Sosok Batman rupanya tak ada hentinya di adaptasi ke media visual, kali ini melalui seri bertitel Batman: Cape Crusader. Satu hal yang menjadi catatan menarik adalah orang-orang di balik pembuatnya, terdapat nama-nama J.J. Abrams dan Matt Reeves sebagai eksekutif produser. Reeves kita tahu adalah sineas yang menggarap The Batman. Uniknya pula, seri ini diadaptasi dari komik-komik awalnya yang dirilis tahun 1940-an. Seri berdurasi rata-rata ini 22-24 menit ini memilki total 10 episode dan dirilis oleh Prime Video beberapa hari yang lalu. Akankan seri Batman kali ini menawarkan sesuatu yang berbeda dari sebelumnya?
Serinya ini mengisahkan awal-awal kemunculan Batman di Kota Gotham yang korup dan penuh aksi kriminal. Setiap episode memiliki kisah dan kasus berbeda yang tidak saling berhubungan. Beberapa nama tokoh yang sudah kita akrab hadir, seperti Alfred Pennyworth, Lucius Fox, Komisaris Gordon, Barbara Gordon (Jaksa), hingga Harvey Dent (Jaksa). Namun, satu hal yang membedakan adalah para villain-nya yang masih asing di telinga awam, seperti Clayface, Firebug, Jim Craddock, Onomatopoeia, Nocturna serta beberapa nama reguler, Catwoman, “The Penguin”, Harley Quinn, hingga Two Face. Batman juga dikisahkan belum memiliki Batcave dan beroperasi keliling kota menggunakan Batmobile.
Plotnya tidak terfokus pada aksi, namun investigasi ringkas dan selalu berbeda kasus pada tiap episodenya. Latar kisahnya pun mengikuti komiknya dengan nuansa era 1940-an dengan masih menggunakan teknologi pada masanya. Bagi yang pernah menonton film animasi lainnya, ini memang bukan kali pertama, kisah Batman tidak pada era modern. Investigasinya pun bukan satu penyelidikan yang kompleks dan rumit seperti seri The Long Halloween, namun untuk mudah diikuti. Bagi fans Batman animasi tentu kisahnya bukan hal yang mengejutkan, pun gaya animasinya yang bernuansa “noir”. Batman memang selalu identik dengan gaya “noir”.
Seperti kebanyakan serial, episode terbaik selalu diletakkan pada akhir, yakni episode 9 dan 10, yang saling terkoneksi. Kisahnya terfokus pada sosok Harvey Dent yang berbelok kepribadian sejak wajahnya tersiram cairan asam. The Dark Knight pernah mengeksplorasi kisah ini, namun ada yang berbeda dengan cerita kali ini, yakni relasinya dengan Barbara, Bruce, juga Batman. Intensitas ketegangan dan aksinya memuncak hingga klimaks, berakhir dengan sebuah tragedi yang menyentuh. Selama beberapa saat, kita diberi kejutan dengan satu adegan tak lazim, ketika Batman memegang sepucuk pistol dan mengarahkannya ke satu polisi korup. Saya pikir, ia bakal benar-benar akan melakukannya.
Batman: Cape Crusader merupakan adaptasi animasi untuk ke sekian kalinya melalui kisah investigasi dan kemasan visual yang bersahaja. Batman merupakan satu sosok superhero yang menarik untuk diangkat dalam banyak perspektif cerita. Sosoknya yang tidak memiliki kekuatan super dan tidak ingin membunuh menyebabkan sisi humanisnya lebih mampu membuat kita berempati ketimbang sosok super lainnya. Sosok Batman adalah bentuk keseimbangan abadi yang selalu eksis pada masa-masa terburuk. Ini mengapa sosoknya tidak pernah bosan untuk diangkat ke medium visual.