Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) menjadi salah satu isu dengan tingkat perbincangan tinggi karena kasus-kasusnya marak terjadi. Upi Avianto lantas mengangkat permasalahan itu ke dalam Sehidup Semati yang diarahkan sekaligus ditulis pula olehnya. Kisahnya menjadi horor psikologis dan gore dengan campuran thriller juga. Lewat produksi StarVision Plus, para pemerannya antara lain Aqeela Dhiya, Laura Basuki, Lukman Sardi, Maya Hasan, Ario Bayu, Asmara Abigail, dan Chantiq Schagerl. Mengingat betapa beragam garapan sang sineas selama ini, bagaimana dengan kali ini?
Sejak kecil, Renata (Aqeela) sudah menyaksikan sendiri KDRT terjadi dalam lingkungan terdekatnya, yakni antara ayah dan ibunya. Namun, doktrin dari seorang penceramah (Lukman) di tempat ibadah mereka telah mengakar kuat dalam keluarga sehingga kekerasan yang dilakukan seorang suami tidak pernah mereka permasalahkan. Sampai Renata dewasa (Laura) dan menikah dengan Edwin (Ario) pun, kekerasan dan dominasi dianggap sebagai hak dan wewenang dari seorang suami. Namun, kemunculan Asmara (Abigail) dan Ana (Schagerl) mulai menunjukkan perubahan sikap Renata akan rumah tangga ideal menurutnya.
KDRT digambarkan oleh Upi dengan begitu suram dan kelam dalam Sehidup Semati. Tidak ada benderang kebahagiaan, bahkan dalam momen pernikahan sang tokoh utama, Renata. Cerah, tetapi semu. Secara visual seakan tampak terdapat selapis tabir yang menutupi kenyataan rumah tangganya ke depannya. Kian ke belakang pun tone-nya semakin bertambah gelap seiring kacaunya psikologis Renata. Dibarengi perbandingan warna mencolok antara Renata dengan lingkungannya dan Asmara dengan rumahnya. Satu sudut pandang terkait KDRT berdasarkan kemungkinan terberat yang para korban alami. Meski agak berisiko karena menyuarakan doktrin-doktrin sarat pertentangan melalui salah satu agama.
Bagaimana Laura Basuki menjadi sosok Renata seketika mengingatkan perannya sebagai Dina dalam Sleep Call (2023). Satu kemiripan di antara karakter keduanya ialah betapa masing-masing mengharapkan kehidupan percintaan yang ideal. Meski hanya dalam angan-angan mereka semata. Laura bermain sama kuatnya sebagai Renata kini dalam berbagai situasi. Selama dalam ketakutan seakan tengah dihantui, pandangannya akan sang suami, Edwin, momen kegembiraan sesaat, serta pembalasannya kemudian demi tetap menjaga “rumah tangga ideal” dari gangguan siapa pun.
Sehidup Semati lambat laun berjalan dengan cukup sadis dan terbilang mencekam. Masalah rumah tangga kemudian bergerak secara horor dan mengganggu psikis serta menjadi berdarah-darah. Sekali lagi, mirip eksekusi sang tokoh utama terhadap “para pengganggu” dalam Sleep Call. Menariknya, plot Sehidup Semati seolah sedikit teracak, tetapi saling berkait bila mencermati setiap detailnya. Terutama kesinambungan antara bagian akhir yang menjadi musabab setiap kejanggalan yang muncul di sejumlah bagian awal. Jatuhnya sebuah foto, teriakan dari salah seorang tokoh, dan beberapa detail lainnya.
Sayangnya, Sehidup Semati minim eksposisi untuk sebagian besar tokoh selain Renata. Berikut alasan-alasan tindakan mereka dalam sejumlah situasi. Edwin datang dari mana dan bagaimana latar belakangnya, tujuan sang ibu-ibu misterius berurusan dengan dukun, status tokoh yang diperankan Verdi Solaiman dalam keluarga Renata, pun larangan keluar rumah saat nyatanya Renata rutin belanja. Sebagaimana terbatasnya arah pengambilan gambar yang hampir selalu memosisikan subjek berada di tengah layar. Seakan seluruh peristiwa yang terjadi hanyalah kemelut dalam kepala sang tokoh utama belaka. Kelainan yang berkemungkinan dialami oleh seseorang yang memiliki trauma akan kejadian luar biasa pada masa lalu. Misalnya KDRT. Bukankah sebab kelainan Dina dalam Sleep Call juga bermula dari KDRT?
Sehidup Semati menggambarkan kekelaman dan sadisme sebagai buntut KDRT lewat olah visualnya, tetapi amat terbatas dari segi eksposisinya. Tersirat bahwa semua yang perlu penonton tahu ialah rumah tangga ideal menurut sang tokoh utama. Sesiapa orang-orang di sekitarnya tak penting karena mereka hanyalah gangguan belaka. Walau harus diakui betapa riskan pernyataan-pernyataan yang muncul lewat sang penceramah. Bahkan tak sekali dua kali. Namun, setidaknya Sehidup Semati terbilang lumayan berbeda dari film-film Upi selama ini. Kendati pada saat yang sama mengandung kemiripan pula dengan Sleep Call.