Wall Street: Money Never Sleeps (2010)
133 min|Drama|24 Sep 2010
6.2Rating: 6.2 / 10 from 105,099 usersMetascore: 59
Now out of prison but still disgraced by his peers, Gordon Gekko works his future son-in-law, an idealistic stock broker, when he sees an opportunity to take down a Wall Street enemy and rebuild his empire.

Film ini merupakan sekuel dari Wall Street (1987), film drama thriller berkualitas tentang seorang milyuner, Gordon Gekko (Douglas) yang melakukan perdagangan saham secara ilegal. Dikisahkan beberapa tahun setelahnya, Gekko mengalami banyak masalah baik bisnis serta keluarga, hingga ia dijebloskan ke dalam penjara. Seperti film aslinya, sekuel filmnya kali ini mengambil cerita pada sosok pialang muda, Jacob Moore (Labeouf) serta kekasihnya, Winnie yang merupakan putri dari Gekko yang sangat membenci ayahnya. Gekko sendiri setelah keluar dari penjara, kini harus menghidupi dirinya melalui buku yang ditulisnya, serta menjadi pembicara seminar. Sementara di lain pihak Jacob, menghadapi masalah besar sepeninggal mentornya, Keller Zabel yang bunuh diri akibat perusahaannya yang hancur. Jacob berniat membalas dendam pada Bretton (Brolin), seorang pengusaha licik yang menjadi pesaing mentornya. Jacob juga mendekati Gekko serta meminta nasihat darinya sekalipun kekasihnya telah memperingatkan untuk jangan mempercayai ayahnya.

Tidak seperti film aslinya, sekuelnya kali ini memiliki tempo alur cerita yang lebih lambat. Porsi Gekko dalam filmnya kali ini juga lebih sedikit. Tidak seperti film aslinya, cerita filmnya kini lebih bergeser ke masalah keluarga ketimbang konflik bisnis. Entahlah apa karena “tamak” sudah menjadi jamak kini, namun yang jelas intrik politik bisnis yang disajikan kali ini tampak kurang menggigit. Sekalipun Stone menggunakan kejatuhan harga saham serta terpuruknya bisnis properti di Amerika beberapa tahun lalu sebagai latar kisah film ini namun ketegangan di bursa saham tampak sekali kurang greget. Sangat jauh jika kita bandingkan dengan unsur ketegangan di film pertamanya. Cerita, sosok Gekko, serta sisi dramatik antara Jacob dan Winnie, semuanya serba kurang menggigit. Greed is Good or Family is Good? Seperti di film pertamanya, bukankah film ini mestinya tentang “ketamakan”?

Baca Juga  Looper

Douglas yang meraih Oscar dalam Wall Street karena bermain luar biasa sebagai Gordon Gekko, kini sebenarnya masih tampil karismatik. Kehadirannya selalu ditunggu ketika ia tidak muncul dalam layar. Labeouf dan Brolin sendiri juga bermain biasa saja. Lebouf bermain disini sepertinya hanya untuk menarik penonton remaja saja. Namun satu pencapaian yang sangat menonjol adalah aspek sinematografinya. Seperti film ini lebih berbicara melalui bahasa visual (terutama kamera) ketimbang penekanan ceritanya. Sineas terkesan lebih menyukai menyajikan panorama kota New York yang memang disajikan sangat menawan. Baik komposisi, gerak serta sudut kamera, kecepatan gambar, hampir dalam semua adegan disajikan begitu mengesankan. Entahlah, yang jelas gambar-gambar yang disajikan dalam film ini jauh lebih enak dinikmati ketimbang cerita filmnya. Dalam satu adegan aksi balap motor, entah sudah berapa lama kita tidak menikmati sajian indah seperti ini, dimana lebih menggunakan aspek sinematografis ketimbang teknik editing cepat seperti film masa kini kebanyakan.

Wall Street: Money Never Sleep secara umum disajikan kurang menggigit. Sekalipun Douglas masih tampil menawan tetapi tidak mampu mengangkat filmnya. Amat disayangkan, kombinasi sentuhan Stone serta Douglas mestinya memiliki potensi untuk membuat sekuel yang lebih baik dari ini. Uang memang bukan segalanya, kita semua sudah tahu itu. Keluarga adalah hal yang paling utama, kita semua juga sudah tahu itu. Hei, but they said, Greed is Good. Mana Stone?

PENILAIAN KAMI
Overall
60 %
Artikel SebelumnyaDari Redaksi mOntase
Artikel BerikutnyaRed, Melihat Aksi Para Aktor Gaek
Hobinya menonton film sejak kecil dan mendalami teori dan sejarah film secara otodidak setelah lulus dari studi arsitektur. Ia mulai menulis artikel dan mengulas film sejak tahun 2006. Karena pengalamannya, penulis ditarik menjadi staf pengajar di Akademi Televisi dan Film swasta di Yogyakarta untuk mengajar Sejarah Film, Pengantar Seni Film, dan Teori Film sejak tahun 2003 hingga tahun 2019. Buku film debutnya adalah Memahami Film (2008) yang memilah seni film sebagai naratif dan sinematik. Buku edisi kedua Memahami Film terbit pada tahun 2018. Buku ini menjadi referensi favorit bagi para akademisi film dan komunikasi di seluruh Indonesia. Ia juga terlibat dalam penulisan Buku Kompilasi Buletin Film Montase Vol. 1-3 serta 30 Film Indonesia Terlaris 2012-2018. Ia juga menulis Buku Film Horor: Dari Caligari ke Hereditary (2023) serta Film Horor Indonesia: Bangkit Dari Kubur (2023). Hingga kini, ia masih menulis ulasan film-film terbaru di montasefilm.com dan terlibat dalam semua produksi film di Komunitas Film Montase. Film- film pendek arahannya banyak mendapat apresiasi tinggi di banyak festival, baik lokal maupun internasional. Baru lalu, tulisannya masuk dalam shortlist (15 besar) Kritik Film Terbaik dalam Festival Film Indonesia 2022. Sejak tahun 2022 hingga kini, ia juga menjadi pengajar praktisi untuk Mata Kuliah Kritik Film dan Teori Film di Institut Seni Indonesia Yogyakarta dalam Program Praktisi Mandiri.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.