flamin hot
Flamin' Hot (2023)
99 min|Biography, Drama, History|09 Jun 2023
6.7Rating: 6.7 / 10 from 17,829 usersMetascore: 58
This is the inspiring story of Richard Montañez who, as a Frito Lay janitor, helped disrupt the food industry by channeling his Mexican heritage to turn Frito Lay snacks into an iconic global pop culture phenomenon.

Film biografi rupanya tengah panas sepanjang tahun ini hingga bisa dibilang “tahunnya biopic”. Setelah film tentang para pembuat produk, seperti Air, Tetris, hingga Blackberry yang baru rilis, kini Disney + merilis Flamin’ Hot. Uniknya, film ini diarahkan oleh aktris bintang latin ternama, Eva Longoria yang juga merupakan debut feature-nya. Film ini diadaptasi dari memoar berjudul A Boy, a Burrito and a Cookie: From Janitor to Executive karya Richard Montañez. Film ini dibintangi oleh Jesse Garcia, Annie Gonzalez, Dennis Haysbert, dan Tony Shalhoub. Di tengah maraknya tren biografi, mampukah Flamin’ Hot mengambil hati para penikmat biografi?

Kisah bermula tahun 1966 di California, di mana Richard kecil, hidup di bawah tekanan lingkungan hingga sang ayah yang keras. Di sekolah, ia bertemu dengan Judy, yang kelak menjadi istrinya dengan dianugerahi dua orang putera. Richard (Garcia), awalnya bergaul dengan rekan-rekan gangnya, namun atas dukungan Judy (Gonzales), ia pun mencoba mencari uang halal sekalipun mereka dalam tekanan ekonomi yang berat. Richard pun akhirnya diterima di sebuah pabrik snack Frito-Lay sebagai tukang bersih-bersih dan 8 tahun bekerja di sana.

Krisis moneter hebat melanda AS membuat perekonomian ambruk. Semua perusahaan melakukan efisiensi, namun Richard masih beruntung karena ia masih dibutuhkan. Suatu hari, Richard menemukan sebuah ide brilian untuk lebih memaksimalkan penjualan melalui bumbu perasa pedas yang bisa dicampur dengan produk-produk pabriknya. Namun sebagai pekerja bawahan adalah satu hal yang mustahil ia bisa berbicara dengan CEO perusahaan. Richard dengan dukungan istri dan rekan-rekannya tak menyerah begitu saja.

Baca Juga  Ocean's 8

Film ini menggunakan formula tipikal biopik lazimnya yang alur plotnya tak sulit diantisipasi. Tentu kita tahu, ending-nya bakal seperti apa. Siapa kini yang tak tahu snack Flamin’ Hot Cheetoz? Namun, proses perjalanan sang tokoh yang membuatnya menjadi menarik untuk diikuti. Flamin Hot dituturkan dengan ringan, bergaya komedi, plot yang membumi, dengan tradisi latin (Meksiko) kelas bawah dengan sarat nilai keluarga. Naskahnya juga tidak mengabaikan pula citra negatif kaum imigran yang cenderung direndahkan. Sang sineas yang juga seorang latin, tahu persis apa yang dilakukan dengan menyelipkan nilai-nilai yang punya arti bagi komunitas minoritas di AS, yakni pekerja keras, persahabatan, loyalitas, religius, dan tentu saja cinta.

Flamin’ Hot bukanlah film bio-pic terbaik, namun plot sederhana dan membumi dengan latar komunitas latin kuat, lebih dari cukup untuk membuat kisah yang menggugah dan menginspirasi. Para kastingnya, khususnya Jesse Garcia dan Annie Gonzalez memang mencuri perhatian sepanjang film. Mereka bermain impresif sebagai pemicu utama untuk bisa masuk ke dalam kisahnya. Tak terasa, kita pun bisa ikut bersedih, menangis, tertawa, dan bersuka cita, menikmati betapa sulitnya perjalanan hidup mereka yang mewakili kebanyakan orang di planet ini. Flamin’ Hot adalah sebuah tontonan keluarga yang menghibur bagi semua kalangan, dan jika direnungi, pengalaman mereka bisa memberi pelajaran bagi hidup kita.

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
80 %
Artikel SebelumnyaStar Syndrome
Artikel BerikutnyaThe Boogeyman
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.