Film dengan setting lokasi terbatas belum banyak diproduksi di Indonesia. Boleh jadi, film Night Bus memberikan warna baru di kancah perfilman nasional. Lalu apa yang ditawarkan oleh film garapan Emil Heradi ini?
Night Bus mengisahkan perjalanan sebuah bus malam menuju kota Sampar (kota fiktif). Bus membawa 15 penumpang dengan latar belakang dan tujuannya masing-masing. Di tengah perjalanan, mereka harus berhadapan dengan kelompok separatis Samparka (Sampar Merdeka) yang tengah melakukan perjuangan untuk merdeka. Mereka tidak segan melakukan kekerasan kepada siapapun, tidak hanya aparat pemerintah, namun bahkan warga sipil. Berada dalam situasi konflik yang mencekam, masalah demi masalah hadir dan sungguh melelahkan. Satu per satu korban berjatuhan, hingga akhirnya bus berhenti di tempat tujuan.
Film yang merupakan debut Darius Sinathrya sebagai produser ini, menyuguhkan cerita yang belum pernah ada dalam industri film kita. Ide cerita yang telah ada sejak 7 tahun lalu terus diolah, hingga melalui berbagai proses akhirnya diproduksi. Night Bus menggambarkan kekerasan perang antara dua kubu, yaitu kelompok pemerintah dan kelompok separatis, yang sangat kontras dengan kondisi penumpang sebagai masyarakat biasa. Cerita dituturkan dengan plot yang sederhana tetapi memiliki intensitas yang mampu menciptakan ketegangan. Masalah demi masalah yang dihadirkan memberikan kengerian masing-masing yang membuat penonton seolah benar-benar berada di dalam situasi tersebut, hingga terasa amat lelah dan tertekan. Tetapi, tidak ketinggalan bumbu komedi dan romance juga disisipkan sehingga memberikan penonton kesempatan untuk bernafas sejenak.
Film drama thriller dengan sentuhan action yang begitu kental ini mungkin berkesan penuh kekerasan. Sepanjang film nuansa yang dihadirkan begitu gelap dan suram. Mood ini dibangun sejak awal dan terus terjaga hingga akhir film. Setting, properti, kostum dan segala yang tampak, mampu menciptakan suasana yang tampak nyata. Bus yang dipilih sebagai setting utama pun tampak begitu berkesan dengan bentuk dan kondisinya yang sudah tua, kotor, jelek namun cukup unik. Bagaimanapun, desain produksi film ini patut diapresiasi.
Menyajikan film dengan setting dan fokus cerita yang terbatas tentu saja membutuhkan kontribusi yang sangat besar dari divisi akting. Night Bus dibintangi antara lain oleh Toro Margens, Lukman Sardi, Alex Abbad, Tio Pakusodewo, dan lain-lain. Patut diacungi jempol untuk para pemerannya. Mereka berakting natural dan tampak cocok dengan karakter yang dibawakan. Salah satu akting yang menonjol adalah Teuku Rifnu Wikana yang juga bertindak sebagai produser. Aksinya dapat memberikan penekanan pada adegan-adegan yang disuguhkan. Baik pemain senior maupun junior yang baru merambah dunia akting, mereka tampak mendalami dan menguasai perannya, sehingga tidak terlihat jarak dan perbedaan kualitas yang signifikan.
Walaupun banyak adegan yang dilakukan di dalam bus, Night Bus juga menyajikan kualitas sinematografi yang nikmat ditonton. Selain pemandangan yang indah, shot demi shot yang disajikan tampak mapan dan sedap dipandang. Begitu juga dengan musik yang mendukung mood film. Ilustrasi musiknya mampu mengiringi adegan meski masih terdengar kurang empuk ditelinga. Selain itu, usaha untuk menghadirkan musik yang dibuat langsung secara orkestra patut dihargai. Bagaimana dengan kualitas visual effect atau CGI yang dijanjikan? Memang cukup canggih dan mendukung kualitas film secara keseluruhan, namun jangan berekspektasi terlalu tinggi membandingkan dengan film produksi Hollywood. Setidaknya, sudah cukup nikmat dipandang mata.
Night Bus merupakan film yang cukup berani mengambil tema peperangan serta misi perdamaian. Pesan yang sangat bermanfaat untuk negara kita tercinta. Film ini sendiri telah menunjukkan upaya untuk memajukan perfilman Indonesia. Meskipun film sejenis sudah cukup banyak diproduksi oleh sineas luar negeri, Night Bus membuktikan bahwa, kita mampu memproduksi film yang lebih beragam.
WATCH TRAILER