Slumberland adalah film fantasi petualangan arahan sineas kawakan Francis Lawrence. Lawrence adalah sineas dibalik sukses seri The Hunger Games, film thriller sci-fi, I Am Legend, hingga Constantine. Hanya bermodal tujuh film yang diproduksinya, kali ini ia mencoba sesuatu yang baru untuk target genrenya. Naskahnya diadaptasi dari komik anak-anak klasik, Little Nemo in Slumberland karya Winsor McKay yang rupanya pernah dibuat film animasinya, Little Nemo: Adventures in Slumberland (1989). Slumberland dibintangi oleh aktor laga kenamaan Jason Momoa, lalu Marlow Barkley, Chris O’Dowd, dan Kyle Chandler. Film berbujet raksasa sebesar USD 150 juta ini dirilis oleh Netflix minggu lalu.

Life is what happens when you are awake.”

Nemo (Barkley) adalah seorang gadis cilik yang tinggal bersama ayahnya di sebuah pulau kecil dengan rumah mercusuar. Ayahnya (Chandler) sering mendongeng tentang dunia mimpi yang bernama Slumberland. Suatu ketika, sang ayah tewas dalam sebuah kecelakaan kapal dan Nemo pun terpaksa harus tinggal bersama sang paman (O’Dowd). Dalam tidurnya, Nemo masuk ke dalam alam mimpi dan bertemu dengan sosok eksentrik bernama Flip (Momoa). Flip mengaku adalah mantan rekan ayahnya dan tahu di mana sang ayah berada. Petualangan pun dimulai.

Slumberland adalah sebuah tontonan menarik yang lazimnya dibuat oleh sineas macam Tim Burton atau Guillermo Del Toro. Kisah bernuansa sejenis sudah seringkali kita temui melalui kisah klasik macam The Wizard of Oz dan Alice in Wonderland. Walau kisah tipikal macam ini tak sulit terbaca arahnya, namun keunikan film ini adalah silih berganti antara ranah dunia nyata dan dunia mimpi. Sisi misteri dan ketegangan dibangun dari situasi ini dengan selalu berpindah dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Walau kisahnya bisa jadi terlalu rumit untuk anak-anak, namun naskahnya cukup solid dalam membangun jalinan dramatiknya hingga klimaks.

Baca Juga  Bedtime Stories

Satu kekuatan film ini jelas adalah sajian visualnya khususnya alam mimpi. Dalam beberapa momen, kisahnya mengingatkan pada Loki dan The Adjusment Bureau yang berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain menggunakan portal/pintu. Ini adalah satu poin yang membuat ketegangan kisahnya lebih menarik. Beberapa dari efek visualnya juga terlihat berlebihan dan terlalu sepi, seperti kota dan bangunan kaca yang kosong melompong, kecuali anehnya, truk sampah. Kantor biro polisi mimpi pun, anehnya juga kosong, diwakili hanya beberapa orang di elevator. Beberapa karakter seharusnya bisa terlibat lebih jauh dalam plotnya sehingga tidak berkesan senyap, ambil contoh bagus, rekan satu sekolah Nemo.

Walau masif dengan efek visual, Slumberland memiliki pesan menggugah serta penampilan si cilik yang memikat, plus Jason Momoa yang tampil beda. Dua bintang ini yang membuat film ini lebih hidup di antara kesenyapannya. Satu twist kecil di penghujung juga memberikan sedikit kehangatan dalam sepanjang kisahnya yang dingin. Plot tipikal alam fantasi semacam ini memang seringkali berfungsi sebagai metafora, dunia nyata yang kejam, penuh duka dan trauma. Kisahnya memberi solusi yang manis untuk bisa menghadapi segala duka dan luka kehidupan dengan menerima kenyataan dan membuka ruang bagi orang-orang terdekat dalam hidup kita.

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
70 %
Artikel SebelumnyaNostalgia
Artikel BerikutnyaThe Fabelmans
Hobinya menonton film sejak kecil dan mendalami teori dan sejarah film secara otodidak setelah lulus dari studi arsitektur. Ia mulai menulis artikel dan mengulas film sejak tahun 2006. Karena pengalamannya, penulis ditarik menjadi staf pengajar di Akademi Televisi dan Film swasta di Yogyakarta untuk mengajar Sejarah Film, Pengantar Seni Film, dan Teori Film sejak tahun 2003 hingga tahun 2019. Buku film debutnya adalah Memahami Film (2008) yang memilah seni film sebagai naratif dan sinematik. Buku edisi kedua Memahami Film terbit pada tahun 2018. Buku ini menjadi referensi favorit bagi para akademisi film dan komunikasi di seluruh Indonesia. Ia juga terlibat dalam penulisan Buku Kompilasi Buletin Film Montase Vol. 1-3 serta 30 Film Indonesia Terlaris 2012-2018. Ia juga menulis Buku Film Horor: Dari Caligari ke Hereditary (2023) serta Film Horor Indonesia: Bangkit Dari Kubur (2023). Hingga kini, ia masih menulis ulasan film-film terbaru di montasefilm.com dan terlibat dalam semua produksi film di Komunitas Film Montase. Film- film pendek arahannya banyak mendapat apresiasi tinggi di banyak festival, baik lokal maupun internasional. Baru lalu, tulisannya masuk dalam shortlist (15 besar) Kritik Film Terbaik dalam Festival Film Indonesia 2022. Sejak tahun 2022 hingga kini, ia juga menjadi pengajar praktisi untuk Mata Kuliah Kritik Film dan Teori Film di Institut Seni Indonesia Yogyakarta dalam Program Praktisi Mandiri.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.