“Mripatku ketutup, wes ora ono sing iso nulungi.” (Mataku sudah tertutup, tidak ada yang bisa membantu.) – Sudarsih
Kehidupan Sudarsih (Ully Triani) berubah drastis ketika Sudarsih menolak bisikan ruh jahat untuk membunuh suaminya. Ketika melihat cermin di kamarnya, ia mulai kesurupan dan kemudian lumpuh. Sementara suaminya, Taryadi, (Dian Sidik) masuk rumah sakit jiwa. Usaha rumah makan mereka yang laris pun akhirnya tutup. Rahasia keluarga Sudarsih ini disampaikan dalam film horor Perewangan.
Teror yang menimpa keluarga Sudarsih masih berlanjut. Taryadi yang baru pulang dari rumah sakit jiwa seperti terkena bisikan ruh jahat. Ia bunuh diri disaksikan putrinya, Maya (Davina Karamoy). Sejak kejadian tersebut Maya semakin sering mendapat gangguan supranatural. Ia semakin was-was saat merawat ibunya yang lumpuh. Ia juga kuatir adiknya, Wulan (Beby Evelyn) juga bakal diganggu.
Sementara itu paman dan bibinya membujuk Maya agar segera menjual rumahnya. Paman dari saudara tiri ibunya, Pakde Roni (Septian Dwi Cahyo) memberi pesan ke Maya agar menutup rapat-rapat cermin di kamar ibunya. Ia menduga ada makhluk jahat dari cermin berkaitan dengan semua kejadian buruk yang menimpa keluarga mereka dimulai dari kakeknya. Ia menyebut makhluk jahat itu perewangan.
Perewangan adalah adaptasi dari utas horor di platform X karya JeroPoint yang viral tahun lalu. Dalam utas tersebut, Jero mengaku mendapat pesan dari seseorang yang menyebut dirinya Maya dan mendapat gangguan supranatural yang menyiksanya. Ya, film horor ini disebut-sebut diangkat dari kisah nyata.
Ini adalah utas JeroPoint kedua yang diangkat ke layar lebar. Karya sebelumnya yang difilmkan adalah Di Ambang Kematian yang berhasil meraup lebih dari 3 juta penonton. Berbeda dengan Di Ambang Kematian yang disutradarai oleh Azhar Kinoi Lubis, Perewangan ini dipercayakan ke Awi Suryadi. Sebelumnya Awi sukses mengantar cerita horor viral KKN di Desa Penari ke kisaran angka 10 juta penonton, namun dengan banyak kritikan akan eksekusi ceritanya.
Awi sepertinya banyak belajar dari kekurangan KKN di Desa Penari. Ia mengajak JeroPoint ikut bergabung di tim naskah bersama-sama dengan Andri Cahyadi dan Baskoro Adi Wuryanto. Cara bertutur cerita dalam film ini tidak plek mengikuti gaya bercerita dalam platform X yang relatif agak lompat-lompat. Mereka meramunya lagi agar cerita lebih mengalir.
Ada beberapa perbedaan kisah antara di utas X dan di film. Namun perbedaan urutan cerita dan para tokohnya tidak menghalangi esensi cerita. Bahkan, cerita di film terasa lebih runtut. Sejak di awal film, Awi membuat penonton tersedot dalam atmosfer rumah keluarga Sudarsih yang mencekam. Penonton diajak memasuki sudut-sudut rumah hingga bagian yang nampak terabaikan. Di sana Sudarsih melakukan ritual dengan melibatkan lesung. Suasana dan pengambilan gambar di adegan awal tersebut salah satu adegan yang terbaik di film ini. Penonton langsung dibuat tak nyaman sejak di awal, tanpa banyak persiapan.
Skoringnya juga mendukung, dengan noise yang kemresek dan kemudian menjadi ikon di film ini. Noise itu muncul berulang di berbagai adegan, menandakan akan ada sesuatu yang terjadi. Skoring ini dipercayakan ke Aghi Narottama yang telah tiga kali meraih piala Citra. Suasana mencekam ini juga terbantu lewat efek suara dan bagian tata suara lainnya.
Visual adalah salah satu kelebihan Awi dalam bercerita. Ia tak banyak menampilkan sosok makhluk gaib itu secara frontal, melainkan berupaya membangun atmosfer mencekam yang kokoh. Alhasil penonton akan langsung waspada ketika Maya memasuki ruangan demi ruangan di dalam rumahnya yang besar. Desain sosok gaibnya sendiri malah tidak begitu menyeramkan dari sisi makeup maupun efek visualnya.
Awi nampaknya ingin mempertahankan gaya bercerita JeroPoint yang menampilkan gangguan supernatural secara intens. Penonton seperti dibiarkan tanpa jeda untuk merasai kengerian dan ketegangan dalam film ini. Menonton film ini rasanya seperti lari kencang dan ngos-ngosan. Cukup melelahkan meski hanya berkisar 109 menit.
Dari segi akting Davina Karamoy tampil memikat sebagai Maya. Ketakutannya, kecemasannya, dan kesedihannya cukup natural. Namun yang cukup mencuri perhatian adalah sosok Andy/Rif yang di dalam film ini berperan sebagai Yangkung, kakek Maya.
Setelah mendapatkan adegan pembuka yang impresif, dan gangguan supranatural yang intens, sayangnya adegan penutup Perewangan malah terkesan begitu saja. Meski Awi kemudian memberikan kejutan di akhir sebagai bonus.