New Reviews

The Monkey | REVIEW

The Monkey adalah satu horor konvensional yang absurd, brutal, dan efektif.

Mickey 17 | REVIEW

Bong Joon-ho konsisten dengan konsep dan tema favoritnya dengan dukungan kuat penampilan kastingnya, walau Mickey 17 terhitung bukan tontonan sci-fi awam.

A Complete Unknown | REVIEW

Di luar nomor-nomor musiknya yang dilantunkan meyakinkan oleh kasting utamanya, A Complete Unknown bisa jadi adalah tontonan sempurna bagi fans sang legenda, namun tidak buat penonton awam.

Conclave | REVIEW

Detail, intens, dan penuh twist, Conclave adalah pencapaian langka untuk genrenya melalui penampilan menawan sederetan kasting seniornya dengan dukungan penuh semua elemen sinematiknya.

The Gorge | REVIEW

The Gorge memiliki premis segar bagi genrenya dengan kehadiran dua bintang besarnya, sayangnya naskahnya tidak sepadan dengan level pemain, serta penurunan performa dari sang sineas.

Rahasia Rasa | REVIEW

Rahasia Rasa memiliki tampilan yang menggugah selera. Namun, bumbu masakannya agak berlebihan sehingga menurunkan 'cita rasanya'.

Cleaner | REVIEW

Mengapa Die Hard adalah film terbaik untuk formulanya? Oleh karena film buruk macam Cleaner masih saja diproduksi dengan aksi-aksi yang tidak membekas.

Captain America: Brave New World | REVIEW

Intens, nonstop, dan aksi yang menghibur, Captain America: Brave New World merupakan thriller politik kompleks yang bisa jadi bukan untuk semua fansnya.

I’m Still Here | REVIEW

Sepenggal kisah kelam rezim masa lalu disajikan berkelas oleh I’m Still Here melalui perspektif drama keluarga serta penampilan para kastingnya yang menawan.

Nosferatu | REVIEW

Di luar kisahnya yang mencomot karya Bram Stoker, Nosferatu adalah unjuk kemampuan sang sineas untuk menegaskan gaya estetiknya yang khas.

Series

Retrospeksi

News

Artikel Lepas

Melalui Ranjang Pengantin, Teguh Karya mampu memproduksi karya melodrama masterpiece yang tak lekang jaman, baik melalui inovasi visual serta moral value-nya
Imperfect bukan sekadar film; film ini berfungsi sebagai cermin sosial yang tajam, menyoroti isu bullying dengan cara yang mendalam. Melalui kisah yang diangkat, secara tidak langsung merepresentasikan fenomena bullying, memberikan kesempatan bagi penonton untuk merenungkan pengalaman yang mungkin pernah mereka lihat atau bahkan alami sendiri.
Alih-alih masyarakat lokal memiliki daya untuk berbicara mengenai daerahnya sendiri, justru Makbul Mubarak memilih bidak-bidak kondang berprivilege nasional untuk merepresentasi dan membicarakan mereka.
Film Vina: Sebelum 7 Hari bukanlah film terbaik di genre-nya, namun secara moral menjadi pemicu pengungkapan fakta sosial dan tegaknya keadilan hukum yang sebenarnya, terlepas dari semua pro dan kontra yang membayanginya.
error: Content Is Protected, DON\'T COPY!!!