Youth (2015)

124 min|Comedy, Drama, Music|04 Dec 2015
7.3Rating: 7.3 / 10 from 83,920 usersMetascore: 64
Retired orchestra conductor Fred Ballinger is on vacation with his daughter Lena and his film director best friend Mick Boyle in the Alps when he receives an invitation from Queen Elizabeth II to perform for Prince Philip's birthday.

Saya lebih suka melihat film Youth karya Paolo Sorentino ini sebagai kumpulan puisi yang diramu dalam satu film. Banyak sequence bahkan shot nya seperti sepotong puisi pendek yang indah dinikmati terpisah dan baru lebih bermakna kalau dinikmati dalam satu kesatuan film yang utuh. Seperti saat adegan Maradona bermain  juggling dengan bola tenis, dengan tubuh obesitas dan nafas yang pendek dia menendang bola keatas beberapa kali dengan lihainya, setelah lelah dia berhenti mendekati asisten/istrinya yang menyediakan tabung oksigen. Jika kita mengenal sedikit saja kisah hidup Diego Armando Maradona, scene ini berbicara banyak.

Youth berkisah tentang Fred Balinger (Michael Caine) komponis sekaligus konduktor orkestra yang sudah pensiun, melakukan liburan di salah satu resor di kaki pegunungan Alpen. Ditemani oleh teman lamanya, sutradara Mick Boyle (Harvey Keitel) yang berlibur sekaligus menyusun skenario dengan eksperimen kreatif  bersama teman-teman mudanya. Liburan seperti ini adalah liburan rutin bagi mereka beberapa tahun terakhir. Ditengah liburannya Balinger mendapatkan undangan dari Ratu Elisabeth II untuk tampil kembali dalam acara ulang tahun Pangeran Philips dengan menampilkan karyanya yang paling terkenal Simple Song number 3, tetapi Balinger menolaknya. Balinger ditemani anak perempuannya Lena (Rachel Weisz) yang mengalami krisis pernikahan dengan  Julian (Ed Stopard), anak Boyle.

Yang memungkinkan cerita ini berjalan begitu indah adalah setting yang menarik dan imaginatif. Sebuah Resor mewah di kaki pegunungan Alpen (Resor yang sama digunakan dalam film Grand Budhapest Hotel) yang menyediakan pelayanan istimewa, mulai penginapan dengan segala fasilitas mewah ditambah perawatan medis layaknya Rumah Sakit kelas atas. Setiap malam ditampilkan pertunjukan kelas wahid, mulai dari musik, sirkus maupun pertunjukan aneh lainnya. Setting imaginatif ini memugkinkan orang-orang terkenal dan kaya merasa nyaman untuk menginap dan beristirahat dalam waktu yang lama. Selain Balinger dan Boyle, menginap juga Miss Universe (Madalina Diana Ghenea), Jimmi Tree (Paul Dano), aktor popular Hollywood yang mepersiapkan diri untuk produksi film di Jerman dan yang paling menarik perhatian semua pengunjung Hotel, Diego Armando Maradona (Roly Serano).

Youth adalah cerita tentang menjadi tua dan bagaimana mencari “perdamaian” dengan diri sendiri dan orang sekitar melalui seni yang telah mereka jalani. Bagi Balinger yang tidak mau memainkan lagi komposisi terbaiknya simple song number 3 karena dia hanya ingin komposisi itu dinyanyikan ataupun direkam dengan suara istrinya (istrinya adalah muse/inspirasi terbesar Balinger) yang saat ini sudah tidak bisa menyanyi lagi karena sakit. Meski ditawari Sopranos terbaik didunia, Sumi Jo, sebagai penyanyi untuk komposisinya, Balinger tetap menolak. Sementara Boyle, dia tidak bisa lepas dengan karakter perempuan yang telah dia orbitkan terutama yang diperankan oleh Brenda Morel (Jane Fonda). Bagi mereka menjadi tua adalah menjaga kemudaan mereka, salah satunya dengan menceritakan hal-hal menarik dan terlupakan saat muda maupun bertaruh seperti kanak-kanak untuk taruhan-taruhan kecil. Kadang memang terkesan meratapi masa tua yang sepi dengan cerita masa muda yang menggairahkan. Keduanya merasakan kesendirian, meskipun kadang kesendirian itu membawa mereka kembali ke imagi-imagi masa lalu. Seperti ketika Balinger duduk ditengah padang rumput, dia mengkonduk suara-suara sapi, dedaunan, burung dan lain-lain menjadi komposisi yang menarik, meski sudah pensiun Balinger tetap berusaha bermain dengan suara-suara terutama suara alam.

