X-Men: Apocalypse (2016)

144 min|Action, Adventure, Sci-Fi|27 May 2016
6.8Rating: 6.8 / 10 from 478,204 usersMetascore: 52
In the 1980s, the X-Men must defeat an ancient all-powerful mutant, En Sabah Nur, who intends to thrive by bringing destruction to the world.

Setelah dua film superhero besar rilis, Batman v Superman serta Captain America: Civil War, kali ini seri X-Men kembali mencoba unjuk gigi untuk bersaing. Usaha untuk me-reboot franchise X-Men telah dilakukan dengan baik melalui seri sebelumnya X-Men: Days of Future Past. Segala kemungkinan cerita menjadi terbuka dan memungkinkan sama sekali lepas dari alur kisah dan logika seri X-Men awal. Usaha untuk meremajakan seri ini juga kembali tampak di film ini dengan memunculkan karakter-karakter lama di usia remaja mereka.

Alkisah ribuan tahun silam, En Sabah Nur (Apocalypse), mutan tertua telah menguasai dunia layaknya dewa. Dan sebuah peristiwa di masa lalu menggagalkan rencana tersebut dan sang dewa terkubur sekian lama hingga akhirnya bangkit. Pasca kejadian seri terdahulu dikisahkan para tokohnya kini hidup lebih tentram, Charles (Prof. X) bersama Hank (Beast) sukses menjalankan sekolah untuk para mutan, Eric (Magneto) hidup bahagia bersama keluarganya, sementara Raven (Mistique) sibuk membantu rekan-rekan mutannya yang dimanfaatkan manusia. Apocalypse yang secara tak sengaja dibangkitkan kembali membangun kekuatannya untuk menghancurkan dunia dan menggantinya dengan dunia baru.

Dari ringkasan cerita sudah terlihat sekali kisahnya yang amat klise untuk genrenya. Karakter Apocalypse terlalu lemah latar kisahnya sehingga kita tidak mampu bersimpati ke tokoh ini. Siapakah dia dulu sebenarnya? Ini penting karena menjadi motif mengapa ia ingin menghancurkan semuanya. Semua plot yang terkait tokoh ini menjadi lemah motifnya. Dengan segala kekuatan tak terbatas serta abadi, ia sepertinya juga tidak butuh bantuan orang lain dan bisa menjadi dewa tanpa harus menghancurkan dunia. Ternyata abadi tidak membuatnya bijak.

Baca Juga  Sonic the Hedgehog 3

Karakter Apocalypse sepertinya hanya menjadi pemicu untuk menggerakan tokoh-tokoh X-Men untuk menuju ke sebuah titik untuk bisa memulai kembali dengan seri sekuelnya kelak dengan tim lengkap. Kisah filmnya kali ini terlalu mudah diprediksi tanpa ada kejutan sedikit pun. Sekitar 70% filmnya didominasi dialog yang sangat membosankan sebelum aksi klimaks habis-habisan yang itu pun sudah tidak lagi mengejutkan. Dengan belasan karakter super yang membludak justru membuat kisahnya terlihat tidak fokus namun masih tertolong oleh latar cerita dari seri-seri sebelumnya. Bagi penonton yang baru ini menonton seri X-Men ini jelas bakal dibuat kebingungan.

Selain pencapaian visual, X-Men Apocalypse tidak mampu menawarkan apapun yang baru bagi franchise serta genrenya. Para pemain sudah bermain baik, catatan khusus pada Michael Fassbender (Eric) namun talenta mereka terbuang percuma oleh naskahnya yang klise. Beberapa karakter seperti Jean Grey dan Scott muda punya potensi sangat baik di sekuelnya kelak. X-Men Apocalypse dengan tokoh-tokoh ikonik super dan genrenya, jelas mustahil tidak sukses komersil namun kali ini adalah kemunduran jauh untuk franchise X-Men Universe, terutama jika ingin bersaing dengan kompetitor tangguhnya, Marvel Cinematic Universe.

WATCH TRAILER

PENILAIAN KAMI
Overall
60 %
Artikel SebelumnyaCivil War Raih USD 940 Juta dalam 3 Minggu!
Artikel BerikutnyaKomedi Gokil 2
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses