Satu lagi genre aksi thriller spionase dirilis, dengan menampilkan aktris bintang Kate Beckinsale ke genre aksi yang membesarkan namanya. Canary Black adalah film garapan sineas spesialis aksi Pierre Morrel yang kita kenal melalui Taken (2008), from Paris with Love (2010), serta Gunman (2015).  Selain sang bintang, turut pula didukung nama-nama seperti Ray Stevenson, Rupert Friend, Saffron Burrows, serta Ben Miles. Di bawah bayang-bayang popularitas film-film spionase sukses lainnya, akankah film ini bisa bersaing secara kualitas dan komersial? Berat.

Avery Graves (Beckinsale) adalah seorang agen CIA tangguh yang hidup bahagia bersama sang suami. Suatu ketika, sang suami diculik sekelompok teroris, dan Avery dipaksa untuk mencuri file rahasia berinisial Black Canary. File ini berisi informasi tak ternilai yang konon berisi data-data pribadi para petinggi negara di seluruh dunia. Untuk mendapatkan file ini, Avery pun harus menghadapi agensinya sendiri sekaligus mencari cara untuk menyelamatkan sang suami.

Plotnya terasa familiar? Benar, plot ini memang banyak mengingatkan pada film garapan sang sineas, Taken, dan memadukannya dengan tipikal kisah spionase, di mana sang protagonis menjadi buron dari pemerintah. Aksinya didominasi kucing-kucingan antara sang agen pembelot dengan agensi dan pihak ketiga lainnya. Bagi para penikmat spionase, beberapa kejutan cerita juga tak akan sulit untuk diantisipasi.

Jika dibandingkan dengan seri populer macam James Bond, Mission Impossible, atau seri Bourne, film ini jelas jauh beda level. Aksi heboh pun tersaji, hanya saja tampak lebih “murah” ketimbang seri film di atas. Aksi dan koreografi tarungnya pun terasa medioker dan kurang menggigit jika dibandingkan dengan seri Taken. Untuk sekadar hanya bernostalgia dan memuaskan fans sang aktris seperti dalam seri Underworld, Canary Black terbilang cukup menghibur.

Baca Juga  Dream Scenario

Canary Black menyajikan segala tipikal genre aksi spionase hanya berbeda level bujet. Film ini rasanya lebih tepat untuk tayangan streaming ketimbang bioskop. Beberapa film spionase rilisan streaming pun, kini sudah tak tanggung-tanggung menyajikan aksi-aksi laga heboh, sebut saja Heart of Stone, The Gray Man, hingga The Union yang rilis baru lalu. Daripada membuang waktu dan uang menonton di bioskop, tunggu saja rilis streaming-nya, kecuali kalau kalian fans berat Kate Beckinsale. Selamat menonton.

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
50 %
Artikel SebelumnyaIt’s What’s Inside
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.