Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss Part 2 (2017)

110 min|Adventure, Comedy|31 Aug 2017
5.5Rating: 5.5 / 10 from 510 usersMetascore: N/A
Dono, Kasino, and Indro's adventure continues. They have to search for the treasure to pay their debts. They travel to Malaysia as their first destination, but the bag with the codes to the treasure is switched with a Malaysian wo…

Film komedi yang disutradarai oleh Anggy Umbara ini dirilis pada 31 Agustus 2017 di seluruh bioskop tanah air. Warkop DKI Reborn: Part 2 ini merupakan kelanjutan dari Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss Part 1 yang telah diputar tahun lalu dan sukses komersial dengan meraih rekor penonton tertinggi sepanjang masa dengan angka 6,8 juta penonton. Mengekor kesuksesan film pertama, Part 2 kini telah meraih rekor 2 juta penonton dalam 5 hari pemutaran, dan jumlah ini pasti akan terus bertambah. Waktu rilis yang membidik long weekend bertepatan Hari Raya Idul Adha, terbukti menarik banyak penonton di awal rilisnya. Tak tanggung-tanggung, tiap bioskop rata-rata memutar hingga tiga-empat layar sekaligus. Tampaknya sambutan hangat para penonton tak lepas dari kejayaan film Warkop DKI masa silam untuk kembali bernostalgia.

Mari kita melihat untuk sejenak, sejarah singkat Warkop DKI. Berawal dari Radio Prambors yang dikenal dengan acara hits, Warkop Prambors, grup ini terdiri dari Kasino, Nanu, Rudy, Dono, dan Indro. Karir mereka semakin melejit setelah penampilan panggung hingga akhirnya memproduksi film pertama yang berjudul Mana Tahan (1979) yang dibintangi Dono, Kasino, Indro, dan Nanu. Setelah film ini juga sukses, setelahnya film mereka semakin dinanti penonton. Nanu kemudian mengundurkan diri dari Warkop hingga nama Warkop Prambors diubah menjadi Warkop DKI (Dono, Kasino, Indro). Hal ini mensiasati untuk tidak memberikan royalti pada Radio Prambors karena menggunakan nama tersebut. Sejak itu, film-film Warkop tak terbendung lagi, sejak Gengsi Dong (1980), Setan Kredit (1980), Manusia Enam Juta Dollar (1981), IQ Jongkok (1981), Maju Kena, Mundur Kena (1983), hingga film terakhir mereka Pencet Sana Pencet Sini (1994). Warkop DKI memproduksi total lebih dari 30 film yang semuanya sukses komersial.

Film Part 2 dibuka melalui cuplikan kronologi cerita film Part 1, untuk menjaga kesinambungan dengan kisah Part 2. Di bagian kedua ini, film bercerita tentang perjalanan Dono (Abimana Aryasatya), Kasino (Vino G. Bastian), dan Indro (Tora Sudiro) mencari harta karun di Malaysia untuk menebus kesalahan yang dulu mereka lakukan (Part 1). Masalah muncul ketika sesampainya di Malaysia, tas mereka yang berisi petunjuk lokasi harta karun tertukar dengan penumpang lain. Dengan berbagai cara, mereka mencari tas tersebut hingga membawa mereka ke beberapa tempat di Malaysia.

Seperti halnya film pertama yang merupakan reboot dari film Warkop, CHIPS (1982), cerita film kedua ini merupakan reboot dari kisah IQ Jongkok (1981) yang mengisahkan tentang perburuan harta karun. Walaupun sang sineas mengubah latar perburuan harta karun menjadi lebih modern dengan shot-shot yang lebih matang, namun lagi-lagi persoalan mengolah plot menjadi masalah di film ini. Plot yang disajikan kurang memiliki intensitas dramatik yang mampu membuat penonton masuk dalam alur ceritanya. Momen-momen adegan yang disajikan terasa mengulur waktu dan membuat temponya berjalan lambat, seperti pada adegan sewaktu mereka mencari tas milik mereka. Dalam satu adegan ketika Dono, Kasino, dan Indro tersesat di hutan dan bertemu hantu, adegan ini merupakan tribute Setan Kredit (1980). Adegannya disajikan nyaris sama persis adegan dalam Setan Kredit.

Dalam film komedi, logika cerita bisa dilanggar untuk memberikan efek humor dan inilah yang menjadi ciri film-film Warkop DKI. Tidak jarang mereka melanggar tembok keempat dan berbicara dengan penonton. Pada adegan ketika mereka masuk dalam ”film” jadul yang dibintangi Rhoma Irama, Barry Prima, dan Susanna mampu membuat penonton terbahak-bahak. Walaupun menggunakan teknik green screen yang tak halus, namun ide ini segar dan mampu membuat penonton menikmati filmnya. Tampak dengan melanggar logika cerita macam ini, sang sineas leluasa untuk membuat adegan yang kocak dan jenaka

Baca Juga  Mantan

Unsur komedi sangat bertumpu pada ketiga tokohnya dengan gaya, dialog, serta aksinya. Untuk menyamai aura ketiga tokoh aslinya terbilang mustahil, namun setidaknya ketiga tokoh ini sudah mirip karakter dengan aslinya. Kita dulu mengenal Dono, Kasino, dan Indro sebagai sosok yang memiliki karakter yang khas. Gesture, mimik muka, serta gaya bahasa mereka sangat khas dan mustahil tergantikan. Menduplikasi karakter yang sudah melegenda memang menjadi tantangan tersendiri dalam menyajikan akting pemain di film ini. Tribute macam ini menjadi satu hal yang patut diapresiasi dalam sinema kita karena belum pernah dilakukan sebelumnya.

