the monkey

The Monkey adalah film horor bernuansa komedi arahan Osgood Perkins yang diproduseri James Wan. Film ini diadaptasi dari cerita pendek bertitel sama (1980) karya novelis horor kondang, Stephen King. Film ini dibintangi oleh Theo James, Tatiana Maslany, Colin O’Brien, Rohan Campbell, Sarah Levy, Adam Scott, serta Elijah Wood. Apakah yang bisa ditawarkan film horor berbujet USD 10 – 11 juta dollar ini untuk genrenya?

Si kembar cilik, Hal dan Bill Shelburn tinggal bersama ibunya, Lois (Maslany), setelah sang ayah menghilang. Hal yang kalem selalu menjadi bulan-bulanan rekan satu sekolah bahkan saudaranya sendiri. Suatu ketika, si kembar menemukan boneka mainan monyet yang bisa menabuh drum, dan Bill pun memutar kunci untuk menghidupkan, namun boneka tidak bereaksi. Malamnya, peristiwa mengerikan terjadi di sebuah restoran Jepang yang menewaskan pengasuh mereka. Tanpa mereka sadari si boneka memainkan drum di saat yang bersamaan. Setelah ini, kejadian demi kejadian mengerikan terjadi setelah kunci boneka diputar. Hal dan Bill pun membuang boneka tersebut ke dalam sumur, tragedi pun berakhir. Setelah 25 tahun berselang, teror yang sama kembali, dan Hal (James) kini harus mencari benda terkutuk tersebut untuk mencegah malapetaka terus terjadi.

Kisahnya yang diadaptasi dari cerita karya King memberi ekspektasi sebuah horor konvensional, seperti yang kita lihat sudah-sudah, macam The Shining, Pet Semetary, hingga It. Bagi fans seri horor Final Destination, kisahnya memiliki sedikit kemiripan. The Monkey tidak memiliki sosok seram, namun nuansa horornya begitu efektif dibangun melalui efek kutukannya. Jump scare yang dibangun perlahan (slow build) terhitung nihil dan tergantikan dengan sudden jump scare yang mengagetkan penonton melalui shot-shot kilas-baliknya. Plotnya pun secara konstan mampu memancing rasa penasaran, melalui potong silang adegan (crosscutting) satu karakter dengan lainnya. Ketika sang monyet mulai memainkan drum, pada momen inilah kita harus bersiap menghadapi sesuatu yang tak terduga. Satu hal di luar ekspektasi adalah sisi humor yang berkelas di sela-sela aksi brutalnya yang mengentalkan nuansa satirnya.

Baca Juga  Morbius

The Monkey adalah satu horor konvensional yang absurd, brutal, dan efektif.  Satu pembeda tegas film ini dengan film horor modern kebanyakan adalah sisi sadisme yang luar biasa. Adegan pembukanya rasanya telah cukup untuk membuat kita merasa mual. Kepala menggelinding, terbakar, hingga remuk dihantam beda tajam atau berat, dijamin memberi rasa tak nyaman selama menonton. Jeritan kecil di sana sini terdengar, seolah bersahutan dengan musik iringan jump scare yang mengagetkan.

So, what is the point? Mengapa sang monyet atau entah iblis dari mana, melakukan ini semua? Ini yang menarik untuk didebatkan. The Monkey adalah sebuah horor komedi satir dengan segala ke absurdan dan sisi brutalnya. Aksi random sang monyet adalah perumpamaan ego yang tak pernah lepas dari manusia yang selalu mencoba mencari solusi cepat tanpa melihat konsekuensi. Ada sebab pasti ada akibat, selama kebencian ada, maka di sanalah iblis berada. Atau mungkin sederhana, bisa jadi alam sudah muak dengan manusia dengan segala problemanya hingga mengirim satu monyet iblis yang mampu menghabisi mereka dalam satu hentakan.

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
75 %
Artikel SebelumnyaMickey 17 | REVIEW
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.