Dua dekade belakangan isu kekerasan senpi di AS makin kencang di medium film. Hingga detik ini pun, bisa jadi korban masih terus berjatuhan. Coba saja cek daftar penembakan di area sekolah di AS pada 22 tahun terakhir, ini hanya kejadian di sekolah/kampus saja. Jumlah angkanya sungguh membuat kita terkejut. Dunia memang sudah edan. Isu kekerasan senpi seperti tak ada matinya. Tak terkecuali, The Fallout, yang saya anggap adalah film terbaik untuk tema ini.
The Fallout diarahkan oleh sineas perempuan debutan Megan Park yang juga adalah bintang serial televisi The Secret Life of American Teenager. Film ini dibintangi sederetan bintang-bintang muda berbakat, antara lain Jenna Ortega, Maddie Ziegler, Niles Fitch, Lumy Pollack, serta aktris kenamaan Shailene Woodley. Film berdurasi 91 menit ini dirilis minggu ini melalui platform streaming, HBO MAX milik Warner Bros.
Vada (Ortega) adalah seorang gadis remaja yang terjebak dalam peristiwa penembakan massal yang menewaskan beberapa siswa di sekolahnya. Waktu kejadian, ia berada di toilet bersama dua siswa, yakni Mia(Ziegler) dan Quinton (Fitch). Sejak saat itu, Vada mengalami trauma berat dan menjadi dekat dengan Mia dan Quinton. Keluarga dan rekan-rekan dekatnya rupanya tidak cukup untuk memulihkan kondisi mental Vada. Vada pun mulai berubah sikap dan akrab dengan hal-hal negatif yang selama ini dijauhinya.
Naskah yang sangat kuat ditambah dengan penampilan memukau sang bintang, hasilnya adalah sebuah film yang istimewa. Saya sama sekali tidak berekspektasi film ini demikian bagus. Gaya arahan sang sineas debutan ini, jauh dari kata amatir. Peristiwa penembakan tidak divisualisasikan secara langsung, namun melalui perspektif Vada dan Mia. Hanya di satu ruang sempit toilet, situasi mencekam dan genting sudah bisa kita rasakan dengan kuat. Suara tembakan dan jeritan para siswa semakin menambah efek horor luar biasa. Kita pun tak pernah lepas dari sosok Vada yang dimainkan begitu brilian oleh Jenna Ortega sehingga segala simpati dan empati adalah penuh untuk sang bintang.
Hebatnya, Ortega mampu membangun chemistry kuat dengan karakter manapun di sepanjang film dengan mood yang berbeda. Baik dengan sosok Mia, Quinton, Amelia (adik), sang pacar, bahkan hingga psikiaternya. Nyaris semua adegan adalah yang terbaik, tak ada satu pun yang luput, dan punya keunikan masing-masing. Di antara kehangatan dan sisi gelap kisahnya, sisipan humor pun terlontar dengan cerdas. Momen-momen intim dan sureal juga tersaji dengan brilian melalui perspektif kamera yang terukur. Menonton film ini adalah sungguh sebuah pengalaman sinematik sekaligus empati yang amat luar biasa. Setelah mengalami katarsis yang begitu hebat, film ini masih ditutup pula oleh ending yang sangat mengejutkan sekaligus menguatkan pesan filmnya.
The Fallout menyajikan isu kuat tentang trauma kekerasan senjata dibalut drama mengesankan yang hangat sekaligus suram, didukung penampilan istimewa dari para bintang mudanya. Menonton film ini mengingatkan pada CODA yang sama-sama memiliki sisi kehangatan keluarga yang kuat, namun The Fallout adalah sebuah pengalaman yang berbeda. Dalam satu sisi bisa dibilang adalah sebuah film politis. Film ini menegaskan bahwa kekerasan senjata api yang sudah demikian kelewat batas harus distop dengan cara yang ekstrem pula. Kita bukan hanya bicara soal nyawa, namun ribuan jiwa lainnya yang “kosong” akibat trauma dengan peristiwa yang sulit dinalar ini. Banyak film telah menawarkan solusi, namun tanpa kemauan dari pemangku kebijakan, semua tak ada artinya.