Jump Cut

0

Jump-cut merupakan sebuah lompatan gambar dalam satu rangkaian shot akibat perubahan posisi karakter atau obyek dalam latar yang sama, atau sebaliknya, posisi karakter dan obyek tetap namun latar berubah seketika. Efeknya akan tampak seperti seorang karakter atau obyek berpindah posisi atau berpindah lokasi secara mendadak dengan tidak wajar. Teknik ini umumnya dihindari oleh sineas kebanyakan karena dapat memutus hubungan kontinuitas gambar atau sering diistilahkan “jumping”.

Teknik ini dipopulerkan sineas kondang Perancis, Jean-Luc Godard melalui film panjang debutnya, Breathless (1960). Godard sepanjang film melanggar aturan kontinuitas ruang, temporal, serta grafik secara sistematik dengan teknik jump-cut. Pada sebuah adegan tampak Godard melakukan jump-cut sehingga kedua karakter seolah berpindah posisi dalam sekejap.

Dalam era modern saat ini jump-cut sudah jamak digunakan. Teknik jump-cut seringkali tampak digunakan dalam film-film independen yang menggunakan handheld camera. Dalam Dancer in the Dark, sang sineas Lars Von Trier juga menggunakan jump-cut hampir sepanjang filmnya. Teknik ini juga seringkali digunakan untuk menunjukkan situasi kacau, kebingungan, gelisah, atau terburu-buru. Dalam banyak film, teknik jump-cut seringkali dipadukan dengan teknik montage sequence untuk menunjukkan serangkaian aksi dari waktu ke waktu dalam sebuah momen. Dalam film animasi Tangled, jump-cut digunakan beberapa kali ketika Rapunzel berusaha memasukkan laki-laki penyusup misterius ke dalam lemari. Hal yang sama juga tampak dalam film komedi horor, Zombieland, jump-cut digunakan untuk menunjukkan dari waktu ke waktu mereka berganti posisi selama perjalanan.

Artikel SebelumnyaJurassic World Pecahkan Rekor dengan $500 Juta Dollar!
Artikel BerikutnyaMinions
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.