Baca Juga  Arrival, Film Fiksi Ilmiah yang Membingungkan?

Dialog dalam film ini adalah dialog-dialog cerdas yang hanya mampu di obrolkan oleh karakter-karakter dalam film ini. Meskipun bagi sebagian orang dialog dalam film ini  terkesan prestisius, tetapi saya merasakan kalau dialog ini sangat mungkin diucapkan oleh orang-orang dengan latar belakang dalam film ini. Dialog begitu cerdas, sering menggelitik kadang terkesan menggurui namun tetap mengalir lembut. Salah satu potongan dialog yang cukup prestisius tetapi cukup menggelitik adalah ketika Jimme Tree bertanya tentang hubungannya dengan komposer kondang Igor Stravinsky yang di film ini dianggap sebagai mentor/teman Balinger :

Jimme tree : Teel me about Stravinsky. Ceritakan pada
saya tentang Stravinsky.

Balinger : He once said that, “intellectuals have no taste” from that moment on I did everything I could not to became intellectual, & I succeded. Dia pernah berkata “Para intelektual tidak mempunyai cita rasa” sejak saat itu apapun yang saya lakukan, saya tidak berusaha menjadi intelektual, dan saya berhasil.

Bagi saya dialog ini begitu menggelitik karena diucapkan oleh karakter yang digambarkan sebagai seorang maestro.

Sering sebuah puisi berasa meditatif (tentu tergantung pembaca dan pendengarnya), begitu juga scene maupun shot dalam film ini. Meditatif bagi karakter-karakter di film ini maupun saya sebagai penonton. Seperti ketika Biksu Tibet yang sering meditasi di Resor tersebut mampu melayang di saat tidak satu orang pun melihatnya padahal selama ini dia diejek bahwa dia tidak bisa melayang oleh Balinger dan tamu Resort lainnya. Atau ketika perempuan yang bekerja sebagai juru pijat, mengisi malamnya dengan menari menirukan permainan tarian dengan lagu-lagu yang popular dengan penuh penghayatan. Atau saat Balinger dan Boyle sedang berenang, tiba-tiba Miss Universe datang dengan telanjang berjalan didepan mereka, sungguh perfecto.

Paolo Serentino sering disebut sebagai The Next Fellini, sama-sama dari Italia, mempunyai gaya sinematik yang mirip dengan cerita-cerita serius penuh metafor. Setelah The Great Beauty yang memenangkan Oscar untuk best foreign language untuk tahun 2014, tahun ini dia kembali dengan Youth. Dua-duanya adalah puisi dalam kemasan film tentang orang-orang yang bertanya dan berusaha menemukan jawaban melalui seni.

Film ini ditutup dengan sebuah pertunjukan orkestra yang dikonduk oleh Balinger. Akhirnya dia mau kembali mengkonduk Simple Song number 3 meskipun saat ini sopranosnya adalah Sumi Jo (Sopranos terkenal dari Korea Selatan yang memerankan dirinya sendiri) bukan istrinya. Pertunjukan ini atas undangan Ratu Elisabeth II untuk ulang tahun pangeran Philips yang pernah ditolak Balinger. Sesaat sebelum memulai komposisi simple song number 3, Balinger menatap Sumi Jo, Sumi Jo tersenyum, tetapi tidak ada senyum dari Balinger, tetapi toh dia tetap memainkan komposisi tersebut. Seperti anaknya Lena, yang berada entah jauh dimana menemukan ketenangan dengan memanjat tebing bersama pelatih panjat tebing resor yang tidak seganteng mantan suaminya, tetapi memberikan perasaan nyaman bagi Lena. Apakah Balinger telah berdamai dengan dirinya, muse-nya, seninya, saya tidak tahu ! Lebih baik saya kutip beberapa bait lirik simple song no 3.

I feel complete
I lose all control
I lose all control
I respond

I feel chills
I break
I know all those lonely nights
I know all those lonely nights

I know everything
I lose all control
I get a chill
I know all those lonely nights

Artikel SebelumnyaStar Wars: The Force Awakens Bakal Pecahkan Rekor Box Office
Artikel BerikutnyaMad Max Fury Road Berjaya di Critics Choice Award 2016
Pernah belajar film secara formal di Jogja dan Jakarta. Pernah dan masih membuat film diwaktu luang. Sekarang tinggal dan beraktifitas di Kota Bogor. Ketika akan menonton film selalu ingat dengan kata-kata “Hidup terlalu singkat untuk menonton film yang jelek”. Penulis saat ini mengasuh kolom frontier pada montasefilm.com

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.