baby reindeer

Alunan tembang populer berjudul “I Started a Joke” milik The Bee Gees ketika tokoh utama, Donny Dunn (Richard Gadd) berjalan dengan lunglai. Tembang ini selaras dengan tema miniseries Baby Reindeer, yang suram dan ironis. Donny Dunn, seorang komedian yang tak kunjung sukses. Sembari terus mengejar mimpinya, ia bekerja di sebuah pub. Suatu ketika datang seorang pengunjung wanita yang nampak lesu.

Merasa kasihan, Donny menraktir perempuan tersebut agar ia tersenyum. Namun perempuan yang kemudian mengenalkan dirinya sebagai pengacara bernama Martha Scott (Jessica Gunning) menganggap berbeda niat baik Donny. Ia kemudian tiap hari datang ke tempat Donny bekerja dan menghujaninya dengan pesan. Donny resah dengan tingkah laku Martha. Awalnya ia enggan melaporkan kelakuannya ke polisi. Hingga Martha mengancam orang-orang terdekatnya.

Tak sedikit miniseries yang terinspirasi dari kisah nyata. Salah satunya adalah miniseries yang baru tayang di Netflix ini. Dengan adanya tambahan informasi bahwa series ini diangkat dari kisah nyata, maka hal ini menambah rasa penasaran penonton untuk menyaksikannya. Dan untunglah Baby Reindeer masih memiliki beberapa hal yang bisa membuat penonton setia untuk menontonnya hingga tamat.

Magnet film ini adalah Donny yang diperankan dengan apik oleh Richard Gadd, yang juga penulis novel dan pencipta series ini. Oleh karena cerita ini diangkat dari pengalaman pribadi Gadd ketika ia dikuntit,  maka rupa-rupa emosi Donny nampak natural di sini.

Emosi Donny di sini gado-gado dan campur aduk.   Sebagai komedian, ia senang membuat dan mendengar orang tertawa. Hal inilah yang membuatnya merasa nyaman akan keberadaan Martha di awal-awal pertemuan. Namun ekspresi senang dan bahagia Donny kemudian lenyap dan berubah menjadi ketakutan ketika Martha mengetahui begitu banyak informasi pribadinya. Ia merasa tak nyaman ketika Martha terus menggedor ruang pribadinya.

Rollercoaster emosi Donny inilah yang disorot dalam series ini. Di suatu adegan, ia terlihat kebingungan memperlihatkan perasaannya sebenarnya ketika menyingkapi masalah yang diakibatkan oleh Martha. Rupanya ada trauma berat pada masa lampau yang disembunyikan Donny yang kemudian terungkap di sebuah episode. Ia memiliki kecemasan Martha suatu saat  mengungkap orang terdekatnya yang berkaitan dengan trauma masa lalunya ini.

Baca Juga  The Cloverfield Paradox

Selain sosok Donny, penonton akan sulit teralihkan oleh sosok Martha yang misterius. Ia nampak rapuh, namun juga cerdik dan licin. Tokoh-tokoh di sekitar Donny juga menarik. Utamanya Teri, (Nava Mau) kekasihnya, yang ternyata seorang transgender. Hubungan Donny dan ibu mantan kekasihnya, Liz (Nina Sosanya) yang hangat seperti anak dan ibu, juga sesuatu yang tidak biasa.

Detail aktivitas yang dilakukan si penguntit, seperti isi pesan dan typo pesan juga memberikan bumbu dalam film ini. Demikian juga  dengan lagu yang menutup tiap episode seperti menggarisbawahi emosi tokoh utama yang terjadi saat itu.

Cerita dalam series ini sekilas mengingatkan pada film Joker versi Joaquin Phoenix. Beberapa bagian memang agak mirip, seperti bagaimana Donny berupaya keras menjadi komedian dan bagaimana pahitnya kehidupan riilnya. Hal ini membuat penonton mungkin bertanya-tanya dan menebak-nebak apakah bakal ada plot twist dalam miniseries ini? Jangan-jangan pelaku penguntitan adalah Donny sendiri. Hampir di tiap episode ada pertanyaan seperti itu, akankah ada kelokan cerita menjelang akhir cerita?

Miniseries ini sendiri terdiri dari tujuh episode dengan masing-masing episode berkisar sekitar 30 menitan. Oleh karena durasi tiap episodenya tidak panjang, maka miniseries ini bakal disukai oleh mereka yang menginginkan tontonan menarik yang tidak banyak menguras waktu.

Ya  cerita tentang penguntit memang bukan sesuatu yang baru di kancah perfilman. Namun ketika cerita ini diangkat dari kisah nyata dengan aktor yang mengalaminya sendiri, maka segala emosi dan pesan dalam film yang disutradarai oleh Weronika Tofilska dan Josephine Gunning ini pun bisa diterima oleh penonton dengan lebih natural.

PENILAIAN KAMI
Overall
70 %
Artikel SebelumnyaThe Fall Guy
Artikel BerikutnyaThe Roundup Punishment
Dewi Puspasari akrab disapa Puspa atau Dewi. Minat menulis dengan topik film dimulai sejak tahun 2008. Ia pernah meraih dua kali nominasi Kompasiana Awards untuk best spesific interest karena sering menulis di rubrik film. Ia juga pernah menjadi salah satu pemenang di lomba ulas film Kemdikbud 2020, reviewer of the Month untuk penulis film di aplikasi Recome, dan pernah menjadi kontributor eksklusif untuk rubrik hiburan di UCNews. Ia juga punya beberapa buku tentang film yang dibuat keroyokan. Buku-buku tersebut adalah Sinema Indonesia Apa Kabar, Sejarah dan Perjuangan Bangsa dalam Bingkai Sinema, Antologi Skenario Film Pendek, juga Perempuan dan Sinema.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.