Wonder Woman adalah film superhero perempuan produksi DC Extended Universe yang sudah ditunggu-tunggu sejak lama. Karakter Wonder Woman diperankan oleh Gal Gadot yang tampak begitu tangguh meskipun memiliki paras yang begitu cantik dan mempesona. Gal Gadot sendiri pada awalnya diragukan oleh berbagai pihak khususnya para pecinta komik DC.

Karakter Wonder Woman diciptakan oleh psikolog bernama Willam Moulton Marston  yang berawal dari kejengahan dan kebosanannya pada karakter superhero yang didominasi oleh laki-laki seperti Superman dan Batman. Setelah melihat kesuksesan istrinya dalam meraih prestasi akademis pada masanya, ia pun tertarik untuk menghidupkan karakter superhero perempuan yang sama tangguh sehingga perempuan tidak lagi hanya dipandang sebagai sosok yang lemah. Dengan menyajikan komik Wonder Woman yang memiliki banyak kekuatan super, ia berharap dapat menampilkan ikon kekuatan perempuan yang mampu menginspirasi semua perempuan di seluruh dunia untuk terus maju memperjuangkan hak dan cita-cita. Lalu berhasilkah film Wonder Woman menyampaikan pesan mulia ini?

Film ini begitu nikmat ditonton dengan alur ceritanya mudah dipahami meskipun penjelasan latar belakang karakter kurang rinci. Efek visualnya begitu canggih sehingga mendukung aksi pertarungan yang seru. Detail cerita yang dihadirkan mampu merepresentasikan pikiran dan sikap perempuan. Hal ini dapat diamati dalam dialog, sikap, dan ekspresi si Wonder Woman. Patty Jenkins yang sebelumnya menulis dan menyutradarai Monster (2003) membuktikan kiprahnya sebagai sutradara mampu menghasilkan film superhero perempuan dengan sentuhan khas perempuan sehingga memberikan kesan yang menawan. Bumbu komedi yang diselipkan juga membuat penonton betah mengikuti kisahnya hingga akhir.

Gal Gadot yang sebelumnya kita kenal melalui beberapa film, antara lain 3 seri film Fast & Furious sebagai pebalap yang handal. Selain itu, ia juga bermain luwes sebagai agen mata-mata dalam film komedi Keeping Up With The Joneses (2016). Biasa memerankan karakter perempuan jagoan yang mapan dalam bertindak, penulis sendiri tidak heran ketika ia dimandatkan untuk menjadi Wonder Woman. Meskipun tubuhnya harus dibentuk menjadi lebih berotot untuk menunjukkan kekhasan kesatria handal. Beradegan aksi bela diri yang memerlukan kekuatan fisik di awal-awal film, saya merasa Gal Gadot tampak memerankan karakternya dengan baik. Tidak kurang dan tidak lebih. Tetapi, sangat mengesankan ketika ia harus menampilkan adegan dimana Diana merasa kagum, bingung, heran dan kaget beradaptasi dengan dunia luar. Gal Gadot luwes memerankan keluguan dan kepolosan memalui caranya berekspresi dan berbicara. Setelah menonton aktingnya di film-film sebelumnya yang tampak begitu sigap, canggih dan cerdas, kepolosannya sebagai Wonder Woman di film ini pun memberikan kesan yang berbeda.

Baca Juga  Retrospeksi Film Pendek Montase: The Photographer

Karakter Wonder Woman dihadirkan begitu manusiawi, representasi perempuan tangguh yang masih memiliki kekhasan perempuan yang unik. Ia tidak ditampilkan dengan cara yang terlalu utopis. Alih-alih tampak selalu kuat dalam segala kondisi, Wonder Woman juga ditampilkan sebagai perempuan yang cukup emosional, seperti mudah bingung, suka ceplas-ceplos berbicara seenaknya saat mengutarakan pendapat, memiliki selera fashion sesuai dengan preferensi pribadi, dan menginginkan intimasi dengan laki-laki. Salah satu senjata Wonder Woman, Lasso of the Truth yang membuat orang berkata jujur juga merepresentasikan keinginan perempuan untuk selalu berusaha mendapatkan kejujuran dari orang lain bahwa perempuan tidak suka dibohongi.

Wonder Woman menunjukkan bahwa kemandirian perempuan bukan berarti mendorong sikap untuk menyingkirkan laki-laki dalam kehidupannya. Pada adegan di kapal ketika Diana dan Steve akan pergi untuk melanjutkan misi Steve, Diana menyatakan bahwa laki-laki hanya diperlukan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan primer saja. Tetapi, pada akhirnya intimasi yang melibatkan perasaan pun terjalin diantara keduanya, tanpa ada rasa sungkan dan gengsi dari si Wonder Woman. Hal ini kemudian menepis pemikiran feminisme radikal yang kerap menyuarakan tindakan anti laki-laki hingga menerapkan interaksi seksual berorientasi sejenis atau homoseksual (lesbian).

Feminisme radikal memandang bahwa laki-laki adalah sosok penindas sehingga kehadirannya tidak dibutuhkan. Mengandalkan kemampuannya sebagai perempuan mandiri yang dapat melakukan hampir semua hal tanpa bantuan laki-laki, kelompok feminis ini menafikan kehadiran laki-laki dalam kehidupannya. Mereka pun lebih memilih untuk tidak berorientasi heteroseksual untuk mencapai totalitas tindakan sesuai paham yang dianut. Tindakan misandri (kebencian terhadap laki-laki) terus-menerus dilakukan sehingga interaksi mereka pada laki-laki menjadi sangat minim.

Atas semua pesan yang ditampilkan dalam film ini, Wonder Woman  lebih dari sekedar karakter superhero yang dapat menjadi mesin pencetak uang dari seluruh keuntungan komersial yang didapat bagi komik dan studionya saja. Wonder Woman dapat menjadi simbol feminisme yang menuntut persamaan hak sepenuhnya hingga kesetaraan gender dapat terwujud. Tentu saja tanpa menyudutkan pihak tertentu karena sejatinya laki-laki dan perempuan diciptakan berbeda untuk saling melengkapi dan hidup dalam damai dengan kekuatannya masing-masing.

Artikel SebelumnyaThe Mummy
Artikel BerikutnyaMantan
Menonton film sebagai sumber semangat dan hiburan. Mendalami ilmu sosial dan politik dan tertarik pada isu perempuan serta hak asasi manusia. Saat ini telah menyelesaikan studi magisternya dan menjadi akademisi ilmu komunikasi di salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.