12 Angry Men (1957)
96 min|Crime, Drama|10 Apr 1957
9.0Rating: 9.0 / 10 from 873,385 usersMetascore: 97
The jury in a New York City murder trial is frustrated by a single member whose skeptical caution forces them to more carefully consider the evidence before jumping to a hasty verdict.

12 Angry Men berkisah tentang 12 Juri yang harus mengambil keputusan terhadap kasus pembunuhan kelas A yang dilakukan oleh tersangka seorang anak berumur 18 tahun terhadap ayahnya. Dalam rapat juri tertutup awalnya terkesan berjalan mudah namun masalah muncul saat juri no. 8 (Fonda) memberikan pernyataan tak bersalah, sementara sebelas juri lainnya menyatakan bersalah. Keputusan yang diambil para juri haruslah bulat. Konflik kecil ini mengawali investigasi ulang dari para juri yang ternyata menyimpan banyak keraguan terhadap kesaksian dan bukti-bukti yang ada.

Kekuatan utama film ini jelas ada pada skenarionya yang sangat brilian. Sepanjang film mata kita tidak akan beranjak dari ruangan yang sempit dan panas dengan 12 juri yang saling berdebat sengit. Setiap juri memiliki opini serta argumen yang berbeda-beda. Dialog menjadi kunci dimana sisi psikologis tiap tokoh mampu tergali sangat baik. Setiap juri memiliki keunikan serta karakteristiknya masing-masing. Perbedaan latar belakang, umur, hingga tingkat emosi tiap karakternya tampak dari cara mereka berpikir dan bersikap, berbicara, marah, dan lain sebagainya. Sungguh tidak mudah menyajikan 12 karakter berbeda dalam satu ruangan seperti ini.

Sangat menarik melihat bagaimana 12 juri yang berbeda latar belakang menguak fakta demi fakta dari bukti serta kesaksian yang ada. Penonton tidak pernah disajikan adegan kilas balik, atau visualisasi dari sebuah peristiwa, semuanya hanya disajikan melalui dialog para juri. Penonton diajak untuk berimajinasi dengan fakta-fakta yang ada, seperti ketika para juri mereka-ulang peristiwa dari pernyataan seorang saksi yang ternyata masih meragukan. Setiap detil informasi sekecil apapun berkembang menjadi sebuah fakta besar yang secara perlahan semakin meningkatkan ketegangan  satu adegan ke adegan berikutnya.

Baca Juga  Jeepers Creepers: Reborn

Kekuatan naskah diatas tidak berarti apa-apa tanpa akting para pemainnya yang sangat brilian. Seluruh pemain bermain sangat sempurna dalam memerankan tiap karakternya. Setiap pemain mampu berekspresi dengan sangat menyakinkan, meski dengan keterbatasan ruang serta latar info tentang tokohnya, kita masih mampu turut larut ikut merasakan marah, benci, berempati maupun bersimpati terhadap tiap tokohnya. Tanpa sadar kita juga terbawa larut untuk bersimpati dengan tersangka, meski sepanjang film sosoknya nyaris tidak diperlihatkan.

Dari segi pencapaian teknis terutama aspek sinematografi juga sama brilyannya. Pergerakan dan posisi pemain seringkali menjadi kunci keberhasilan komposisi shot-nya. Satu shot yang sangat baik adalah ketika juri no. 10 dengan emosi tinggi berkomentar tentang para juri yang memberikan keputusan tidak bersalah. Semua juri justru satu persatu berjalan berbalik membelakangi juri no. 10 hanya dalam satu shot. Komposisi shot ini seolah mampu mengintimidasi juri no. 10 dan hingga akhir film juri tersebut tidak pernah lagi berkomentar. Tidak diragukan lagi 12 Angry Men merupakan salah satu film terbaik sepanjang masa. Kedalaman tema, kematangan akting, serta originalitas dan kualitas cerita yang tiada duanya membuat film ini dikenang terus dalam sejarah sinema.

WATCH TRAILER

Artikel SebelumnyaOpera Sabun
Artikel BerikutnyaGhost Rider: Spirit A of Vengeance, Hell No!
Febrian Andhika lahir di Nganjuk, 18 Februari 1987. Ia mulai serius mendalam film sejak kuliah di Akademi Film di Yogyakarta. Sejak tahun 2008, ia bergabung bersama Komunitas Film Montase, dan aktif menulis ulasan film untuk Buletin Montase hingga kini montasefilm.com. Ia terlibat dalam semua produksi awal film-film pendek Montase Productions, seperti Grabag, Labirin, 05:55, Superboy, hingga Journey to the Darkness. Superboy (2014) adalah film debut sutradaranya bersama Montase Productions yang meraih naskah dan tata suara terbaik di Ajang Festival Film Indie Yogyakarta 2014, dan menjadi runner up di ajang Festival Video Edukasi 2014. Sejak tahun 2013 bekerja di stasiun TV swasta MNC TV, dan tahun 2015 menjadi editor di stasiun TV Swasta, Metro TV. Di sela kesibukan pekerjaannya, ia menyempatkan untuk menggarap, The Letter (2016), yang merupakan film keduanya bersama Montase Productions. Film ini menjadi finalis dalam ajang Festival Sinema Australia Indonesia 2018.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.