Apakah tema horor eksorsisme barat telah merambat masuk ke Korea? Devils Stay rilis di Korea tanggal 14 November lalu, dan mulai tayang di Indonesia tanggal 6 Desember. Disutradarai oleh Moon-Sub Hyun, film ini memiliki trailer yang terlihat sangat menarik. Bahkan premis film yang dibintangi oleh Park Shin-Yang, Lee Min-Ki dan Lee Re ini juga menarik.
Film ini menceritakan tentang seorang dokter bedah jantung, Cha Seung-Do (Park), dan putrinya, Cha So-Mi (Lee Re) yang baru saja mendapatkan donor jantung. Alih-alih menjadi sehat, putrinya mulai bertingkah aneh dan kejam, seperti kerasukan. Setelah di eksorsis oleh Romo Ban (Lee), tiba-tiba ia meninggal karena serangan jantung. Namun keanehan terus terjadi, dan Seung-Do serta keluarganya terus diganggu oleh kejadian-kejadian aneh. Seung-Do menjadi percaya bahwa putrinya entah bagaimana masih hidup, dan berusaha membangunkannya. Dianggap gila oleh semua orang, satu-satunya orang yang percaya kepadanya adalah Romo Ban yang merasa bahwa eksorsismenya belum tuntas. Namun pandangan medis dan pandangan religius mereka bertabrakan. Apakah mereka bisa menyelamatkan So-Mi?
Premis cerita ini sungguh menarik, dan ada banyak hal yang patut dipuji di film ini. Film Korea memang biasanya memiliki kemampuan teknis film dan pacing yang sangat baik. Tidak lupa dengan casting yang sangat pas dan akting natural. Sepertinya secara pengemasan, film ini tidak perlu dipertanyakan lagi. High-effort dan cukup teliti. Misteri di film ini dibawakan dengan baik pula. Segalanya jelas dan dieksekusi dengan baik.
Film ini mirip dengan The Exorcist (1973), namun dengan latar belakang Korea dan drama emosional khas film Korea. Hal yang menarik di film ini adalah penggambaran kerasukan yang tidak sembunyi-sembunyi. Bahkan di trailernya diperlihatkan tubuh So-Mi yang mengambang di tempat publik, di hadapan banyak orang sekaligus. Begitu pula dengan Seung-Do yang tidak segan atau tidak takut dianggap gila melakukan semua yang ia lakukan demi So-Mi, yang di mata orang lain sudah mati. Ini adalah hal yang menarik dan berbeda dari biasanya, di mana sebuah kejadian horor biasanya terfokus pada satu kelompok orang saja dan si iblis tidak menunjukkan kekuatannya di hadapan banyak orang.
Film ini membangun konflik emosional antara ayah dan anak dengan begitu baik. Penonton dibuat mengerti mengapa Seung-Do melakukan segala cara untuk mencoba menyelamatkan anaknya. Semua tindakan-tindakannya yang didasari perasaan goyah akibat tekanan dan godaan iblis pun dapat dimengerti. Hal ini dapat menjelaskan mengapa Seung-Do terkesan ingin memperbaiki dan menyelamatkan So-Mi sendirian tanpa bantuan orang lain, termasuk Romo Ban. Ceritanya sungguh berfokus antara hubungan ayah dan anak ini. Janjinya untuk selalu melindungi putrinya, rasa bersalah, rasa sayang dan semuanya ditunjukkan dengan begitu efektif, khas sekali karya ala Korea.
Apakah film ini menyeramkan? Film ini lumayan menyeramkan, dengan adegan-adegan seram yang dibuat dengan baik. Jumpscare-nya pun lumayan tersusun, namun daripada menyeramkan, kesannya lebih menegangkan dan seru. Namun adegan-adegan seram film ini hanya setara dengan adegan-adegan seram film horor Hollywood, seperti film buatan Amerika yang berganti setting di Korea. Ditambah sudut pandang religi di sini yang mengambil Agama Katolik, bukan suatu yang sarat budaya Asia atau Korea seperti Exhuma (2024) atau The Wailing (2016). Hal ini membuat film Devils Stay ini tidak memiliki keunikan yang kuat kecuali plot emosionalnya dan keputusan alur cerita yang terang-terangan menunjukkan aspek supernatural yang di luar nalar di depan banyak orang.
Ada suatu alasan mengapa film ini mirip dengan The Exorcist, bukan hanya dari temanya. Film ini memiliki penyelesaian yang mirip. Hal ini sedikit membuat kecewa, namun dapat dimengerti mengingat semua aspek emosional yang telah dibangun sejak awal. Kecewa itu sendiri adalah karena sepertinya film ini juga dibangun dengan sudut pandang religi yang kuat, namun mengapa tidak diselesaikan dengan jalur religi? Oke, Seung-Do merasa bertanggung jawab dan telah berjanji untuk melindungi putrinya yang sangat ia sayangi hingga ia tidak peduli lagi bahwa segalanya tidak masuk akal. Ia juga merasa keputusannyalah yang paling benar daripada si iblis menyakiti lebih banyak orang. Namun apa gunanya kekuatan iman dan Romo Ban kalau ia tidak diberi kesempatan membantu?
Sepertinya ending film ini terlalu buru-buru. Jika film ini ditutup dengan sedikitnya sekali lagi satu perlawanan dengan jalur religi, mungkin penonton akan lebih percaya bahwa tak ada lagi yang bisa dilakukan, dan hanya satu konklusinya.
Hanya ada satu hal yang tidak masuk akal di film ini, atau mungkin kurang dijelaskan. Filmmaker sudah memutuskan untuk menunjukkan sisi supranatural di film ini secara terang-terangan di hadapan banyak orang sekaligus. Dan bahkan berani ‘menghidupkan kembali’ karakter yang sudah dinyatakan mati secara medis beberapa hari—bahkan sudah keluar-masuk lemari pendingin mayat. Bukankah ini menunjukkan betapa kuatnya kekuatan supranatural si iblis di film ini? Lalu mengapa si iblis repot-repot melakukan semua yang ia lakukan?
Kalau tujuannya mau membunuh, ya bunuh saja. Toh dia sudah ‘berhasil’ membunuh agar bisa ‘bangkit kembali’. Si iblis juga terlihat bisa membunuh dua orang lain yang sudah ia rasuki. Lalu kalau tujuannya bangkit, ya bangkit saja. Kenapa memamerkan kekuatan supranaturalnya, membuang kesempatan dan malah pindah badan? Oke, ini mungkin menjelaskan mengapa Seung-Do membuat keputusan itu untuk mengakhiri itu semua di ending. Segalanya demi melindungi mereka yang ia sayangi. Dan memang benar bahwa Romo Ban juga gagal mengatasi iblis ini. Apakah si iblis memang sudah merasa kalah, tak bisa lagi bertahan di tubuh So-Mi, jadi berniat melarikan diri membawa satu nyawa lagi? Karena itu ia pindah badan? Maka artinya, Romo Ban sebenarnya bisa meng-eksorsis-nya dari Seung-Do!
Jadi mana yang benar? Iblis terlalu kuat hingga tidak bisa diatasi, dan keputusan itu satu-satunya cara? Ataukah iblis ini sudah kalah dan sesungguhnya bisa di eksorsis? Itulah yang membuat film ini memiliki ending yang kurang memuaskan.