Menebus Impian (2010)
N/A|Drama|15 Apr 2010
5.7Rating: 5.7 / 10 from 15 usersMetascore: N/A
Nur, a student, suffers hardships with her mother, Sekar, who only works as a laundry clerk. Both have different views of achieving a better life. The mother wants to focus on financing Nur's college education, while Nur is thinking

Menebus Impian adalah film drama yang dirilis pada bulan April lalu. Film yang diproduksi oleh Dapur Film ini disutradarai oleh Hanung Bramantyo yang sebelumnya telah memproduksi film-film sukses seperti Ayat-Ayat Cinta, Get Married dan sekuelnya. Film ini diperankan oleh bintang-bintang muda seperti, Acha Septiasa, Ayu Diah Pashya, Fedi Nuril dan beberapa aktor-aktris lainnya.

Cerita dimulai dengan kisah Nur (Acha Septiasa) dan ibunya, Sekar (Ayu Diah Pashya) yang tinggal di sebuah pemukiman sempit dan kumuh. Ibu Nur adalah seorang buruh cuci. Sedangkan sang ayah pergi meninggalkan mereka sejak Nur kecil. Biaya kuliah yang semakin besar memaksa Nur untuk mencari pekerjaan untuk bisa meringankan beban sang ibu. Suatu kali ia bertemu dengan seorang pemuda bernama Dian (Fedi Nuril). Dian adalah seorang mahasiswa yang menggeluti bisnis MLM dan ia berusaha mengajak Nur untuk ikut dalam bisnis tersebut. Hubungan mereka lambat laun semakin dekat dari hari ke hari. Tak disangka-sangka sang ibu terserang penyakit serius dan harus dioperasi dan Nur bingung harus mencari biaya kemana.

Inti cerita filmnya sederhana, bagaimana seseorang yang miskin materi kemudian bisa meraih sukses besar (melalui bisnis MLM). Masalah paling utama filmnya adalah kedangkalan tema. Film ini mencoba bicara soal penderitaan dengan memunculkan beragam masalah yang dihadapi keluarga Nur. Masalah-masalah tersebut tampak sekali dicari-cari tanpa mencoba mendalami konflik dari masalah tersebut. Masalahnya hanya terkesan kompleks namun tidak menyentuh akar permasalahan sama sekali. Apakah kebahagiaan semata-mata akhirnya hanya diukur oleh materi?

Baca Juga  Balada Sepasang Kekasih Gila

Kedangkalan karakter Nur menjadi masalah utama cerita film ini. Sineas kurang sekali memperlihatkan konflik batin karakter ini terutama ketika ia menghadapi masalah-masalahnya. Tidak tampak perubahan sikap yang berarti pada diri Nur sebagai buah dari penderitaan yang telah ia alami. Trauma cilik ketika sang ayah meninggalkan ia dan ibunya yang disajikan begitu tegas dengan kilas-balik tidak menampakkan trauma yang mendalam pada diri Nur ketika ia dewasa. Kisah cinta antara Nur dan Dian juga tidak bisa menyentuh penonton karena berjalan dengan konflik yang datar dan disajikan kurang menarik. Masalah logika cerita juga seringkali tidak diperhatikan misalnya saja Nur yang tiba-tiba bisa mendapat mobil tanpa penjelasan yang memadai.

Masalah lain adalah masalah akting Nur sebagai tokoh utama yang terlihat sangat datar. Aktingnya tidak mampu membuat penonton ikut bersimpati jika Nur benar-benar menderita. Pencapaian terbilang lumayan adalah setting di lingkungan kumuh dan sempit yang terlihat realistik dan cukup meyakinkan mendukung status sosial keluarga Nur. Menebus Impian merujuk pada cerita Nur yang menuliskan impiannya ke dalam sebuah buku kecil. Namun sayangnya film ini tidak cukup menggambarkan sebuah impian yang kuat dari Nur dan bagaimana ia berusaha menebus impian tersebut. Kebahagiaan menurut Nur (dengan segala penderitaan hebat yang dialaminya) ternyata hanya identik dengan sebuah mobil yang sifatnya materi tanpa mencoba mendalami makna dari penderitaan itu sendiri.

WATCH TRAILER

Artikel SebelumnyaAlangkah Lucunya (Negri ini), Alangkah Lucunya (Film ini)
Artikel BerikutnyaMoulin Rouge!, Pelopor Film Musikal Modern
Agustinus Dwi Nugroho lahir di Temanggung pada 27 Agustus 1990. Ia menempuh pendidikan Program Studi Film sejak tahun 2008 di sebuah akademi komunikasi di Yogyakarta. Di sinilah, ia mulai mengenal lebih dalam soal film, baik dari sisi kajian maupun produksi. Semasa kuliah aktif dalam produksi film pendek baik dokumenter maupun fiksi. Ia juga lulus dengan predikat cum laude serta menjadi lulusan terbaik. Ia mulai masuk Komunitas Film Montase pada tahun 2008, yang kala itu masih fokus pada bidang apresiasi film melalui Buletin Montase, yang saat ini telah berganti menjadi website montasefilm.com. Sejak saat itu, ia mulai aktif menulis ulasan dan artikel film hingga kini. Setelah lulus, ia melanjutkan program sarjana di Jurusan Ilmu Komunikasi di salah satu perguruan tinggi swasta di Jogja. Penelitian tugas akhirnya mengambil tema tentang Sinema Neorealisme dan membandingkan film produksi lokal yang bertema sejenis. Tahun 2017, Ia menyelesaikan studi magisternya di Program Pascasarjana Jurusan Pengkajian Seni di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta dengan minat utama film. Penelitian tesisnya terkait dengan kajian narasi dan plot sebuah film. Saat ini, ia tercatat sebagai salah satu staf pengajar di Program Studi Film dan Televisi, ISI Yogyakarta mengampu mata kuliah teori, sejarah, serta kajian film. Ia juga aktif memberikan pelatihan, kuliah umum, seminar di beberapa kampus, serta menjadi pemakalah dalam konferensi Internasional. Biodata lengkap bisa dilihat dalam situs montase.org. Prestasi besar terakhirnya adalah menjadi nominator Festival Film Indonesia 2021 untuk kategori Kritikus Film Terbaik melalui artikel "Asih, Cermin Horor Indonesia Kontemporer" bersama rekan penulisnya, Miftachul Arifin.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.