Robot AI (Artificial Intelligence) yang membelot rupanya menjadi tren horor beberapa tahun terakhir, sebut saja Child’s Play (versi reboot), Megan hingga baru lalu Subservience. Companion digarap oleh sineas pendatang baru, Drew Hancock yang juga menulis naskahnya. Film berbujet USD 10 juta ini dibintangi beberapa bintang muda, yakni Sophie Thatcher, Jack Quaid, Lukas Cage, Megan Suri, serta Harvey Guillén. Akankah Companion memberikan sentuhan segar bagi genre fiksi ilmiah dan subgenre AI?
Seorang gadis muda berparas sempurna, Iris (Thatcher), secara tak terduga menemukan pujaan hatinya, Josh (Quaid) di sebuah mal. Setelah sekian lama berhubungan, Josh pun mengajak Iris berlibur ke villa rekannya di wilayah pelosok. Di sana, ia berjumpa dua rekannya, Eli (Guillén) dan Kat (Suri), yang masing-masing bersama pasangannya, Lukas (Cage) dan sang tuan rumah, Sergey. Situasi berubah menjadi genting ketika Iris secara tak sengaja menewaskan sang tuan rumah yang ingin berbuat tak senonoh padanya. Namun, siapa menyangka bahwa Iris rupanya adalah seorang robot pendamping manusia?
Kita semua tahu formulanya, ketika sang robot mulai bersikap obsesif, aksi brutal pun dimulai, dan ini yang terjadi pada Child’s Play, Megan, dan Subservience. Companion justru sebaliknya, di mana plotnya terpusat pada sosok sang robot. Iris justru adalah korban dari manusia tamak yang ingin memanfaatkan untuk tujuan jahat mereka. Tidak seperti tiga film di atas, penonton justru bersimpati kuat pada sosok sang robot. Iris juga digambarkan lebih manusiawi tanpa memiliki kekuatan fisik dan intelegensi super seperti lainnya. Faktor-faktor ini yang membedakan jauh dengan sosok antagonis pada tiga film di atas. Robot rupanya juga mampu memiliki perasaan dan emosi.
Di luar eksplorasi plotnya, naskahnya memiliki beberapa kejanggalan akibat tidak adanya eksposisi yang memadai. Senada kasus plot Subservience, sang robot adalah teknologi super modern yang mampu berpolah persis layaknya manusia. Harga robot secanggih dan senatural ini tentu tak sama dengan Iphone terbaru, yang tentu bisa mencapai jutaan dollar. Ingat plot The Island arahan Michael Bay, di mana kloning dikreasi untuk menjadi cadangan “nyawa” para klien super kayanya dengan harga yang sangat mahal. Berapa sesungguhnya harga beli/sewa robot sehebat Iris?
Lalu masalahnya di mana? Inti plotnya adalah aksi kriminal sederhana yang hanya berujung uang. Jika Josh mampu memiliki robot semahal Iris, lantas untuk apa ia melakukan semuanya hanya untuk “segelintir uang”? Untuk membunuh orang seperti Sergey, ada banyak cara yang lebih aman tanpa menggunakan pihak ketiga yang penuh resiko. Poinnya adalah kisahnya terasa receh untuk memasukkan elemen AI di dalamnya. Ini berbeda dengan Megan yang memiliki pesan powerful tentang teknologi yang menjadikannya lebih masuk akal.
Companion memberi sedikit sentuhan segar subgenrenya melalui perspektif dan empati dari sosok (robot) protagonisnya, walau masih terganjal logika kisahnya. Tak ada sesuatu yang benar-benar berkesan dalam plotnya yang terkait dengan tema yang diusungnya. Beberapa kisah AI lepas kendali telah mencapai status masterpiece sepanjang sejarah sinema, sebut saja 2001 Space Odyssey, Blade Runner, AI: Artificial Inteligence, Seri Terminator, The Matrix, Wall-E, Ex Machina, hingga Her. Film AI bernuansa horor yang hebat, rupanya masih kita nantikan.