Insya Allah Sah 2 mengikuti petualangan Raka yang baru dan kali ini digarap duo sineas, Anggi dan Bounty Umbara. Anggi sebelumnya kita tahu sukses menggarap seri Comic 8 dan Warkop reboot. Film ini masih dibintangi Panji Pragiwaksono sebagai Raka, dan kini menampilkan Donny Alamsyah dan Luna Maya. Bersaing bersama film lebaran lainnya, Insya Allah Sah 2 diharapkan mampu meraih sukses karena film pertamanya pun sukses meraih lebih dari 600 ribu penonton.

    Selepas dari seri pertama, Raka kini mencoba mencari peruntungan nasib di Jakarta. Malang tak dapat ditolak, di perjalanan ia bertemu dengan Gani, seorang napi buron yang kini bahkan tengah dikejar satu kelompok gangster karena ia mengambil uang mereka. Gani meminta tolong bantuan Raka. Namun, kembali Raka memaksanya membuat nazar untuk bertobat dan kembali ke jalan Allah jika ia lepas dari ini semua, dan sang lelaki mengiakan. Memaksa nazar hanya untuk hal ini? Tak hanya ini, semua sisi cerita yang ada di film ini memang serba memaksa.

   Apa yang menjadi nilai lebih film pertama, kini sama sekali tak tampak dalam sekuelnya. Formula dua tokoh utama yang berbeda karakter menjadi sisi menarik film pertamanya. Raka yang alim, polos, dan lugu, selalu muncul sambil “ceramah” di momen yang tak “pas” untuk mengingatkan si bawel, Silvi yang selalu emosional dan jauh dari perilaku agamawi. Chemistry antara Raka dan Silvi ini yang menjadi daya tarik utama untuk menampilkan sisi komedinya.

     Formula yang sama kini coba kembali digali, namun sosok Gani jelas berbeda dengan Silvi. Sosok karakter Gani yang keras dan kasar terlalu serius untuk “ceramah” Raka. Gani berulang kali menodongkan pistolnya ketika Raka menasehati. Hasilnya, tak ada yang lucu. Sisi komedi yang mau dimunculkan menjadi tumpul, bahkan hingga akhir. Efek Raka, rasanya tak banyak berpengaruh bagi Gani selain karena situasi sulit yang membuatnya menjadi bersikap seperti itu. Intinya, sosok karakter Gani amat tanggung. Sisi religinya juga tanggung. Semua serba tanggung dan memaksa. Di ending, sebuah pancingan adegan untuk sekuel keduanya justru rasanya pas untuk sosok pejabat macam ini.

Baca Juga  Nini Thowok

     Namanya juga film komedi, apalagi yang mau dijual selain banyolan dan komedi. Namun, apa yang disajikan dalam film ini hanya banyolan receh dengan semua aksinya yang nyaris tak bernalar. Formula komedi “Warkop” yang absurd jelas tak bisa bekerja untuk plot jenis ini. Tone film ini memiliki plot dan arah cerita yang jelas sehingga unsur komedinya menjadi tampak berlebihan. Hal ini sudah tersaji dari adegan aksi kejar-mengejar di awal film. Anehnya lagi, semua yang ada di film ini tampak serba kebetulan. Betul-betul serba kebetulan!

     Oke deh, namanya juga film komedi, bisa kita maafkan walau agak sedikit kelewatan. Hal yang jelas tak bisa dimaafkan adalah nalar ceritanya. Semua serba tak masuk akal. Nyaris tiap adegannya, pasti ada saja yang janggal dan tak logis. Coba kita lihat dari segmen awal saja. Rutan hanya memiliki tembok pagar setinggi itu? Seberapa jauh sih letusan pistol bisa didengar dari ruangan satu ke ruangan lain dalam satu rumah? Naskah memang menjadi masalah besar film ini dan rasanya solusi yang lebih logis dan tak memaksa juga tak sulit dicari tanpa mengurangi sisi komedi sekaligus pesan religius filmnya. Film pertamanya sudah melakukan ini semua dengan cukup baik.

WATCH THE TRAILER

PENILAIAN KAMI
Overall
20 %
Artikel SebelumnyaWonder Woman 1984
Artikel BerikutnyaSam Mendes dan Spielberg Garap Film Perang Dunia I
memberikan ulasan serta artikel tentang film yang sifatnya ringan, informatif, mendidik, dan mencerahkan. Kupasan film yang kami tawarkan lebih menekankan pada aspek cerita serta pendekatan sinematik yang ditawarkan sebuah film.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.