Nama Yandy Laurens mulai dikenal ketika ia menyutradarai Keluarga Cemara. Namanya kemudian makin melejit ketika film Jatuh Cinta Seperti di Film-film yang disutradarainya berhasil membawa pulang enam piala Citra, termasuk kategori film cerita panjang terbaik dan penulis skenario asli terbaik. Lantas bagaimana dengan karya terbarunya yang berjudul 1 Kakak 7 Ponakan?

Ibarat sebuah cerita dalam novel, Yandy Laurens, yang juga menjadi penulis naskah film ini, tak ingin bertele-tele dalam menyusun bab pembuka. Ia segera menyodorkan konflik yang sesuai dengan gambaran penonton ketika melihat poster dan membaca sinopsisnya.

Dalam sepuluh menit pertamanya penonton sudah dapat melihat karakter utama yang baru lulus sebagai arsitek, Hendarmoko alias Moko (Chicco Kurniawan), tiba-tiba berubah peran dari seorang kakak kemudian menjadi kepala keluarga yang mengurus dan membiayai keempat keponakannya,  Woko (Fatih Unru), Nina (Freya JKT48), Ano (Hadir H.S), dan bayi Ima.

Cerita pun kemudian bergulir tentang peliknya mengurus empat keponakan yang kemudian ditambah satu lagi, anak titipan dari guru piano bernama Gadis alias Ais (Kawai Labiba). Masalah pun diperumit dari soal mencari pekerjaan, mengurus keponakan, dan hubungan dengan kekasih, Maurin (Amanda Rawles). Lantas apakah masalah akan selesai setelah Moko berhasil bekerja sebagai arsitek?

Penulis belum menonton trailer ataupun menonton sinetron berjudul sama yang pernah tayang di RCTI tahun 1996. Jadinya tidak banyak gambaran tentang ceritanya, hanya menebak-nebak lewat poster dan film sejenis. Tema film ini memang bukan sesuatu yang baru, ada beberapa seri dan film populer yang juga mengangkat kisah serupa seperti Shameless dan Cheaper by the Dozen. Ada juga manga berjudul My Big Family karya Naoki Shigeno yang bercerita tentang anak perempuan tertua yang mengurus tujuh adiknya.

Baca Juga  Five Nigths at Freddy's

Dari segi cerita, tema semacam ini banyak disukai oleh para penonton Indonesia, terutama keluarga. Ceritanya bisa ditebak akan mengharu biru dan kaya akan pesan moral. Tidak ada yang salah dengan hal tersebut. Dari segi cerita memang ceritanya cukup menarik meski alurnya mudah ditebak dan kurang ada unsur kebaruan. Kali ini sepertinya Yandy Laurens mencoba main aman, atau mungkin karena ia ingin setia dengan karya aslinya yang ditulis oleh Arswendo Atmowiloto.

Karena penulis karya asli Keluarga Cemara sama-sama Arswendo dan sutradaranya sama-sama Yandy Laurens, maka kedua film ini memiliki nuansa yang mirip-mirip. Baik dari segi konflik, kemasan, dan penyelesaiannya, tak banyak berbeda. Dari segi jajaran pemain memang lebih solid di 1 Kakak 7 Ponakan, namun dari segi penyelesaian lebih unggul di Keluarga Cemara.

Berbeda dengan bagian pembuka yang tidak banyak basa-basi, adegan menuju penyelesaian di 1 Kakak 7 Ponakan terasa berlarut-larut. Bagian ini terasa cukup melelahkan setelah penonton diajak ikut merasai rumitnya masalah di bagian konfliknya. Dialognya juga beberapa di antaranya berulang sehingga terkesan agak monoton.

Dari segi visual, akting pemain, blocking tidak ada yang mengecewakan. Namun ada bagian yang mengganjal selama menonton yakni detail karakter dan product placement-nya yang begitu mencolok.

1 Kakak 7 Ponakan sepertinya akan mengulang kesuksesan Keluarga Cemara. Cerita yang berisi, kaya pesan moral, dengan konflik mengharu biru, namun sayangnya tak ada sesuatu yang baru. Sihir Yandy dalam hal pengalaman cerita dan visual sinematik dalam film ini kurang berhasil.

PENILAIAN KAMI
Overall
70 %
Artikel SebelumnyaFlight Risk | REVIEW
Artikel BerikutnyaDark Nuns | REVIEW
Dewi Puspasari akrab disapa Puspa atau Dewi. Minat menulis dengan topik film dimulai sejak tahun 2008. Ia pernah meraih dua kali nominasi Kompasiana Awards untuk best spesific interest karena sering menulis di rubrik film. Ia juga pernah menjadi salah satu pemenang di lomba ulas film Kemdikbud 2020, reviewer of the Month untuk penulis film di aplikasi Recome, dan pernah menjadi kontributor eksklusif untuk rubrik hiburan di UCNews. Ia juga punya beberapa buku tentang film yang dibuat keroyokan. Buku-buku tersebut adalah Sinema Indonesia Apa Kabar, Sejarah dan Perjuangan Bangsa dalam Bingkai Sinema, Antologi Skenario Film Pendek, juga Perempuan dan Sinema.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.