Seri The Penguin merupakan sempalan dari The Batman yang masih melibatkan Matt Reeves sebagai produser eksekutif. Film bertotal 8 episode ini merupakan kreasi Lauren LeFranc yang berdurasi rata-rata 50 menit. Film ini kembali menampilkan Colin Farrel sebagai The Penguin serta didukung beberapa pemain ternama, sebut saja Cristin Milioti, Rhenzy Feliz, Deirdre O’Connell, Clancy Brown, Carmen Ejogo, Scott Cohen, Michael Kelly, serta Michael Zegen. Banyak sosok supervillain kini marak diproduksi mengikuti tren superhero, seperti The Peacemaker hingga belum lama, Agatha All Along, so, bagaimana dengan The Penguin?

Plot The Penguin berlanjut setelah peristiwa dalam The Batman. Dunia kriminal Kota Gotham yang didominasi Keluarga Falcone dan Maroni mulai terimbas akibat kematian Carmine Falcone. Oswald Cobb alias The Penguin (Farrel), salah satu tangan kanan Carmine, mencoba mencari celah untuk bisa memanfaatkan situasi tersebut. Belum apa-apa, Oswald secara brutal membunuh Alberto Falcone yang seharusnya mewarisi tahta sang ayah. Keluarga Falcone semakin panik dan terjadi tarik ulur kekuasaan di antara mereka, di antaranya adalah putri Carmine, Sofia Falcone (Milioti). Oswald pun juga rupanya membelot pada Keluarga Maroni yang niat utamanya adalah ingin membenturkan dua pihak tersebut. Dalam beberapa momen, kisahnya menyelipkan kilas-balik tokoh-tokoh utamanya yang walau ringkas, namun cukup memberikan eksposisi yang kuat.

Ringkasnya, plot serinya adalah sebuah proses panjang bagaimana sepak terjang Oswald untuk menjadi gangster paling berpengaruh di Kota Gotham. Seperti film-film gangster kebanyakan, kisahnya penuh dengan intrik dan tipu daya dari sosok Oswald yang mengambil kesempatan sekecil apa pun untuk kepentingannya. Oswald diperlihatkan sebagai sosok yang manipulatif hingga kadang kita pun merasa muak dengan ulah dan polahnya. Ia adalah seorang penipu besar bagi lawan-lawannya, namun sosok setia bagi sahabat dan ibunya. Karakter pemuda nan lugu yang menjadi tangan kanan Oswald, Victor Aguilar (Feliz) menjadi penyeimbang bagi penonton di antara segala hingar bingar yang sulit membedakan benar dan salah. Di kota demikian korup seperti Gotham, tak ada seorang pun yang bisa kita percaya, termasuk The Penguin.

Karakter macam Oswald tentu tak mudah diperankan, namun aktor sekelas Colin Farrel menekelnya dengan terlihat mudah. Pencapaian apiknya sudah terlihat dalam The Batman dan boleh dibilang The Penguin adalah salah satu pencapaian peran antagonis terbaik, di luar sosok Joker. Farrel bermain begitu ekspresif dan penuh karisma, dan sulit untuk membedakan ucapannya yang tulus dan bohong. Satu lagi sosok penting yang sangat mencuri perhatian adalah penampilan Sofia Falcone yang diperankan oleh Cristin Milioti. Wow, Milioti bermain menggemaskan layaknya seorang psikopat kelas kakap yang kadang tampak penuh percaya diri, namun di saat bersamaan terlihat amat rapuh. Koneksi dan chemistry-nya dengan Oswald adalah satu pencapaian terbaik film ini. Satu adegan dialog yang emosional di antara mereka, boleh dikatakan sebagai salah satu dialog terbaik di genrenya. Melalui naskah dan penampilan kedua bintangnya ini mampu mengangkat seri The Penguin sebagai salah satu film supervillain terbaik.

Baca Juga  Never Let Go

Satu elemen terpenting yang mampu membangun suasana dan mood serinya adalah setting Kota Gotham. Pembuat film secara mengesankan mampu menjaga kontinuitas setting-nya dengan The Batman sepanjang serinya tanpa terlihat timpang ketimbang versi feature-nya. Sisi lain Kota Gotham jelas lebih dieksplorasi di serinya karena variasi lokasi yang cukup banyak, salah satunya yang paling impresif adalah laboratorium bawah tanah milik Oswald yang merupakan bekas stasiun kereta bawah tanah. Sementara ilustrasi musiknya juga cukup membangun mood-nya, walau tentu tak se-epik feature-nya yang amat powerful.

The Penguin adalah supervillain yang dieksplorasi dengan tepat, memadukan plot intrik gangster dan setting The Batman yang brilian, serta tentunya penampilan dua tokoh utamanya yang sangat mengesankan. The Penguin saat ini tercatat adalah “film” supervillain terbaik yang pernah ada. Joker (2019) yang berada di puncak, ternoda dengan sekuelnya baru lalu yang dihabisi oleh para kritikus dan fans komiknya. Semesta sinematik The Batman rasanya bakal amat menjanjikan ke depannya. The Batman Part II kini tengah dalam proses produksi dan dua serinya konon masih dalam pengembangan konsep. Sosok Batman adalah satu-satunya karakter superhero yang paling banyak dibuat oleh para pembuat film. Mari berharap, film dan serinya kelak bakal membawa banyak pembaruan genrenya yang kini sudah penuh sesak dalam dua dekade terakhir.

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
90 %
Artikel SebelumnyaBetting with Ghost
Artikel BerikutnyaWicked
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.