Pernahkah kamu berpikir jika Superman yang datang ke bumi sejak bayi ternyata adalah seorang yang berhati jahat? Brightburn setidaknya mampu memberi gambaran kasarnya jika ini terjadi. Sineas The Guardian of the Galaxy, kali ini menjadi produser dengan memercayakan David Yarovesky untuk duduk di bangku sutradara. Film berbujet hanya US$ 7 juta ini dibintangi oleh Elizabeth Banks, David Denman, serta pemain remaja, Jackson A. Dunn. Dengan premis cerita menarik serta kombinasi genre horor dan superhero (antihero?) mampukah film ini melebihi ekspektasi?
Alkisah Tori dan Kyle adalah sepasang suami istri yang mendambakan seorang anak. Tak disangka, sebuah meteor jatuh tak jauh dari rumah mereka yang berisi seorang bayi laki-laki. Mereka lalu mengasuh sang bayi yang mereka beri nama Brandon hingga ia remaja dengan penuh cinta kasih. Tidak hingga sang bocah yang tampak normal, secara perlahan berubah menjadi sosok yang penuh dendam dan ternyata memiliki kekuatan super yang luar biasa.
Kisahnya adalah antitesis Superman. Clark Kent berhati baik, namun Brandon sebaliknya. Premis ini tentu memberikan potensi pengembangan subgenre superhero yang luar biasa hebat. Sayangnya, pengembangan kisahnya jauh dari yang dibayangkan dengan banyak mengabaikan logika serta pengembangan cerita yang lemah. Memang tidak dijelaskan asal muasal sang bayi dan mengapa ia harus didorong melakukan sesuatu yang justru menyakiti orang lain. Okelah, kita anggap saja sifat alaminya begitu (dari planet asalnya), namun ini tetap tidak menjelaskan banyak lubang plot di kisahnya. Dengan kekuatan super dan mampu bergerak secepat kilat, untuk apa bermain kucing-kucingan dengan cara yang tak masuk akal hingga ia tak mampu mengetahui seseorang yang bersembunyi di dekatnya. Satu sajian aksi pada segmen klimaksnya, sungguh membuat frustasi dan melelahkan. Benar-benar sebuah pengembangan naskah yang buruk.
Tokoh utamanya memang remaja, namun jangan harap filmnya bakal menampilkan aksi-aksi manis dan menghibur seperti film “superhero” kebanyakan. Ini tentu juga membawa pertanyaan besar, soal sensor aksi brutal yang belum lama ini tersaji melalui Hellboy. Film ini sama sekali tidak kita rasakan adanya potongan gambar kasar, namun banyak menampilkan adegan yang super brutal! Satu momen mengerikan tersaji ketika seorang perempuan harus mengambil pecahan kaca dari matanya. Momen ini langsung mengingatkan pada satu adegan film bisu klasik beraliran surealis karya Luis Bunuel, dan kesamaan lainnya adalah sama-sama absurdnya (logikanya)!
Dengan segala potensi genre dan premisnya, Brightburn melewatkan satu kesempatan besar yang dirusak oleh pengembangan naskah dan logika kisahnya sendiri. Untuk genrenya, sisi dan trik horor jelas menjadi satu nilai lebih filmnya. Untuk bujetnya, pencapaian efek visualnya pun tidak buruk-buruk amat. Hanya penampilan para pemainnya yang sangat baik menjadi terasa sia-sia karena pengembangan naskahnya. Satu sisi lemah lainnya adalah nilai moral filmnya yang tidak memberikan satu hal yang positif. Brandon seolah terlahir hanya untuk merusak. Ketulusan hati orang tuanya tidak berbuah manis apa pun. Brandon adalah simbol kehancuran dan amarah yang semata hanya ingin menghancurkan dunia. Sang antagonis besar macam Thanos pun hanya menginginkan keseimbangan bukan kehancuran.
WATCH TRAILER