Film dibuka melalui opening sekuen yang sangat menawan menggambarkan latar belakang sosok The Penguin. Tiga puluh tiga tahun kemudian, Oswald (Danny DeVito), nama asli Penguin, keluar dari persembunyiannya untuk mencari asal-usul dirinya. Oswald dibantu oleh pengusaha licik dan ambisius Max Shreck (Walken) dan bahkan berniat mengangkat sosok Penguin menjadi walikota. Sementara Selina Kyle (Pfeiffer), sekretaris bawahan Shreck yang tak sengaja mengetahui rahasia besarnya, didorong Shreck dari bangunan gedung, namun secara ajaib selamat karena bantuan sekelompok kucing. Selina berubah menjadi sosok Cat Woman. Batman (Keaton) terlibat hubungan rumit dengan ketiga karakter ini dan harus menghentikan niat jahat Penguin.
Walaupun film ini adalah sekuel dari Batman (1989) namun kisahnya sama sekali terpisah. Tidak seperti sebelumnya kisah film kali ini cukup rumit dan penuh intrik untuk penonton dewasa sekali pun. Adegan dialog banyak mendominasi dan minim sekuen aksi. Tokoh-tokohnya yang “absurd” (tidak nalar) berbuntut pula pada jalan kisahnya yang “absurd”, tidak fokus, dan sulit ditebak. Karakter Penguin tak jelas sikapnya, dalam satu sisi ia sangat cerdas namun anehnya emosinya mudah terpancing hingga melakukan hal-hal diluar dugaan yang konyol. Cat Woman yang sebenarnya hanya dendam dengan Shreck juga mencampuri urusan Batman dan Penguin, juga kisah asmara antara Selina dengan Bruce Wayne semakin menambah rumit suasana.
Sama seperti Batman (1989), mise en scene menjadi kekuatan besar filmnya. Sentuhan ekspresionis Burton tampak pada aspek setting, kostum, hingga propertinya. Kontinuitas antara setting Batman dan Batman Returns perlu dipertanyakan mengingat sebelumnya lebih kental nuansa gothic-nya sementara kini lebih mengarah post-modern terutama setting kotanya. Setting dan kostumnya kini lebih cerah dan penuh warna ketimbang sebelumnya dan rasanya memang pas untuk karakter plotnya kali ini. Batmobile masih mengesankan sama seperti sebelumnya dengan beberapa kelebihan yang tidak ditampilkan dalam film sebelumnya. Secara umum bisa dikatakan setting film ini adalah yang terbaik dan pas dengan karakter sang superhero diantara film-film Batman lainnya. Terakhir, ilustrasi musik garapan komposer Danny Elfman yang begitu megah turut mengangkat filmnya.
Batman Returns adalah perpaduan antara film komersil dan art movies melalui kisahnya yang kompleks dan absurd serta pendekatan estetiknya yang unik. Film ini jelas bukan ditujukan untuk anak-anak karena kisahnya yang kompleks dan visualisasi karakternya. Karakter Penguin misalnya, sekalipun DeVito bermain baik namun sulit untuk mendapat simpati dari penonton karena penggambaran sosok karakternya yang menyeramkan dan kadang menjijikkan. Batman adalah ikon universal yang kisahnya semestinya mampu menginspirasi banyak orang dalam menegakkan kebenaran dan keadilan namun dalam Batman Returns semua ini sama sekali tak tampak.