Watch our video review in english below.
   Steven Spielberg kita kenal sebagai sineas box-office dengan film-film garapannya yang amat sukses di era 1970-an hingga 1990-an. Siapa yang tak kenal ikonik sinema macam, Jaws, Indiana Jones, E.T. dan Jurassic Park. Satu dekade terakhir, ia lebih banyak menggarap drama biografi/dokudrama, walaupun film-film ini juga berkualitas sangat baik, macam Munich, Lincoln, Brigde of Spies, serta baru lalu The Post. Sang sineas, belakangan ini seperti kehilangan sentuhannya yang dulu begitu piawai menghibur penonton termasuk saya sendiri sebagai fans berat Spielberg. Terakhir, ia menggarap film fiksi ilmiah tercatat adalah War of the Worlds (2005) bersama Tom Cruise. Setelah melihat trailer Ready Player One, saya anggap ini sebagai aksi keputusasaan sang sineas di usia senjanya. Ternyata saya keliru besar.
    Ready Player One adalah film berlatar masa depan dimana sebuah permainan virtual reality bernama Oasis mengambil-alih kehidupan manusia. Oasis menjadi pelepas dari semua realita yang terjadi di muka bumi yang tak lagi nyaman dihuni. Tokoh protagonis kita, Wade Watts adalah seorang pemuda biasa yang tinggal di pemukiman kumuh bersama bibinya. Ia punya ambisi besar untuk memecahkan misteri terbesar di permainan Oasis yang diwarisi oleh sang pencipta permainan, James Halliday. Siapa pun yang bisa meraihnya akan mendapatkan kontrol penuh permainan Oasis, singkatnya, menjadi raja dunia. Ambisi Wade terhalang oleh pimpinan perusahaan IOI, Nolan Sorrento yang menggunakan cara apapun untuk mendapatkan OASIS.
    Aturan main beserta sejarah permainan OASIS dengan baik digambarkan dalam segmen pembukanya. Layaknya The Matrix, permainan OASIS adalah dunia maya dimana kisah utamanya berlangsung yang disajikan bergantian dengan dunia nyata. Unsur misteri dan investigasi adalah satu hal yang amat menarik dalam plotnya. Persis seperti permainan Role Playing Game (RPG), penonton diajak ikut terlibat dalam pencarian item-item rahasia yang begitu mengasyikkan. Fans game sejenis pasti amat menikmati film ini. Satu segmen aksi di awal yang amat mengesankan disajikan melalui satu lomba balap yang amat cepat dan brutal, yang sama sekali tak pernah terpikir bahwa Spielberg yang membuatnya. Saya juga tak bakal menyangka, bisa menikmati efek visual yang artifisial macam ini karena memang motif visualnya menyatu dengan kisah filmnya.
    Satu hal yang membuat film ini berbeda bagi penikmat film tentu adalah tribute-nya terhadap ikon-ikon game dan film tentunya. Penikmat film sejati rasanya bakal menikmati film ini lebih dari penonton awam. Entah terdapat puluhan tribute terhadap film-film populer dari era klasik hingga modern, yang ditampilkan melalui dialog, tokoh, atribut, properti, aksi dan sebagainya dengan gaya dan cara tanpa berkesan tempelan sama sekali. Belum pernah sebelumnya, tribute film begitu banyak digunakan dalam satu film seperti ini, sebut saja Back to the Future, Iron Giant, Shining, King Kong, Robocop, Jurassic park, bersama puluhan tokoh game dan komik. Segmen Shining, bagi saya adalah segmen terbaik dan paling menghibur dalam filmnya, dan terasa sekali sang sineas pun begitu menikmati ketika membuatnya karena ia pun amat memuja Stanley Kubrick. Rasanya penonton masa kini bakal banyak melewatkan puluhan tribute film dalam ini. Rosebud? Siapa yang tahu soal ini jika bukan pecinta film klasik?
    Setelah sekian lama, Spielberg akhirnya mendapatkan kembali mojo-nya melalui Ready Player One yang menghibur tidak hanya generasi milineal, namun juga sebelumnya. Sang sineas kawakan ini memberikan isyarat jika ia belum habis benar, dan kali ini ia mampu berkompromi dengan semua generasi. Entah mengapa saya juga merasakan film ini begitu personal bagi sang sineas. Baru-baru ini, ia melontarkan pernyataan terhadap film-film Netflix yang kini digandrungi generasi milineal. Film yang diproduksi untuk format ini dan hanya sesaat rilis di bioskop, menurutnya tidak layak mendapatkan penghargaan sekelas Academy Awards. Ready Player One seolah adalah juga pernyataan sikap sang sineas untuk menghargai medium film serta proses panjang yang menyertainya. Realita yang dihadapi generasi sekarang jelas berbeda dengan generasi lampau. Melalui Ready Player One, Spielberg menjabarkannya dengan cara yang sangat elegan dan berkesan, sebagai sesuatu yang lebih diapresiasi secara mendalam oleh generasi atau seseorang yang memahami medium film sebagai suatu proses sejarah yang amat panjang.
WATCH OUR REVIEW