Foxtrot Six (2019)
114 min|Action, Drama, Sci-Fi|06 Mar 2020
5.4Rating: 5.4 / 10 from 1,566 usersMetascore: N/A
When a rogue regime threatens Indonesia's food supply in a bid for power, a former marine assembles a team of ex-comrades to end the hostile takeover.

Foxtrot Six merupakan film aksi fiksi ilmiah yang digarap dan ditulis oleh sineas debutan, Randy Korompis. Film ini juga melibatkan produser legendaris, Mario Kassar yang kita tahu pada era 1980-an dan 1990-an memproduksi film-film populer, macam Rambo 2 & 3, Terminator 2, Total Recall, hingga Basic Instinct.  Film ini juga dibintangi sederetan aktor-aktris kenamaan kita, seperti Oka Antara, Rio Dewanto, Chicco Jerikho, Arifin Putra, Mike Lewis, Julie Estelle, hingga Aurelie Moeremans. Trailer-nya yang telah muncul beberapa bulan lalu, penuh aksi dan ledakan, dan tampak kurang meyakinkan, lalu bagaimana filmnya?

Alkisah beberapa tahun mendatang, Indonesia menjadi salah satu negara terpenting di dunia karena sumber daya alam yang besar sebagai penghasil sumber makanan. Sebagai negara dengan kekuatan ekonomi yang pesat, tak ayal pucuk pemerintahan menjadi posisi yang strategis, serta menjadi rebutan beberapa rezim, yang kini dikuasai rezim otoriter bernama PIRANAS. Satu musuh besar PIRANAS adalah satu kelompok pemberontak yang menamakan dirinya The Reform. Angga adalah satu anggota dewan yang dipercaya oleh para pemimpin elit kelompok PIRANAS untuk menuntaskan The Reform. Tanpa diduga, Angga yang diculik kelompok The Reform bertemu kekasih lamanya yang dulunya seorang jurnalis, serta menemukan satu kenyataan besar tentang niat jahat rezim yang didukungnya.

Film ini dibuka dengan amat meyakinkan melalui sajian montage yang mengesankan tentang situasi dunia terkini, posisi negara Indonesia, hingga pergantian rezim yang terjadi. Oke, kita tahu sekarang apa yang terjadi dengan negara ini, namun setelah plot utama berjalan, nyaris hingga akhir cerita tak ada momen untuk bisa larut dalam cerita. Plotnya berjalan dengan begitu cepat tanpa memberikan emosi, ruang, dan waktu yang cukup untuk bisa masuk dalam tiap karakternya. Mengapa? Karena semua serba berantakan. Kisah yang mengalir dengan cepat tidak diimbangi dengan level kewarasan yang cukup untuk bisa dicerna dengan otak. Semua adegannya begitu saja bisa terjadi, dan seringkali tanpa alasan jelas serta tidak malu-malu mengabaikan logika. Contohnya? Rasanya, semua bagian adegan tak lepas dari ini. Terlalu banyak hingga seringkali saya tertawa geli melihatnya.

Baca Juga  Fall

Satu hal sebenarnya, di luar itu semua yang membuat segalanya menjadi terasa asing adalah penggunaan bahasa Inggris dalam dialognya. Dialog berbahasa Inggris menyebabkan nyaris seluruh dialognya terasa sangat kaku. Kita yang mendengarnya saja sudah terasa janggal, terlebih dilakukan dengan aksen kita. Segalanya menjadi terasa aneh dan asing bagi kuping kita. Lokasi cerita terjadi di Indonesia, lalu mengapa harus menggunakan bahasa Inggris ketimbang bahasa Indonesia? Satu alasannya, bisa jadi karena target sasaran pasar film ini yang akan dilempar ke mancanegara. Iya betul, penonton barat memang konon malas membaca subtitle. Tapi saat ini, untuk apa susah-susah? Toh, film-film kita sekarang sudah akrab dengan penonton asing. Apa mau saya sebutkan judulnya satu persatu? Penggunaan bahasa Inggris menurut saya justru membunuh filmnya.

