Pernah tidak kamu menonton film yang kisahnya bisa kamu baca seluruhnya sejak segmen awal? Every Breath You Take adalah satu contoh yang sempurna untuk kasus ini. Every Breath You Take adalah film drama thriller arahan Vaugn Stein yang dibintangi sederetan bintang berkelas, yakni Cassie Affleck, Rachell Monaghan, serta Sam Claflin. Seberapa burukkah film ini? Nyaris semua lininya.
Grace (Monaghan) adalah seorang istri yang masih trauma akibat kecelakaan putranya. Hidup mereka, termasuk suaminya Phillip (Affleck), dan putrinya Lucy, berubah menjadi lebih berjarak sejak momen ini. Suatu ketika, Phillip yang seorang psikiater, kehilangan pasiennya yang diduga bunuh diri. Padahal pasien ini adalah obyek riset ilmiahnya yang dianggap sebagai terobosan baru dalam ranah psikologi. Ketika datang James, sang kakak korban, hidup mereka bertiga pun berubah untuk selamanya.
Tidak bisa dipercaya. Bagaimana mungkin pembuat film tidak mampu melihat naskah film yang begitu buruk sejak awal? Alur kisahnya jelas sekali mudah terbaca dan sungguh tidak masuk akal. Ibarat jika kamu fast forward filmnya, tidak akan ada satu pun yang terlewatkan hingga klimaksnya. Plot macam ini, rasanya lebih ideal untuk B-Movies yang lebih mementingkan adegan seks ketimbang plot yang memikat. Sang sineas tampak kurang terampil mengolah informasi dan motif cerita yang mampu membuat sisi misteri dan suspence-nya lebih menggigit, serta membuang waktu dengan subplot yang tak penting.
Dengan kasting besar bertalentanya, Every Breath You Take hanya butuh hingga titik balik pertama cerita untuk membaca arah plotnya sejak awal hingga klimaks. Tak ada yang buruk dari akting para pemain selain hanya naskah dan pilihan plot yang buruk. Film thriller keluarga macam ini sudah terlalu banyak jumlahnya, namun faktanya hanya sedikit yang berkualitas. Jika ingin mendapat tontonan thriller berkelas sejenis, coba saja tilik film-film karya David Fincher.