New Reviews

Warfare | REVIEW

Di luar otentisme visual serta pesan tentang keberanian dan patriotisme, Warfare adalah satu tontonan “melelahkan” di tengah situasi global yang kini tengah membara dan selama ini AS selalu ada di tengah-tengahnya.

Final Destination: Bloodlines | REVIEW

Selain segmen pembuka yang mengesankan dan aksi-aksi brutalnya, Final Destination Bloodlines mencoba meremajakan formula melalui kisah eksposisi latar serinya dengan cara bergegas tanpa menyentuh substansi cerita.

Perang Kota | REVIEW

Walau didukung sisi visual yang tampak mewah, Perang Kota terjebak dalam titelnya yang tidak sikron dengan plot dan kisah aslinya.

Holy Night: Demon Hunters | REVIEW

Holy Night: Demon Hunters hanya menyajikan rutinitas subgerenya tanpa menambah apa pun, tidak terkecuali aksi jotosan maut Don Lee.

Mendadak Dangdut | REVIEW

Walau naskahnya agak keteteran, namun penonton dihibur dengan rangkaian aksi komedi yang cukup berhasil membuat tertawa geli

The Gesuidouz | Jeonju IFF 2025

Perpaduan kisah dan estetika yang unik dan absurd, The Gesuidouz memelintir subgenrenya (music biography-fiction) dengan kekacauan dan keindahan yang hadir bersamaan.

1978 | Jeonju IFF 2025

1978 mengawali dengan sempurna melalui tone politiknya, namun plotnya berubah menjadi tipikal horor gore tanpa banyak mengeksplorasi kedalaman premisnya.

The Message | Jeonju IFF 2025

Melalui pendekatan personal, The Message mencoba memadukan elemen fiksi, dokumenter, dan metafisik dalam satu tontonan yang mengusik rasa penasaran dengan kedalaman yang mengejutkan.

Some Like it Cold | Jeonju IFF 2025

Some Like it Cold adalah percobaan eksplorasi cerita bagi subgenrenya dengan pendekatan low budget yang kurang memberikan gigitan membekas.

The Mother and the Bear | Jeonju IFF 2025

The Mother and The Bear menyajikan sebuah perspektif kisah ibu dan putrinya yang unik di negeri perantauan, melalui kemasan estetika serta penampilan akting sang ibu yang memukau

Series

Retrospeksi

News

Artikel Lepas

Pabrik Gula seperti kebanyakan film horor lokal kita, tidak memiliki masalah dari sisi pencapaian visual. Untuk liburan lebaran kali ini, dua film horor unggulan, sama-sama mengecewakan dari sisi penceritaan.
Walau secara visual telah memiliki banyak peningkatan, namun Qodrat 2 masih memiliki banyak kelemahan cerita.
Melalui Ranjang Pengantin, Teguh Karya mampu memproduksi karya melodrama masterpiece yang tak lekang jaman, baik melalui inovasi visual serta moral value-nya
Imperfect bukan sekadar film; film ini berfungsi sebagai cermin sosial yang tajam, menyoroti isu bullying dengan cara yang mendalam. Melalui kisah yang diangkat, secara tidak langsung merepresentasikan fenomena bullying, memberikan kesempatan bagi penonton untuk merenungkan pengalaman yang mungkin pernah mereka lihat atau bahkan alami sendiri.
error: Content Is Protected, DON\'T COPY!!!