ali topan

Berandalan dari keluarga mapan yang jengah dengan ketimpangan sosial dan penindasan oleh konglomerat, memprotes kalangan atas lewat kebebasan bersuaranya. Kira-kira itulah sosok Ali Topan dalam film adaptasi novel berjudul sama karya Teguh Esha ini. Skenarionya digarap oleh penulis baru, Ifan Ismail, bersama Sidharta Tata yang sekaligus bertindak sebagai sutradara. Sebuah drama roman perjalanan kolaborasi Visinema Pictures dengan Legacy Pictures dan Kebon Studio. Sang berandal pembela rakyat kecil diperankan oleh Jefri Nichol. Ia bersama Lutesha, serta Ari Sihasale, Onadio Leonardo, Widika Sidmore, Omara Esteghlal, Axel Thomas, dan Bizael Tanasale. Belum lama sejak sang sineas mengarahkan film horor lewat Waktu Maghrib (2023), bagaimana dengan genre yang berbeda kali ini?

Para seniman jalanan di ibu kota menggalang aksi solidaritas untuk mendesak kesewenang-wenangan konglomerat terhadap rakyat kecil. Konser kecil mereka selenggarakan di bawah asuhan Opung Brotpang (Sihasale), dan Ali Topan (Nichol) ialah bagian penting dalam gerakan tersebut. Namun, hubungannya dengan Anna (Lutesha) dan konflik kelompoknya dengan Ojan (Tanasale) rupanya menimbulkan masalah hingga mengacaukan acara tersebut. Belum lagi muncul pengkhianat di antara anggota kelompoknya, serta fakta mengenai latar belakang keluarga Anna. Tak ayal, Topan yang didesak oleh persoalan rumit dari segala lini mesti mencari jalan keluarnya sendiri.

Sidharta Tata terhitung salah satu sutradara pendatang baru potensial berbakat sejak film panjang perdana arahannya, Waktu Maghrib, tayang. Meski bila ditarik garis lurus, rekam jejaknya masihlah lebih didominasi oleh series. Sebagai pendatang baru, hasratnya untuk bereksplorasi tampak masih besar. Para sineas debutan lainnya juga demikian lagipula. Lantas ia tuangkan hasrat tersebut melalui adaptasi novel Ali Topan. Bukan hanya melompat dari horor ke drama roman, melainkan pula ditambah elemen perjalanan. Pada titik ini, pengalamannya mengarahkan dua musim Pertaruhan: the Series (2022-2023) secara saling silang punya andil bagian dalam proses pembelajarannya.

Perjalanan yang dilakukan Topan bersama Anna juga menjadi pencarian jati diri, di samping solusi atau penebusan atas seluruh kesalahan dan kekacauan sebab tindakan-tindakan Topan. Motif serupa yang juga jamak dilakukan dalam film-film dengan segmen menempuh perjalanan melintasi kota-kota. Seperti 3 Hari untuk Selamanya (2007), Nona (2020) –yang bahkan lintas negara, ataupun Mudik (2019). Jadi tentu di antara kota-kota tempat Topan dan Anna singgah, terjadi pertemuan maupun perbincangan yang mendewasakan. Termasuk saat ada peristiwa darurat datang secara tiba-tiba dan kian mendesak sang tokoh utama, lalu ia putuskan untuk kembali pulang. Polanya kurang lebih acapkali demikian. Meski Ali Topan sendiri merupakan karya adaptasi dari sebuah novel sekalipun –yang mana tak bisa dihindari memang sudah memiliki plot perjalanan dengan pola semacam itu.

Baca Juga  Butterfly, Melayang Tinggi Entah Kemana...

Namun, Ali Topan tak sekadar cerita seputar perjalanan tersebut. Terdapat unsur politik dan siasat untuk melakukan “serangan” balik demi memperbaiki kesalahpahaman. Atas pemikiran Topan yang dimainkan dengan matang oleh sang pemeran. Seakan Nichol memang terlahir untuk peran tersebut. Di samping kesiapannya memerankan karakter yang lebih kurang mengandung kemiripan dengan perannya sebagai Elzan dalam Pertaruhan: the Series. Boleh jadi sang sineas melihat tanda-tanda kemiripan itu pula, lalu memutuskan sebaiknya memercayakan karakter seorang Ali Topan kepada Nichol sekalian. Misalnya untuk mengisi adegan perkelahian atau berlarian menyusuri jalanan sempit di antara rumah-rumah warga. Sikapnya yang cenderung memberontak juga bisa dibilang senada. Didukung Lutesha yang notabene secara fisiologis memenuhi tuntutan fisik karakter Anna.

Ali Topan terangkat banyak dengan adanya sang pemeran utama, sehingga meski polanya sedikit-banyak telah umum, tetapi tetap memberikan daya tarik. Tak pelak jika dikatakan Nichol sendiri sudah menghidupkan seorang Ali Topan dan mengejawantahkan sosok tersebut di layar lebar. Ketepatan yang sangat berbanding terbalik dengan (sebagai contoh) pemilihan Reza Rahadian sebagai Gaspar dalam 24 Jam Bersama Gaspar –yang mana merupakan adaptasi dari novel juga. Sebuah aspek vital ihwal kecocokan yang mestinya diperhatikan masak-masak. Sayang, film ini rupanya ditutup dengan aman dan lagi-lagi, kuasa di balik Ali Topan (juga Anna) menyelesaikan masalah. Seakan badai di sepanjang perjalanan sang tokoh utama tak pernah terjadi.

PENILAIAN KAMI
Overall
70 %
Artikel SebelumnyaI.S.S.
Artikel BerikutnyaPasutri Gaje
Miftachul Arifin lahir di Kediri pada 9 November 1996. Pernah aktif mengikuti organisasi tingkat institut, yaitu Lembaga Pers Mahasiswa Pressisi (2015-2021) di Institut Seni Indonesia Yogyakarta, juga turut andil menjadi salah satu penulis dan editor dalam media cetak Majalah Art Effect, Buletin Kontemporer, dan Zine K-Louder, serta media daring lpmpressisi.com. Pernah pula menjadi kontributor terpilih kategori cerpen lomba Sayembara Goresan Pena oleh Jendela Sastra Indonesia (2017), Juara Harapan 1 lomba Kepenulisan Cerita Pendek oleh Ikatan Penulis Mahasiswa Al Khoziny (2018), Penulis Terpilih lomba Cipta Puisi 2018 Tingkat Nasional oleh Sualla Media (2018), dan menjadi Juara Utama lomba Short Story And Photography Contest oleh Kamadhis UGM (2018). Memiliki buku novel bergenre fantasi dengan judul Mansheviora: Semesta Alterna􀆟f yang diterbitkan secara selfpublishing. Selain itu, juga menjadi salah seorang penulis top tier dalam situs web populer bertema umum serta teknologi, yakni selasar.com dan lockhartlondon.com, yang telah berjalan selama lebih-kurang satu tahun (2020-2021). Latar belakangnya dari bidang film dan minatnya dalam bidang kepenulisan, menjadi motivasi dan alasannya untuk bergabung dengan Komunitas Film Montase sejak tahun 2019. Semenjak menjadi bagian Komunitas Film Montase, telah aktif menulis hingga puluhan ulasan Film Indonesia dalam situs web montasefilm.com. Prestasi besar terakhirnya adalah menjadi nominator Festival Film Indonesia 2021 untuk kategori Kritikus Film Terbaik melalui artikel "Asih, Cermin Horor Indonesia Kontemporer" bersama rekan penulisnya, Agustinus Dwi Nugroho.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.