Walaupun terlihat dipaksakan, strategi sang sineas yang menempatkan tokoh Indro tua sebagai imajinasi Indro muda (Tora Sudiro) semata hanya untuk motif humor. Menghadirkan karakter komedian lain sering dilakukan di film-film Warkop DKI dulu seperti menghadirkan Dorman atau Mat Solar. Dalam Part 2 ini, munculnya komedian Babe Cabita sebenarnya mampu membawa unsur komedi lebih, namun ia kurang mendapat tempat lebih.

Sang sineas, Anggy Umbara dengan rumah produksinya Falcon Picture kita kenal dengan film-filmnya yang juga sukses secara komersial, seperti Comic 8 (2014), Comic 8: Casino King part 1 (2015), dan Comic 8: Casino King Part 2 (2016). Ia memang jeli melihat pasar industri film lokal. Warkop DKI Reborn Part 1 yang sukses meraih rekor film terlaris sepanjang masa di negeri ini tentu menjadi sebuah fenomena tersendiri. Walaupun baru saja rilis, Part 2 digadang-gadang akan menyamai sukses Part 1. Film ketiga, keempat, kelima, dan seterusnya bisa dijamin akan bakal terus dibuat. Film-film komedi ini menyajikan cerita ringan, kocak, dan kekinian menjadi sebuah formula untuk menarik penonton. Namun, apakah sukses ini sepadan dengan kualitas filmnya?

Walaupun secara kualitas, Warkop Reborn tak sebanding dengan sukses komersialnya, hal ini seperti menjadi image bagi  industri film kita yang menomorduakan kualitas. Sukses Warkop DKI semata hanyalah euforia sebagai bentuk nostalgia, tanpa peduli akan kualitas plot dan cerita filmnya. Keberhasilan sebuah film sebenarnya tak hanya dilihat dari pencapaian rekor jumlah penontonnya saja, namun juga bagaimana pembuat film mengolah sisi cerita dan estetiknya. Film komedi masa kini seperti Cek Toko Sebelah bisa membuktikan bahwa film komedi bisa memiliki pencapaian bagus, baik bisnis maupun kualitas, serta punya nilai plus dengan memiliki pesan yang kuat.

WATCH TRAILER

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
40 %
Artikel SebelumnyaDetroit
Artikel BerikutnyaBadai “Badut” Melanda!
Agustinus Dwi Nugroho lahir di Temanggung pada 27 Agustus 1990. Ia menempuh pendidikan Program Studi Film sejak tahun 2008 di sebuah akademi komunikasi di Yogyakarta. Di sinilah, ia mulai mengenal lebih dalam soal film, baik dari sisi kajian maupun produksi. Semasa kuliah aktif dalam produksi film pendek baik dokumenter maupun fiksi. Ia juga lulus dengan predikat cum laude serta menjadi lulusan terbaik. Ia mulai masuk Komunitas Film Montase pada tahun 2008, yang kala itu masih fokus pada bidang apresiasi film melalui Buletin Montase, yang saat ini telah berganti menjadi website montasefilm.com. Sejak saat itu, ia mulai aktif menulis ulasan dan artikel film hingga kini. Setelah lulus, ia melanjutkan program sarjana di Jurusan Ilmu Komunikasi di salah satu perguruan tinggi swasta di Jogja. Penelitian tugas akhirnya mengambil tema tentang Sinema Neorealisme dan membandingkan film produksi lokal yang bertema sejenis. Tahun 2017, Ia menyelesaikan studi magisternya di Program Pascasarjana Jurusan Pengkajian Seni di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta dengan minat utama film. Penelitian tesisnya terkait dengan kajian narasi dan plot sebuah film. Saat ini, ia tercatat sebagai salah satu staf pengajar di Program Studi Film dan Televisi, ISI Yogyakarta mengampu mata kuliah teori, sejarah, serta kajian film. Ia juga aktif memberikan pelatihan, kuliah umum, seminar di beberapa kampus, serta menjadi pemakalah dalam konferensi Internasional. Biodata lengkap bisa dilihat dalam situs montase.org. Prestasi besar terakhirnya adalah menjadi nominator Festival Film Indonesia 2021 untuk kategori Kritikus Film Terbaik melalui artikel "Asih, Cermin Horor Indonesia Kontemporer" bersama rekan penulisnya, Miftachul Arifin.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.