Konsep Prekuel Usang dan Datar

insidious-32 Juni 2015

Sutradara: Leigh Whannel
Produser: Jason Wan/Oren Peli/Jason Blum
Penulis Naskah: Leigh Whannel
Pemain: Dermot Mulroney/Stefanie Scott/Lin Shaye/Leigh Whannel
Sinematografi: Brian Pearson
Editing: Timothy Alverson
Ilustrasi Musik: Joseph Bishara
Studio: Blumhouse Production/Entertainment One/Automatik Entertainment
Distributor: Focus Features/Gramercy Pictures/Stage 6 Films
Durasi: 97 menit
Bujet: $ – juta

Sukses Insidious dan Insidious Chapter 2 membuat produser kembali melanjutkan seri ini, yang kali ini mencoba pendekatan cerita yang berbeda, yakni prekuel dari dua film sebelumnya. Inti kisahnya adalah latar belakang tokoh paranormal, Elise Reiner (Shaye) sebelum ia membantu keluarga Lambert di dua film sebelumnya. Alisah seorang gadis, Quinn (Scott) yang hidup bersama adik dan ayahnya, meminta bantuan Elise untuk menyelesaikan masalahnya dengan almarhum ibunya. Usaha Elise membantu Quinn justru menjadi jalan bagi sebuah entiti kuat dan jahat untuk menguasai roh sang gadis. Plot yang sudah tidak asing bukan?

Sebuah prekuel menawarkan sebuah proses bukan hasil akhir namun alur kisah yang tidak jauh-jauh dari dua seri sebelumnya membuat prosesnya sangat mudah ditebak. Sejak awal, cerita sudah berjalan dengan tempo lambat dan datar tanpa kejutan berarti. Usaha menambah ketegangan melalui Quinn yang dipaksakan sedemikan rupa sehingga tidak bisa meninggalkan kamarnya juga tidak membantu cerita menjadi lebih menarik. Alam roh yang menjadi daya tarik seri sebelumnya juga muncul kembali tanpa ada sesuatu yang baru sama sekali. Unsur ketegangan nyaris tak ada, terlalu datar, dan semua masih mengambil konsep sama dari dua kisah sebelumnya. Cerita justru sedikit hidup ketika duo pemburu hantu, Tucker dan Specs (dimainkan sendiri oleh sang sutradara) menyisipkan sisi humor.

Baca Juga  Euphoria, Pengalaman Perempuan dalam Travelling

Bicara soal unsur ketegangan dan kejutan dari sisi horor, semuanya nol. Ilustrasi musik biola yang menyayat yang menjadi salah satu kekuatan seri sebelumnya sama sekali tak muncul kecuali pada kredit pembuka dan penutup. Usaha menakuti penonton melalui kejutan-kejutan kecil dengan permainan on dan off screen frame sudah tidak mempan lagi. Semua tekniknya sudah usang dan tidak efektif lagi seperti pada dua seri sebelumnya. Sentuhan James Wan (kini menjadi produser), sineas seri sebelumnya serta film horor fenomenal, The Conjuring, sama sekali tidak tampak lagi, dan sineas debutan, Leigh Whannel tidak mampu membawa ke film ini ke level tersebut.

Insidious Chapter 3 adalah percobaan prekuel horor yang gagal dengan konsep formula dua seri sebelumnya dengan konflik yang datar. Film ini semata hanya mencoba mendompleng kesuksesan dua film sebelumnya tanpa menawarkan sesuatu yang baru. Film ini berada di level yang sama dengan The Woman in Black 2: Angel of Death baru lalu, sebuah film sekuel yang gagal. Popularitas dua film sebelumnya bisa jadi masih mampu menolong film ini secara komersil.

MOVIE TRAILER

PENILAIAN KAMI
Total
30 %
Artikel Sebelumnya“Bond Woman”, Predikat Baru untuk Perempuan dalam Film James Bond
Artikel BerikutnyaCollin Trevorrow Tak Akan Sutradarai Sekuel Jurassic World
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

2 TANGGAPAN

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.