Seri aksi pencurian laris, Ocean’s Eleven dan dua sekuelnya, rupanya tak berlanjut lagi, dan kini spin-off-nya justru malah diproduksi. Bisa jadi, tren jagoan perempuan yang kini tengah laris-larisnya menjadi pemicunya. Sang pengarah film trilogi sebelumnya, Steven Soderberg kini bertindak menjadi produser, dan menunjuk sineas gaek, Gary Ross untuk menggarap Ocean’s 8. Ross sendiri kita tahu adalah sineas yang sukses dengan film-filmnya, seperti Pleasantville, Sea Biscuit, hingga The Hunger Games. Seperti seri aslinya, kastingnya pun tak tanggung-tanggung merekrut aktris-aktris papan atas, yakni Sandra Bullock, Cate Blanchett, Anne Hathaway, Rihanna, Helena Bonham Carter, hingga Sarah Poulson.     

     Dikisahkan adik perempuan Danny Ocean (tokoh utama trilogi sebelumnya), yakni Debbie Ocean baru saja keluar dari penjara. Selama di tahanan, ia merencanakan untuk mencuri perhiasan kalung senilai $150 juta dalam sebuah acara Met Gala bertabur bintang di kota New York. Ia bersama partner lamanya, Lou merekrut tim yang berisi para perempuan yang memiliki spesialisasi masing-masing. Ia juga merekrut Rose Weil, perancang busana untuk mendisain gaun sang bintang, Daphne Kluger yang kelak akan mengenakan kalung yang menjadi target mereka.

    Jika penonton sudah akrab dengan seri aslinya, tentu tak banyak lagi yang ditawarkan seri ini. Sebuah aksi komedi, a feel good movie, dengan kisah ringan tanpa perlu banyak berpikir. Kita semua sudah tahu hasil akhirnya. Proses serta kejutan cerita menjadi nilai lebihnya. Namun, kali ini satu hal yang membuat film ini terasa segar dan berbeda jelas karena faktor para pemain bintangnya. Dibandingkan trilogi aslinya yang didominasi pria, penampilan para bintang perempuan ini memang memberikan sensasi berbeda dan lebih menarik untuk diikuti. Walau terasa sedikit membosankan di awal, namun perlahan film ini mulai menemukan ritme kisahnya untuk menuju segmen klimaks yang disajikan amat mengesankan dan penuh kejutan yang pasti bakal membuat penonton terpuaskan.

Baca Juga  River Wild

     Secara estetik film ini juga menggunakan pendekatan yang sama dengan seri aslinya. Tempo editing yang cepat pada tiap adegan, dominasi crosscutting, transisi shot serta montage yang dinamis, teknik kilas-balik, serta dominasi lagu dan musik. Semuanya dikemas sangat apik, khususnya pada segmen aksi pencurian. Sentuhan Gary Ross yang cenderung lambat justru tak tampak di sini, malah sang sineas terasa mengikuti template dari Soderberg. Walau tak banyak pembaruan, namun tetap saja kemasan estetiknya berpadu baik dengan alur kisahnya untuk menyajikan aksi-aksi yang menghibur. Sementara para pemain bintangnya jelas tak banyak menguras talenta dan akting mereka, dan Ocean’s 8 memang terasa sebagai panggung pertunjukan aksi para aktris tenar ini. Satu hal yang menarik pula adalah kemunculan puluhan cameo selebriti populer yang turut bermain dalam film ini.

     Walau tak ada formula yang baru untuk serinya, Ocean’s 8 terasa lebih segar melalui penampilan para bintang perempuannya. Bisa jadi, satu-dua dekade lalu film seperti ini tentu bakal sulit bersaing dalam daftar box-office, namun situasi kini telah jauh berbeda. Terlebih dengan bujet $70 juta rasanya bakal tak sulit untuk meraih sukses komersial. Film ini juga membuka ruang untuk lanjutan kisahnya jika film ini sukses tentunya. Walau dimaksudkan hanya sebagai film hiburan ringan, Ocean’s 8 semakin menegaskan kekuatan kaum feminin dalam industri film beberapa tahun belakangan.

WATCH THE TRAILER

PENILAIAN KAMI
Overall
70 %
Artikel SebelumnyaNew Trailer: Bumblebee
Artikel BerikutnyaLima
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.