Sebelum Era 1980-an

Seperti halnya masa kini, film superhero pada masa ini diangkat ke layar lebar melalui popularitas komiknya. Awalnya kisah superhero banyak diadaptasi untuk film serial pendek yang diproduksi higga beberapa episode. Tercatat superhero adaptasi komik pertama yang diangkat ke layar lebar adalah Captain Marvel (Fawcett Comics). Captain Marvel adalah karakter superhero yang memiliki banyak kemiripan dengan Superman, seperti kebal peluru dan terbang. Film Captain Marvel sendiri diproduksi 12 seri pendek yang diawali melalui The Adventures of Captain Marvel (1941). Sukses serial ini kemudian diikuti beberapa serial superhero lainnya pada dekade yang sama, seperti Batman, The Phantom, Captain America, dan Superman. Film-film serial pendek ini sekalipun masih belum berwarna dan sederhana namun telah kaya dengan penggunaan efek visual.

Era 1950-an hingga 1960-an adalah era suram bagi film superhero sejalan dengan menurunnya popularitas serial superhero ditambah lagi dengan industri komik yang masa ini tengah ricuh. Pada dua dekade ini nyaris sama sekali tidak diproduksi film superhero, kecuali serial televisi Superman, Adventures of Superman (1952-1958). Tercatat serial ini adalah film serial superhero pertama yang ditujukan untuk pemirsa televisi. Lalu Batman (1966) yang merupakan film panjang dari serial pendeknya tercatat sebagai film superhero panjang pertama untuk rilis bioskop. Film dengan gaya unik ini tercatat pula menggunakan beberapa properti khas Batman seperti, Batmobile, Batcopter, hingga Batboat.

Setelah menghilang selama satu dekade akhirnya film superhero kembali dengan satu gebrakan besar melalui Superman (1978). Film arahan Richard Donner ini adalah film superhero pertama yang sangat sukses baik secara kritik maupun komersil dengan meraih pendapatan $300 juta di seluruh dunia. Film berskala besar ini kaya dengan efek visual yang mencengangkan plus dukungan bujet yang sangat besar kala itu, yakni $55 juta. Film ini juga sukses meraih 3 Oscar, untuk editing, musik, tata suara, serta penghargaan khusus untuk efek visual. Superman menjadi pelopor film superhero yang suksesnya kelak menginspirasi produksi film sejenis pada dekade mendatang.

Era 1980-an hingga 1990-an

Sukses luar biasa Superman membuat film superhero makin banyak diproduksi pada dua dekade ini dengan efek visual yang semakin mapan dan dukungan bujet yang semakin besar. DC Comics merajai era 1980-an melalui karakter-karakter superhero andalannya. Sekuel Supermansendiri diproduksi hingga tiga film sekalipun tidak sesukses film pertamanya, yakni Superman II (1980), Superman III (1983), dan Superman IV: The Quest For Peace (1987). Muncul pula film superhero wanita pertama mengikuti sukses Superman, Supergirl(1984). Mengakhiri dekade ini muncul Batman(1989) yang sukses luar biasa baik kritik maupun komersil melebihi sukses Superman. Film garapan sineas kondang, Tim Burton ini menjadi pembuka jalan bagi genre superhero pada dekade berikutnya. Film fenomenal ini juga dianggap menjadi pelopor film superhero modern yang mampu mengkombinasikan naskah, kasting, pencapaian artistik seperti kostum, properti, dan setting, hingga strategi pemasaran filmnya. Sementara beberapa film superhero minor lain juga diproduksi seperti, Swamp Thing (1982), The Toxic Avenger (1984), dan The Punisher(1989).

Baca Juga  The Perfect House

Pada dekade 1990-an, genre superhero bisa dianggap menjadi salah satu genre besar ditilik dari meningkatnya kuantitas produksi film superhero serta sukses komersil yang dihasilkan. Teknologi rekayasa digital (CGI) yang muncul pada dekade ini juga semakin memudahkan para pembuat film untuk memvisualisasi banyak hal yang belum bisa dicapai sebelumnya.

Mengawali dekade 1990-an, dua film superhero adaptasi komik sukses besar, yakni Teenage Mutant Ninja Turtles (1990) serta film kriminal unik, Dick Tracy (1990). Sukses Ninja Turtles yang meraih lebih dari $200 juta mengilhami produksi dua sekuelnya yang dibuat tak lama setelahnya, yaitu Teenage Mutant Ninja Turtles II: The Secret of Ooze (1991) dan Teenage Mutant Ninja Turtles III (1993). Di awal dekade ini pula diproduksi pula Darkman (1990) karya sineas Sam Raimi yang merupakan superhero orisinal non adaptasi komik. Film superhero populer adaptasi Marvel, Captain America(1990) garapan sebuah studio independen juga diproduksi walau tidak dirilis karena kualitasnya yang dibawah standar.

Karakter DC, Batman, tercatat paling produktif pada dekade ini. Sekuel Batman, Batman Returns (1992) kembali digarap Tim Burton. Sekalipun sukses serta digarap dengan pencapaian artistik yang lebih baik dari sebelumnya namun film ini dikritik karena dinilai terlalu gelap dan keras bagi penonton anak-anak. Sekuel keduanya juga diproduksi tiga tahun kemudian, Batman Forever (1995) yang kali ini digarap oleh Joel Schumacer. Dengan gaya artistik yang berbeda, bintang-bintang besar, serta kisah yang relatif ringan untuk anak-anak, film ini sukses besar melebihi sekuel sebelumnya. Sementara sekuel ketiganya, Batman & Robin (1997) banyak dianggap sebagai salah satu film superhero terburuk sekalipun terhitung sukses komersil. Filmnya banyak dikritik karena naskahnya yang buruk, salah kasting, serta terlalu banyak tergantung pada efek visual. Satu lagi adalah film animasi panjang, Batman: Mask of the Phantasm (1993) yang diadaptasi dari film seri animasi televisinya.

Tercatat pula pada dekade ini munculnya film-film superhero “gelap” yang juga merupakan adapatasi komik, seperti The Crow (1994), The Shadow (1994), Spawn (1997), dan diikuti cepat adaptasi komik Marvel, Blade (1998). Superhero-superhero ini tidak seperti lazimnya superhero sebelumnya banyak bersinggungan dengan “kematian” dan aspek mistik. Tercatat The Crow adalah pelopor film superhero jenis ini. Film garapan Alex Proyas ini dipuji karena pencapaian artistiknya yang khas serta sekuen aksi yang cepat. Begitu pula dengan Spawn, film superhero unik yang kaya efek visual. Bladedengan tokoh superhero separuh manusia separuh vampir tercatat adalah yang tersukses dengan dua sekuelnya pada dekade mendatang.

Sementara beberapa film superhero lain yang tercatat sukses diantaranya, The Mask (1994). Film komedi superhero unik ini dibintangi komedian kondang Jim Carey yang karakternya diadaptasi dari komik Dark Horse. Kemudian film superhero anak-anak, Mighty Morhin Power Rangers: The Movie (1995) yang diadaptasi dari serial televisi populer dengan sebuah sekuelnya. Beberapa film superhero yang gagal secara komersil diantaranya adalah The Phantom(1996), Steele (1997) yang diadaptasi dari komik DC, lalu Mystery Men(1999).

NEXT: Superhero Era 2000-an hingga Kini

1
2
3
Artikel SebelumnyaBatman, Pelopor Film Superhero Modern
Artikel BerikutnyaDari mOntase
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.