Up (2009)
96 min|Animation, Adventure, Comedy|23 Jul 2009
8.3Rating: 8.3 / 10 from 1,166,741 usersMetascore: 88
78-year-old Carl Fredricksen travels to South America in his house equipped with balloons, inadvertently taking a young stowaway.

Up, salah satu unggulan musim panas tahun ini adalah film animasi 3D produksi Pixar arahan Pete Docter. Docter sebelumnya juga pernah mengarahkan film animasi Pixar sukses lainnya, yakni Monster Inc (2001). Beberapa aktor gaek menjadi pengisi suara filmnya, antara lain Edward Asner, Christopher Plummer, hingga Delroy Lindo. Mampukah kembali Pixar melanjutkan tradisinya memproduksi film-film animasi 3D berkualitas tinggi?

Sejak kecil Carl Fredricksen (Asner) menyukai petualangan. Ia mengidolakan Charles Muntz (Plummer), seorang petualang hebat yang berhasil menaklukkan Paradise Falls, sebuah wilayah di Amerika Selatan. Carl lalu bertemu Ellie, gadis cilik yang juga suka berpetualang. Waktu demi waktu berlalu, Carl menikahi Ellie, dan mereka hidup bahagia hingga mereka tua sampai akhirnya sang istri wafat. Sepeninggal istrinya, Carl merasakan sesuatu yang hilang dalam hidupnya. Janji Carl pada Ellie sewaktu mereka kecil untuk mengajaknya ke Amerika Selatan belum ia penuhi. Dengan menggunakan ribuan balon gas, Carl menjadikan rumah tinggalnya sebagai balon udara untuk memenuhi ambisinya pergi ke Paradise Falls. Seorang bocah petualang bernama Russel tanpa sengaja turut terbawa serta.

Sulit dipercaya ternyata Pixar kembali mampu memproduksi sebuah mahakarya berkualitas tinggi bahkan dalam beberapa hal melebihi film-film pendahulunya. Pixar lazimnya mengangkat nilai-nilai persahabatan, cinta, dan keberanian namun kali ini tema yang diambil sedikit berbeda. Melalui Up, Pixar melewati tingkat kematangan serta kedalaman tema yang belum pernah tersentuh sebelumnya. Nilai-nilai persabahatan, cinta, dan keberanian memang masih cukup dominan namun obsesi adalah menu utamanya. Tokoh utamanya pun adalah seorang kakek berusia tujuhpuluh tahunan. Film ini jelas bisa dinikmati penonton anak-anak dan remaja namun penonton dewasalah yang mampu memahami film ini lebih dalam.

Berbeda dengan film-film sebelumnya, Up menampilkan nuansa fantasi layaknya film-film animasi jepang (anime) karya Hayao Miyazaki. Up layaknya anime menampilkan banyak hal yang bersifat abstrak sekalipun dunia cerita berada di tingkat nyata. Tidak pernah terbayangkan jika film-film animasi Amerika bakal menampilkan sesuatu yang tak masuk akal macam rumah tinggal yang berfungsi sebagai “balon udara”. Tidaklah sulit untuk menerka jika semua itu memiliki makna khusus yang dalam filmnya mampu divisualisasikan dengan cerdas melalui naskah yang sangat brilyan.

Baca Juga  Lou

It’s all about obsession! Rumah “balon udara” menjadi simbol keterikatan Carl pada Ellie serta impian masa lalunya. Saking kuat keinginan Carl (tidak bisa lepas dari obsesinya) hingga ia sampai menarik rumahnya dengan tubuhnya sendiri! Adegan mengharukan tatkala Carl akhirnya memahami semuanya dan membuang seluruh isi rumahnya hanya untuk menolong si cilik Russel. Untuk bisa sepenuhnya lepas dari obsesinya Carl harus berhadapan dengan idola (juga obsesi masa kecilnya), Charles Muntz. Muntz sendiri adalah sosok yang terobsesi menangkap sejenis burung unta lokal (Kevin) untuk mengembalikan reputasinya yang hancur. “Tidak bisa dipercaya, mimpi saya berusaha membunuh saya” ucap Carl suatu ketika. Ketika Muntz berhasil ia kalahkan (jatuh ke bumi) lepas pula rumah tinggalnya namun Carl mendapatkan sesuatu yang lebih bernilai dari semua itu. Dan si cilik Russel? Ia adalah “Carl kecil” yang lugu terobesi dengan sekeping kancing penghargaan. Carl akhirnya memberikan miliknya yang paling berharga pada sang bocah seperti istrinya dulu pernah memberikan hal yang sama, yakni kasih sayang yang tulus.

Up boleh jadi tidak seramai film-film Pixar sebelumnya yang lebih sarat dengan aksi, namun film ini memberikan nuansa baru bagi film animasi komersil produksi Amerika. Film sejatinya tidak hanya semata-mata mampu menghibur, namun juga mampu memberikan sesuatu yang bernilai bagi semua orang yang menonton. Up merupakan satu contoh terbaik bagaimana film animasi komersil seharusnya diproduksi melalui perpaduan sempurna antara keindahan sinematik dan kedalaman cerita. Piala Oscar untuk film animasi terbaik tahun ini sudah pasti ditangan bahkan untuk dinominasikan dalam kategori utama Best Picture pun rasanya masih pantas.

PENILAIAN KAMI
Overall
100 %
Artikel SebelumnyaPublic Enemies
Artikel BerikutnyaG.I. Joe: The Rise of Cobra
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses