisahnya yang menyentuh. Sosok manusia memang bukan titik beratnya, namun Foy, aktris belia cantik ini mampu membangun chemistry yang cukup dengan sang kuda. Sementara karakter lain, terkecuali sang paman hanya terasa sebagai tempelan. Bumbu roman dan komedi pun hanya berupa selipan kecil yang tak mampu membekas.
Walau sedikit teatrikal dan datar, Black Beauty disajikan dengan visual yang amat cantik dan elegan. Kisah filmnya memang rada mirip dengan War Horse arahan Steven Sipelberg yang jauh berbeda kualitas. Tidak seperti War Horse yang mampu menyajikan realita horor perang di mata sang kuda, Black Beauty serasa berada di alam mimpi yang bermain aman di genrenya. Film ini bukan bicara tentang manusia tapi adalah seekor kuda. Setidaknya, kita bisa mengambil semangat hidup seekor mustang seperti yang dimiliki Beauty.
Stay safe and Healthy!