Airport (1970)
137 min|Action, Drama, Thriller|05 Mar 1970
6.6Rating: 6.6 / 10 from 22,583 usersMetascore: 42
A bomber on board an airplane, an airport almost closed by snow, and various personal problems of the people involved.

Airport diadaptasi dari novel berjudul sama karya Arthur Healey. Film ini berkisah keseharian sebuah bandara dalam satu hari yang di luar kebiasaan. Manager bandara, Mel Bakersfeld (Lancaster) harus membersihkan landasannya dari salju tebal yang mengotori landasan pacu. Satu pesawat penumpang telah menjadi korbannya terjebak di tengah landasan. Belum selesai masalah, sebuah pesawat yang tengah mengudara mendapat ancaman bom dan akhirnya meledak sehingga kabin bagian belakang berlubang. Pilot terpaksa harus melakukan pendaratan darurat di landasan yang belum sepenuhnya bersih dari salju.<

Airport merupakan pemicu utama booming tema bencana pada era 70-an. Lantas apa yang membuat film ini begitu digemari penonton? Dengan modal produksi hanya $10 juta namun mampu meraih pendapatan kotor lebih dari $100 juta. Bisa dibilang Airportmerupakan pelopor formula disaster movie modern, utamanya karena penggunaan multi plot serta kombinasi unsur roman, drama, bahkan komedi. Hampir separuh durasi awal filmnya (lebih dari satu jam) belum memperlihatkan konflik cerita sesungguhnya. Pada segmen ini layaknya film drama dan roman kita justru dibawa satu persatu secara bergantian dengan rinci dan berimbang menjelaskan latar-belakang tiap tokohnya. Aksi ketegangan baru muncul pada sepertiga akhir cerita menutup kisahnya dengan sempurna dan semua konflik masing-masing karakternya selesai.

Satu kunci lainnya keberhasilan komersil film ini jelas pada sederetan bintang ternama yang bermain di film ini. Namun tidak seperti dalam film-film sejenis masa kini mereka lebih banyak berakting ketimbang beraksi sehingga momen dramatik di akhir film jauh lebih terasa. Penggunaan settingyang bervariasi di areal bandara juga menjadi daya tarik tersendiri filmnya namun satu pencapaian teknis yang sangat unik adalah penggunaan teknik split screen. Teknik split screen seringkali digunakan menggantikan teknik cross cutting terutama pada adegan dialog menggunakan telepon atau CB. Dalam beberapa adegan, sineas membagi layar tidak hanya dua namun hingga empat layar sekaligus. Teknik ini sangat efektif karena dalam filmnya seringkali menggunakan dialog tak langsung seperti telepon.

Baca Juga  JIFFEST 2010

Airport jelas tidak dapat dibandingkan dengan film-film aksi sejenis masa kini, seperti Die Hard 2 misalnya. Airportjustru tampak lebih manusiawi karena lebih menekankan pada unsur dramatik ketimbang unsur aksinya. Unsur ketegangan yang demikian tinggi terutama di sepertiga akhir cerita juga tidak kalah dengan film-film bencana masa kini sekalipun efek visual yang digunakan masih sangat sederhana.

https://www.youtube.com/watch?v=PACKbKt8MOw

Artikel SebelumnyaDante’s Peak, Film Bencana Gunung Api yang Ilmiah dan Menghibur
Artikel BerikutnyaDisaster Movies
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.