The Hurt Locker (2008)
131 min|Drama, Thriller, War|31 Jul 2009
7.5Rating: 7.5 / 10 from 480,564 usersMetascore: 95
During the Iraq War, a Sergeant recently assigned to an army bomb squad is put at odds with his squad mates due to his maverick way of handling his work.

The Hurt Locker merupakan film perang garapan sineas wanita, Kathryn Bigelow. Film ini ditasbihkan sebagai film terbaik dalam ajang Academy Awards baru lalu serta puluhan penghargaan lainnya di berbagai ajang festival film di dunia. Film independen berbujet $15 juta ini dibintangi oleh aktor-aktor belum ternama, yakni Jeremy Renner, Anthony Mackie, dan Brian Geraghty. Beberapa nama besar mendapat peran kecil dalam film ini yakni, Guy Pearce, David Morse, dan Ralph Fiennes.

Cerita filmnya berlatar pasca Amerika menginvasi Irak di tahun 2004. Alkisah Sersan William James (Renner) mendapat perintah menjadi kepala tim gegana (EOD: Explosive Ordnance Disposal) menggantikan Sersan Thompson (Pearce) yang tewas dalam sebuah insiden. James mendapat dua asisten lapangan mantan bawahan Thompson yakni, Sersan J.T. Sanborn (Mackie) serta seorang specialis Owen Eldridge (Geraghty). Selang beberapa waktu beberapa kasus mereka tangani, Sanborn dan Eldridge merasa terganggu dengan cara kerja James yang mereka nilai terlalu sembrono. Keberanian James memang bisa diacungi jempol namun ia tidak pernah mengindahkan prosedur standar operasional yang ada.

Salah satu nilai lebih film ini adalah naskah yang orisinil tentang aksi para penjinak bom di Perang Irak. Naskahnya sendiri ditulis oleh Mark Boal, seorang jurnalis yang pernah terjun langsung bersama tim gegana di Irak. Plotnya berubah arah setiap waktu tanpa tujuan yang jelas seperti dinamika perang yang selalu berubah-ubah. Keseharian para penjinak bom juga mampu disajikan begitu nyata dan natural. Namun film fiksi hanyalah film fiksi belaka. Seperti film Amerika lazimnya, jagoan tetap saja jagoan. Sifat James yang tak takut mati dan tidak mengindahkan prosedur jelas tak masuk akal dari sisi realistik. Unsur realistiknya memang masih bisa kita perdebatkan namun sebagai tontonan, film ini sangat menghibur utamanya karena sajian aksi dengan ketegangan yang tinggi.

Baca Juga  Sekilas tentang Eagle Awards

Unsur realisme pun juga didukung aspek teknisnya. Penggunaan teknik handheld camera serta editing yang kasar menjadikan film ini layaknya sebuah tayangan langsung di televisi. Dua teknik ini juga semakin menambah unsur ketegangan dalam setiap sekuen aksinya. Satu yang menjadi kekuatan film ini adalah permainan menawan dari Jeremy Renner. Renner yang awalnya seolah kita pandang sebelah mata lambat laun mampu menarik simpati penonton. Renner bermain brilyan di satu sisi sebagai sosok prajurit tak takut mati di sisi lain ia ternyata hanyalah manusia biasa yang masih memiliki nurani. Beberapa aktor ternama yang muncul sekilas dan tak terduga juga mampu memberi kejutan, terutama Ralph Fiennes yang tampil apik sebagai pimpinan serdadu swasta.

The Hurt Locker semata-mata hanyalah film perang dengan kemasan ala dokumenter seperti banyak film-film perang buatan Hollywood lainnya. Keunggulan film ini jelas ada pada kekuatan naskahnya yang belum pernah tergali sebelumnya. Film perang lazimnya juga memiliki pesan anti perang serta memiliki agenda politik yang kuat namun film ini rasanya tidak mengarah kesana. “War is Drug”. James adalah sosok manusia yang lebih mencintai menjadi penjinak bom melebihi apapun di muka bumi. Tidak salah jika ada seorang pengamat yang mengatakan jika film ini merupakan kendaraan yang sangat efektif untuk mengajak warga Amerika bergabung masuk militer.

WATCH TRAILER

Artikel SebelumnyaSekilas tentang Eagle Awards
Artikel BerikutnyaCatatan 82nd Academy Awards 2010
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.