Studio: MD Pictures
Produser:Hanung Brahmantyo, Karan Mahtani
Sutradara: Ifa Isfansyah
Penulis skenario : Alim Sudio, Salim Bachmid
Pemain: Prisia Nasution, Dinda Kanya Dewi, Indah Permatasari, Fachri Albar.
Durasi: 89 menit

Film yang kisahnya diadaptasi dari novel berjudul Pesantren Impian karya Asma Nadia ini bercerita tentang pesantren khusus perempuan yang ingin bertobat meninggalkan kehidupan lamanya dan kembali ke jalan agama. Pesantrenini uniknya terletak di sebuah pulau kecil yang terpencil. Dalam rombongan santriwati tersebut terdapat Briptu Eni (Prisia Nasution), seorang polisi yang menyelidiki  kasus pembunuhan yang tengah ia selidiki. Tak disangka-sangka tak lamapesantren ini digegerkan oleh pembunuhan salah seorang santriwati bernama Tanti. Misteri yang penuh teka-teki pun dimulai.

Kunci dari film thriller adalah unsur ketegangan. Film ini secara pelan-pelan sebenarnya mampu membangun teka-teki dan ketegangan dengan cukup baiknamun sayangnya dari kejadian pembunuhan demi pembunuhan yang terjadi kurang terlihat jika tokoh-tokohnya terancam sehingga intensitas ketegangannya terasa kurang menggigit. Persoalan membangun keteganganbukan hanyasoal pembunuhan yang terus-menerus memakan korbannamun juga rasa teror dan ancamanyang sebenarnya menjadi unsur ketegangan dan film ini kurang mampu menggambarkan hal tersebut.

Motivasi cerita juga menjadi kunci dari permasalahan filmnya. Mengapa sang pembunuh membunuh para santriwati-santriwati tersebut? Dendam atau motif lainnya? Di kisahnya walaupun teka-teki terjawab namun tak cukup kuat alasan untuk menjelaskan mengapa pembunuh itu membunuh banyak korban. Dalam filmnya tampaknya juga ingin menyelipkan pesan-pesan religius. Briptu Eni yang pada akhirnya terpanggil kembali untuk menjalankan ibadah tak terlihat proses yang signifikan serta latar mengapa dia melakukan hal tersebut.

Kekuatan utama dari aspek teknis film ini adalah setting. Aspek ini sebenarnya sudah sangat mendukung untuk mendapat kesan seolah-olahmereka “terperangkap” karena lokasi pesantren di sebuah pulau ditengah lautan. Opening credityang muncul di awal mampu menjelaskan tentang latar pesantren dengan baik. Akting dari para pemain juga cukup baikkhususnyaPrisia yang memerankan polisi wanita yang melakukan investigasi di pesantren tersebut. Beberapa hal terasa amat janggal seperti tokohustad yang muncul di awal, kadang muncul dan menghilang seiring denganpembunuhan yang terjadi.

Baca Juga  Badarawuhi di Desa Penari

Ditilik dari filmografi sang sutradara yang biasa menggarap genre drama, kali ini cukup unikmenggarap genre thriler yang berpadu dengan unsur religi. Genre religi memang kini masih menjadi tren dalam sinema kita. Penambahan formula thriller dalam genre ini memang menjadi hal baru namun belum terbukti selera pasarnya.Persoalan film ini sama seperti film-film kita kebanyakan, yakni lemahnya motivasi dan alur cerita. Secara teknis film ini sudah cukup mapan namun alangkah baiknya jika cerita yang dituturkan memiliki alur serta motivasi yang kuat.

Watch Trailer

Artikel SebelumnyaKung Fu Panda 3
Artikel BerikutnyaSpider-Man Akhirnya Muncul!
Agustinus Dwi Nugroho lahir di Temanggung pada 27 Agustus 1990. Ia menempuh pendidikan Program Studi Film sejak tahun 2008 di sebuah akademi komunikasi di Yogyakarta. Di sinilah, ia mulai mengenal lebih dalam soal film, baik dari sisi kajian maupun produksi. Semasa kuliah aktif dalam produksi film pendek baik dokumenter maupun fiksi. Ia juga lulus dengan predikat cum laude serta menjadi lulusan terbaik. Ia mulai masuk Komunitas Film Montase pada tahun 2008, yang kala itu masih fokus pada bidang apresiasi film melalui Buletin Montase, yang saat ini telah berganti menjadi website montasefilm.com. Sejak saat itu, ia mulai aktif menulis ulasan dan artikel film hingga kini. Setelah lulus, ia melanjutkan program sarjana di Jurusan Ilmu Komunikasi di salah satu perguruan tinggi swasta di Jogja. Penelitian tugas akhirnya mengambil tema tentang Sinema Neorealisme dan membandingkan film produksi lokal yang bertema sejenis. Tahun 2017, Ia menyelesaikan studi magisternya di Program Pascasarjana Jurusan Pengkajian Seni di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta dengan minat utama film. Penelitian tesisnya terkait dengan kajian narasi dan plot sebuah film. Saat ini, ia tercatat sebagai salah satu staf pengajar di Program Studi Film dan Televisi, ISI Yogyakarta mengampu mata kuliah teori, sejarah, serta kajian film. Ia juga aktif memberikan pelatihan, kuliah umum, seminar di beberapa kampus, serta menjadi pemakalah dalam konferensi Internasional. Biodata lengkap bisa dilihat dalam situs montase.org. Prestasi besar terakhirnya adalah menjadi nominator Festival Film Indonesia 2021 untuk kategori Kritikus Film Terbaik melalui artikel "Asih, Cermin Horor Indonesia Kontemporer" bersama rekan penulisnya, Miftachul Arifin.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.