Foxtrot Six adalah sebuah mimpi buruk, brutal, bising, dan menganggu, di mana kita bisa berkelakar tentang nyaris semua aspek dalam filmnya, baik naskah, bahasa bicara, logika cerita, dialog, aksi, hingga efek visual. Efek visual? Kita tentu tak mengharap banyak dari sisi efek visualnya, terlebih jika mau kita bandingkan dengan film-film Hollywood populer, tentu tak elok. Tidak hanya efek visual, namun nyaris semua sisi teknis memang tak kalah buruknya. Tone warna gambar yang jauh dari kata cerah, tak membantu mendukung kisahnya, justru malah film terlihat kurang berkelas. Kadang, gambar pun ketika kamera bergerak, sering terlihat “patah-patah”, entah alasannya apa, kalau ini film independen yang dibuat oleh mahasiswa, tentu saya maklumi. Saya tak tahu persis, apa yang diharapkan produser sekelas Mario Kassar untuk film seperti ini. Entah, apakah ia sudah menonton film-film produksi kita lainnya yang jauh lebih berkualitas? Foxtrot Six justru bisa merendahkan semua apa yang telah kita capai sebelumnya.

WATCH TRAILER

PENILAIAN KAMI
Overall
20 %
Artikel SebelumnyaBrahms: The Boy II – English
Artikel Berikutnya11:11 : Apa yang Kau Lihat?
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

8 TANGGAPAN

  1. Satu lagi penilaian anda yang kurang. Ada salah satu adegan dimana angga memberikan sebuah Bendera yang dia sebutkan sebagai Bendera Indonesia tetapi lihat lipatannya, lebih mirip lipatan Bendera USA. Seumur2 saya tidak pernah melihat Bendera Indonesia dilipat seperti itu.

  2. Setuju kalau film ini masih banyak banget kekurangan dan editingnya jelek. But giving 1star is abit too much. Sedangkan film horror sekelas mata batin yg jauh lebih jelek masi dpt 2bintang. Dan setelah saya cek untuk film Night come to us juga dpt 1.5 star. Are u kidding me that Tusuk Jelangkung yang sama nonsensenya lebih tinggi dari film ini?

    Menurut saya sih anda memang bukan penggemar film genre ini jadinya sangat subyektif.

  3. Jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan dengan hanya membaca 1 penulis. Kadang review kritik tidak sejalan dengan penilaian penonton. Mau contoh? The Greatest Showman, review kritiknya jelek,tetapi film larisa dan disukai penonton.

  4. Kalau melihat riwayat review dari penulis memang aneh.film seperti Final Score yang cuma jiplak format Die Hard saja dikasi nilai 8 (tapi memang film itu tidak hancur banget), film yang biasa biasa saja sekelas Hunter Killer juga dipuji habis habisan. Penulis hanya melihat sisi kekurangan film ini tanpa mau melihat sisi positif yang ada.Soal spesial efek,kalau dikatakan jangan bandingkan dengan Hollwood, tapi reviewnya juga kesannya dibandingkan dgn VX Hollywood. Tone warna gambar?Kalau cerah itu cocok untuk film roman,ini memang kondisi ceritanya suram. Mengusik nama Mario Kassar seolah lalai atau tidak menyelidiki film film Indonesia.Memangnya penulis lebih jago? Mario Kassar hanya bereskpetasi sesuai dengan kemampuan sineas kita. Dan angka budjet $5 juta itulah yang realistis. Produser top luar saja bisa respek,tetapi review anda seolah ini film f***ing s**t yang ga layak edar. Logika ga kalau produser sekelas dia membiarkan produksi berjalan tanpa dia tahu? Review penulis ini yang bikin jijik dan geli.

  5. Jadi sebenernya foxtrot six itu apa? Six nya okelah 6 orang… tapi foxtrot nya? “F” nya apa? Apa F****** six? Kalo dibilang nama tim, tapi si Spec juga baru gabung…

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.