Rumah Dara, Film horor-thriller yang berjudul alias Macabre ini disutradarai oleh Timo Tjahjanto dan Kimo Stamboel (Mo Brothers). Ini adalah debut film panjang mereka setelah memproduksi film-film pendek seperti Sendiri (2003) dan film slasher Dara (2007). Selama 95 menit penonton dibawa dalam suasana mencekam berlumuran darah. Film slasher ini konon menghabiskan 11 galon darah hewan dan darah sintetis.
Suatu malam satu rombongan muda-mudi bertolak dari sebuah bar di Bandung menuju ke Jakarta, yakni Adjie (Ario Bayu), istrinya Astrid (Sigi Wimala), adiknya Ladya (Julia Estelle), serta tiga sahabatnya, Jimi, Eko, dan Adam. Sesaat setelah meninggalkan bar tersebut, mobil mereka nyaris menabrak seorang gadis muda. Gadis tersebut bernama Maya, ia tampak shock dan mengaku telah dirampok. Karena kasihan, Maya akhirnya diantar pulang oleh mereka menuju sebuah daerah terpencil di tengah hutan. Sampailah mereka di sebuah sebuah rumah tua milik sosok wanita misterius bernama Dara (Shareefa Danish). Sebagai rasa terima kasih Dara menawarkan mereka untuk menginap di rumah tersebut. Mereka sama sekali tidak menyadari bahaya besar yang akan menimpa mereka malam itu.
Sebenarnya tidak ada yang spesial dari plot Rumah Dara. Good versus evil. Tipikal slasher. Tidak ada pola baru yang dihadirkan. Plotnya pun biasa saja seperti film-film slasher lazimnya namun Mo Brothers mampu menyajikannya dengan apik. Adegan demi adegan disuguhkan sangat menegangkan, aksi-aksi sadis dan keji yang mencekam membuat penonton akan sering menutup mata. Jalan cerita tidak membosankan sekalipun hanya mengambil tempat 90 persen di sekitar rumah tua tersebut. Seperti biasa, logika cerita banyak menjadi masalah. Begitu banyak pintu di rumah tua ini. Pintu utama pada awal cerita sudah jelas-jelas digembok agar Ladya dan kawan-kawannya tidak bisa keluar, namun para polisi dan Aming bisa masuk dari depan dengan mudahnya. Karakter Aming mampu memberikan sensasi yang berbeda ketika suasana mencekam dialihkan menjadi komedi.
Namanya juga film slasher. Aksi sadis dan keji penuh darah menjadi nilai lebih filmnya meskipun kadang terlihat berlebihan. Beberapa adegan bahkan kelihatan sekali di-cut karena mungkin kelewat brutal. Adegan-adegan aksi berdarahnya terasa sangat nyata. Make-up tampak meyakinkan dan para pemain tidak selalu tampak cantik seperti kebanyakan film kita. Adegan Dara beraksi ketika ia menggunakan gergaji mesin untuk membunuh korban merupakan satu adegan yang paling seru dan menarik. Begitu juga saat pisau yang dibawa Adam menusuk tangan Astrid dari balik pintu. Rumah dan propertinya cukup layak untuk setting film ini, mengingat Dara dan keluarga adalah produk tahun 1800-an. Sayang ilustrasi musiknya tergolong biasa saja.
Bicara akting pemain, akting Shareefa Danish yang misterius dengan suara tegas memperkuat karakternya dan menambah serius suasana filmnya. Dialog juga disajikan secukupnya, tidak mengobral omongan dan basa basi. Para pemain juga bermain natural dan tampak sudah cukup matang mendalaminya. Film ini juga tidak mengumbar adegan-adegan mesum seperti film kita kebanyakan. Rumah Dara bisa saja menjadi sebuah pelopor dalam dunia perfilman Indonesia. Film ini mampu menyajikan sebuah aksi berdarah yang nyata, make-up meyakinkan, set dan properti yang mendukung, akting yang baik, serta cerita yang tidak berlebihan. Meskipun film ini tidak bisa ditonton oleh semua usia tapi menonton film lokal yang bermutu memang enak.
WATCH TRAILER