Terowongan misterius itu bernama Urashima. Konon terowongan itu akan mengabulkan apa pun keinginanmu. Tapi, sebagai bayarannya ia akan mengambil waktumu seribu hari. Cerita terowongan misterius tersebut tersaji dalam anime fantasi The Tunnel to Summer, the Exit of Goodbyes, yang tayang mulai Rabu (15/11) di jaringan CGV dan Cinepolis Indonesia. Anime yang naskahnya ditulis dan disutradarai oleh Tomohisa Taguchi ini termasuk yang terlambat tayang di Indonesia karena di negara asalnya, film ini tayang perdana pada September 2022.
Legenda terowongan tersebut menjadi legenda urban di sebuah kota kecil di Jepang. Kaoru Touno, siswa SMA di kota tersebut, juga mengetahui kisah tersebut. Suatu ketika, secara tak sengaja ia menemukan terowongan tersebut. Saat itu ayahnya yang sedang mabuk melakukan kekerasan kepadanya. Ia menganggap Kaoru bertanggung jawab atas kematian adiknya, Karen. Sedih dan takut, Kaoru berlari keluar rumah. Saat di persimpangan rel kereta, ia terjatuh dan kemudian menemukan terowongan aneh tersebut.
Di dalam terowongan, ada pepohonan dan warna-warni yang indah namun juga terasa misterius. Kaoru kemudian merasa ketakutan ketika menemukan salah satu sandal milik adiknya yang telah meninggal. Ia juga menemukan burung parkir miliknya yang telah meninggal. Ketika ia berhasil keluar dari terowongan, waktu telah berlalu seminggu. Takut dan penasaran, Kaoru ingin kembali ke sana untuk menemukan adiknya. Kali ini ia tak sendiri. Anak baru di kelasnya, Anzu Hanashiro akan ikut serta. Ia juga berharap mendapatkan keinginannya.
Studio Clap tergolong baru dalam memproduksi anime-nya sendiri. Dua anime produksi mereka yang populer yaitu Kono Sekai no Tanoshimikata: Secret Story Film (2020) dan Pompo: The Cinéphile (2021). Meski karya mereka belum banyak, kualitas gambar mereka patut diapresiasi. Gambarnya detail, transisinya halus, dan palet warna yang dipilih juga pas dalam menggambarkan situasi dalam film tersebut.
Pilihan Clap mengangkat cerita light novel karya Mei Hachimoku yang dirilis tahun 2019 ini tepat. Pasalnya, light novel yang kemudian juga diadaptasi menjadi serial anime ini memiliki cerita yang menarik, dengan unsur fantasi dan isu tentang anak-anak yang ditelantarkan orang tuanya.
Dunia yang ada dalam terowongan tersebut ditampilkan dengan cantik, namun seperti menyimpan misteri. Penonton bisa saja mengira anime ini bergenre horor karena suasana dalam terowongan tersebut nampak tidak enak dan beberapa bagian nampak menyeramkan.
Penonton rasanya sulit untuk tidak bersimpati kepada Kaoru yang tidak mendapat kasih sayang dari ayahnya. Penonton juga akan penasaran dengan latar belakang kisah Anzu yang sering menyebut dirinya yatim piatu. Penonton juga pasti menebak-nebak wujud harapan yang ingin didapatkan Anzu dari terowongan tersebut hingga rela mengorbankan waktunya.
Sekilas nuansa anime ini mengingatkan pada tema-tema fantasi ala Makoto Shinkai seperti Kimi no Na wa (2016) dan Voices of a Distant Star (2002). Nuansanya memang agak-agak mirip dengan adanya gap waktu dan tokohnya yang sepasang remaja, meski ceritanya berlainan.
Secara keseluruhan kualitas grafis dari anime The Tunnel to Summer, the Exit of Goodbyes ini tak kalah dengan anime populer yang muncul belakangan ini. Ceritanya pun komplit, ada bagian yang akan membuat penonton tegang, haru, juga tersenyum gembira. Iringan musik dari Harumi Fuuki akan makin memicu emosi-emosi penonton itu hadir.