Kuntilanak merupakan film bergenre horor besutan sutradara Rizal Mantovani. Film ini rilis dengan mengambil momen liburan Hari Raya Lebaran, bersanding dengan beberapa film lokal yang rilis bersamaan. Hal yang unik, terdapat Jailangkung 2 yang juga ia sutradarai bersama Jose Poernomo. Sang sineas memang kita kenal menyutradarai beberapa film horor, seperti Kuntilanak (2006), Kuntilanak 2 (2007), Kuntilanak 3 (2008), dan Mati Suri (2009). Walaupun ia telah menyutradarai seri horor kuntilanak, namun di film Kuntilanak (2018) ini, tidak memiliki hubungan cerita dengan film-film sebelumnya.
    Dikisahkan Tante Donna (Nona Rosier) menampung 5 anak yang ia anggap sebagai anaknya sendiri di rumah besarnya yang berarsitektur kuno. Mereka adalah Dinda (Sandrinna M Skornicki), Kresna (Andryan Bima), Ambar (Ciara Nadine Brosnan), Panji (Adlu Fahrezy), dan Miko (Ali Fikry). Mereka berumur 10 sampai 12 tahunan. Dinda adalah yang tertua sedangkan Ambar adalah yang terkecil berumur 7 tahun. Suatu saat Tante Donna pergi ke San Fransisco untuk mengunjungi keluarganya. Ia menitipkan anak asuhnya kepada keponakannya Lydia (Aurelie Moeremans). Di saat yang sama, pacar Lydia membawa sebuah cermin kuno sebagai hadiah untuk tante Donna. Tak disangka, cermin itu tidak sekedar cermin biasa. Semenjak kehadiran cermin di rumah tersebut, banyak kejadian aneh yang mengganggu mereka.
     Cerita tentang Kuntilanak memang tidak ada habisnya dieksplor oleh para sineas kita. Bisa dibilang, Kuntilanak jadi sosok hantu paling populer di Indonesia karena kedekatan mitologisnya dengan masyarakat Indonesia. Film Kuntilanak sendiri di tahun 2006,  cukup menyedot perhatian publik karena cerita horornya yang fresh dan diperankan apik oleh aktris Julie Estelle. Sedangkan dalam filmnya yang terbaru ini, tampaknya sang sineas ingin mencoba formula baru dengan menggunakan pemain yang didominasi anak-anak. Walaupun menggunakan pemain yang berbeda, kedua film ini menggunakan kesamaan properti berupa cermin antik (Jawa: Pengilon) yang menjadi motif penggerak cerita filmnya. Cermin ini yang menjadi pemicu sumber datangnya sang sosok hantu Kuntilanak. Penonton tidak diberikan informasi tentang asal usul cerminnya. Mungkin menarik jika dikembangkan kelak menjadi prekuel filmnya.
Plotnya filmnya sangat sederhana. Sang sineas tidak tergesa-gesa untuk mengemas filmnya dengan teror yang berlebihan seperti pada film horor umumnya. Konflik baru muncul ketika cermin tersebut dibawa ke gudang rumah. Gangguan mulai muncul dialami oleh setiap anak satu demi satu. Walaupun intensitas gangguan sudah disajikan baik, namun konflik cerita terasa datar karena pada segmen akhir film, disajikan terlalu cepat.
Salah satu yang mencuri perhatian adalah akting dari kelima anak-anak yang terlihat sangat natural dan menggelikan, selain dari sisi setting, musik, dan pencahayaannya yang sudah pas. Tak jarang para penonton tertawa geli melihat aksi maupun banyolan mereka. Sang sineas mampu mengarahkan mereka untuk berakting dengan karakter yang berbeda serta pula unik. Tercatat, akting Ali Fikry dan Ciara Nadine perlu mendapat apresiasi lebih. Beberapa dari mereka memang telah terbiasa berakting sehingga tak canggung lagi di depan kamera. Terlepas dari semua, sang sineas mampu mengajak penonton untuk menikmati sebuah film horor dari sudut pandang anak-anak yang masih belia dan dengan baik mampu mengolah rasa takut mereka.
WATCH THE TRAILER