Kini film yang melibatkan pemain para komikus jebolan acara Stand Up Comedy banyak disukai masyarakat dan menjadi film yang dianggap menjanjikan bagi para produser. Raam Punjabi kini mempercayakan komikus yang telah membintangi banyak film komedi, Kemal Pahlevi, sebagai penulis cerita, sutradara, dan pemain. Sebelumnya Kemal sudah pernah memerankan tiga posisi yang sama dalam film Youtubers (2015). Tidak banyak sineas Indonesia yang mampu memegang kendali pada tiga posisi dominan tersebut. Apakah kini Kemal berhasil membuktikan talentanya?

     Abdullah V Takeshi mengisahkan dua bayi berbeda etnis yang tertukar saat mereka dilahirkan di salah satu rumah sakit di Tokyo, Jepang. Pasangan suami istri muslim beretnis Arab membawa pulang bayi berwajah oriental yang diberi nama Abdullah (Dion Wiyoko). Sedangkan pasangan suami istri yang berasal dari Jepang membawa pulang bayi berwajah Arab yang diberi nama Takeshi (Kemal Pahlevi). Ketika beranjak dewasa dan menjadi mahasiswa baru di sebuah universitas, Abdullah dan Takeshi bertemu. Mereka sama-sama menyukai Indah (Nasya Marcella) dan berkompetisi untuk mendapatkan gadis cantik tersebut. Berbagai momen mereka lalui hingga akhirnya Indah menyadari bahwa Abdullah dan Takeshi adalah anak yang tertukar.

     Ditulis oleh seorang komikus yang mendapatkan juara ketiga pada acara Stand Up Comedy musim kedua pada tahun 2012 lalu tentu saja membuat cerita film ini lucu dan konyol. Tetapi hal utama yang sangat krusial justru disepelekan dalam film ini. Bagaimana mungkin orang tua mereka menjadi begitu naif ketika sesungguhnya sang bayi sangat tidak mirip dengan mereka? Apalagi bayi tersebut jelas-jelas memiliki ciri-ciri fisik yang identik dengan etnis tertentu yang sangat tidak sesuai dengan etnis orang tua? Meskipun pada usia yang sangat dini bayi-bayi memang tampak mirip satu dengan yang lainnya, namun tentu kondisi fisik yang menjadi ciri khas suatu etnis sangat mudah dikenali. Bagaimana pun juga kekonyolan dalam film komedi selayaknya memiliki batasan-batasan yang sesuai dengan nalar sehingga jalan cerita dapat diikuti dengan logis.

     Kemal yang memiliki ciri khas candaan bernuansa seks juga membubuhkan ide-ide “nakal” ke dalam cerita. Sayangnya dialog-dialog nakal ini tidak selalu pantas untuk ditampilkan dalam cerita. Contohnya pada satu adegan seorang ibu berbicara pada anaknya untuk tidak masuk ke kamar ketika sang ibu dan ayahnya sedang berhubungan intim. Toh, sang anak sudah dewasa sehingga tidak perlu diperingatkan secara eksplisit. Tentunya ini bukanlah tindakan yang pantas meskipun (mungkin) tujuannya adalah untuk memberikan kesan lucu. Perihal ukuran organ kejantanan yang identik dengan ras juga berkali-kali disinggung sebagai unsur ‘kenakalan’ Kemal yang khas. Berbagai unsur kekinian juga ditampilkan seperti seorang ibu yang terus berfoto untuk meng-update akun instagram-nya. Isu etnis yang juga sering kali menjadi bahan candaan para komik lain (salah satunya Ernest Prakasa yang beretnis Tionghoa), tampak begitu jelas digambarkan dalam film ini. Film ini menggambarkan stereotip masyarakat keturunan Arab. Contohnya, laki-laki Arab yang memiliki ketertarikan yang besar terhadap seksualitas dan sensualitas perempuan. Tidak hanya itu, tindakan barbar kelompok Arab juga diperlihatkan dengan adegan yang menunjukkan tindakan kekerasan menggunakan senjata api yang canggih ala gangster atau teroris. Melalui dialog yang diucapkan, menunjukkan bahwa orang Arab yang taat agama akan dengan mudah menjustifikasi orang lain dengan kata kafir hanya karena tidak bersih sehingga menjadi najis.

Baca Juga  Negeri 5 Menara, Membuktikan Kesungguhan

     Beberapa hal sensitif yang menjadi bahan lucu-lucuan ini menjadi tidak lucu karena justru menyinggung suatu kelompok tertentu di tengah isu keberagaman budaya serta permasalahan politik yang akhir-akhir ini terjadi dan meneror keamanan masyarakat dunia. Meskipun pada akhir cerita diungkapkan bahwa etnis bukanlah faktor yang menghalangi perdamaian dan kerukunan, khususnya keluarga, namun tetap saja cara penyampaian ide dan pesan film ini disajikan dengan cara yang dangkal sehingga pesan mulia dari film ini justru tidak melahirkan kesan cinta keberagaman.

     Selain pemain yang merupakan komikus, satu lagi formula film kekinian yang belakangan marak digunakan sebagai salah satu nilai jual adalah wisata luar negeri. Abdullah V Takeshi mengambil setting di Tokyo, Jepang. Tetapi, setting ini tidak banyak memberikan nilai plus yang dapat membangkitkan mood film karena tidak banyak keindahan yang ditampilkan. Untungnya unsur musik mampu memberikan nuansa yang mendukung mood film dengan porsi penyajian yang tidak berlebihan. Akting para pemain utama hingga pemain pendukung cukup dapat dinikmati walau tidak ada yang menonjol atau pun terasa kurang pas. Peran Kemal seolah tertutup bayangan Dion Wiyoko yang mendapatkan porsi cerita lebih banyak sehingga tidak seimbang antara Abdullah dan Takeshi. Seperti biasa, tidak perlu berekspektasi tinggi ketika menikmati film komedi Indonesia. Komedi dangkal dengan cerita yang sepele akan terus diproduksi selama masyarakat Indonesia masih terus setia menonton para aktor yang sedang populer untuk menjadi nilai jual yang diunggulkan.

WATCH TRAILER

PENILAIAN KAMI
Overall
40 %
Artikel SebelumnyaWa’alaikumussalam Paris
Artikel BerikutnyaBvS Pecahkan Rekor & Deadpool Jawara X-Men
Menonton film sebagai sumber semangat dan hiburan. Mendalami ilmu sosial dan politik dan tertarik pada isu perempuan serta hak asasi manusia. Saat ini telah menyelesaikan studi magisternya dan menjadi akademisi ilmu komunikasi di salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.