Film Jelita Sejuba agaknya memiliki judul yang memang indah dan menarik perhatian para penonton. Dengan ide cerita yang unik karena mengangkat sebuah drama bertokoh tentara yang bertugas di Natuna yang kita kenal dengan keindahan alamnya, dan dijuluki mutiara di ujung utara yang jarang terekspose. Filmnya bersudut pandang seorang istri yang menanti suaminya yang bertugas demi negara. Krisnawati, eksekutif produser dan pencetus ide cerita merealisasikan dengan menyaksikan sendiri bahwa di balik sosok prajurit-prajurit muda yang siap mempertaruhkan nyawa untuk negara, ada perempuan hebat. Film ini membuat para penonton dapat mengerti bagaimana kehidupan istri tentara yang terkadang luput dari cerita.
   Jelita Sejuba diperankan sangat baik oleh Putri Marino sebagai Syarifah dan Wafda Saifan Lubis sebagai Jaka. Wafda terlihat total dalam film debutnya ini. Tidak hanya itu, para pemain pendukung juga memiliki peran yang mampu membangun cerita, sebut saja Nena Rosier dan Aldi Maldini. Melalui sudut pandang Syarifah, diceritakan bagaimana kisah cintanya saat bertemu dengan seorang prajurit muda yang membuatnya jatuh hati, ia lalu menikah serta harus menunggu kedatangan suaminya yang bertugas jauh disana. Bagaimana Syarifah merelakan kepergian suaminya ketika bertugas, menahan rindu, mengatur keuangan, serta merawat anak-anaknya. Beberapa kalimat dalam dialog sangat menarik dan puitis sehingga penonton mampu bersimpati terhadap kedua tokoh utamanya.
    Film ini berjalan sangat cepat dengan perpindahan waktu yang cepat pula. Hal ini membuat alur kisahnya terkesan buru-buru, namun beberapa adegan yang cepat terkadang memiliki hal unik karena kombinasi cut-nya dikemas menarik hingga memudahkan informasi dalam cerita. Hanya saja karena begitu banyaknya informasi yang dihadirkan selama kurun waktu belasan tahun, kisahnya menjadi terasa terlalu padat.
    Sejak awal, kisah film ini terasa begitu menyenangkan dipenuhi sisipan komedi dan percintaan yang mampu membuat penonton tersipu malu sebelum perlahan konflik berdatangan dan akhirnya memuncak. Cerita yang awalnya penuh komedi menjadi penuh air mata sehingga penonton berhasil dipermainkan perasaannya. Hanya sayangnya, cerita yang dihadirkan memang sangat mudah ditebak ending-nya.
     Tone warna dalam film ini sangat indah, ditambah lagi pemandangan Natuna yang memesona dengan bangunan adegan demi adegan hingga sinematografi yang asik dipandang mata. Kearifan lokal juga melekat melalui bahasa, tarian, ilustrasi musik, makanan tradisional yang menggambarkan semua kekayaan Natuna. Selain itu pula membumbuhi keragaman Indonesia dengan berbagai latar tokoh prajurit yang berbeda bahasa.
WATCH TRAILER